Share

Aku Tak Sebodoh yang Kau Kira
Aku Tak Sebodoh yang Kau Kira
Author: Ria Abdullah

1. Aku tahu dia berkhianat

Aku tahu suamiku tak seperti suami yang lain, pergi bekerja lalu kembali dan menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya. Setiap bulan menerima gaji dan memberikannya pada kami, tidak, suamiku melampaui semua itu. Sebagai pria dan panutan keluarga dia sangat keren dan mapan, aku tak bisa mengeluhkan apapun tentangnya.

Namun, ada hal yang telah lama kutahan dan pendam, kusembunyikan dengan baik agar rumah tangga kami terlihat bahagia dan baik baik saja. Ya, wajah asli Mas Revan.

Dia tidaklah sebaik yang terlihat, dibalik ketampanan, pakaian yang selalu necis dan rambut yang tak pernah tak klimis, aku yang selalu ada untuk melayani setiap perintah dan keinginannya. Tapi balasannya tidak sepadan, dia bukanlah pria pengertian seperti apa yang diharapkan wanita dalam pernikahannya.

Dari 8 tahun kami menikah, aku telah melahirkan dua anak, Rian dan Risa, aku melayani keluarga ini sepenuh hati dan cinta, tapi lama-lama aku kusadari bahwa diri ini hanya disetting seperti robot yang selalu melakukan aktivitas dan kegiatan yang sama.

Lama-lama rasa kesepian itu timbul, rasa ingin diperlakukan seperti istri selayaknya juga tiba-tiba hadir seperti rasa haus yang tidak tertahankan. Tidak ada lagi sentuhan dan belaian mesra selain ketika hasratnya datang maka dia melampiskannya, menyelesaikan keperluannya dan pergi begitu saja meninggalkanku di atas peraduan dalam perasaan merana. Tidak ada lagi pelukan mesra, kecupan atau ungkapan cinta yang ia bisikan di telingaku. Lama-lama aku merasa tersiksa dan kewarasanku mulai tergerus seperti ombak yang mengikis tebing pantai.

Pada akhirnya aku tahu bahwa dia memiliki orang lain dalam hidupnya, dia menjalin hubungan diam diam itu bahkan jauh lebih lama setelah dia mengenal dan menikahiku. Artinya, suamiku hidup dalam bayangan Cinta pertamanya. Wanita cantik bertubuh semampai yang mungkin tidak pernah disukai dan direstui orang tuanya.

Mungkin, demi formalitas dan tuntutan dan keluarga, dia melamar dan menikahiku tapi hal yang ingin aku tegaskan di sini bahwa aku juga punya martabat dan harga diri, aku bukan istri sewaannya.

Akhirnya aku tahu, sejak kubuka ponselnya, pertama kali dalam hidupku menyentuh gawai milik Mas Revan. Kudapati pemandangan paling mengejutkan yang tak pernah kuduga, jika dalam ponsel seorang pria beristri yang banyak adalah foto keluarga dan anaknya, maka suamiku hanya memiliki foto seorang wanita dalam berbagai pose. Ada yang mesra dan ada juga yang diambil dari angle wanita itu duduk sendirian.

Sebenarnya, aku sangat sedih, aku ingin menangis marah, dan protes, kalau bisa kuturuti kehendak untuk mencakar cakar wajah suamiku yang pengkhianat itu. Perasaan di dadaku sangat bergejolak, sesak. Bahkan ketika memandangi layar ponselnya tanganku bergetar seakan benda pipih itu akan terlepas dari tanganku, tapi, aku tak punya cara untuk menunjukkan rasa marah, jika aku protes padanya maka akan jadi pertanyaan aku tahu dari mana. Lalu, Jika aku ketahuan memeriksa barangnya maka Mas Revan akan murka.

Tolong jangan sarankan perceraian, kalimat itu mudah diucapkan tapi sulit dipraktikkan, aku takut dan ragu dengan berbagai kemungkinan dan resiko membayang paling buruk sehingga aku tak berani membayangkannya. Bagaimana pula nasib anak anakku nantinya.

"Ma, aku akan menginap di luar kota," ucap Mas Revan.

Tak payah kutanyakan dia pasti akan pergi dengan kekasihnya Ailen. Tak perlu lagi kupercayai bahwa dia punya kegiatan kantor dan perjalanan bisnis, karena apapun momennya wanita itu akan selalu menyertai, terbukti, foto foto perjalanan mereka bertebaran di ponsel ayahnya anak anakku.

"Apa kau perlu baju ganti ekstra?"

"Tidak usah, ma, kalau kurang aku akan beli saja."

Semudah itu memang, dia punya uang dan bisa lakukan apa saja. Tapi sayang, mengapa dari dulu aku belum mengamankan aset atas namaku. Bukannya aku tak mau, tapi dalam sistem keluarga patriarki, suami adalah raja dan dewa yang tak boleh, dituntut, suruh, diatur atau dibantah. Apapun yang dia katakan adalah perintah yang harus terjadi dan tak bisa berubah. Jadi, memintanya mengubah hal kepemilikan harta adalah hal mustahil.

Maaf, aku tak akan lemah lagi, aku tak akan bodoh lagi, aku tak akan hanya mau diperintah dan dipelintir lagi. Aku bukan babu atau istri bayaran yang disewa. Aku akan tunjukkan padanya bagaimana rumitnya resiko berselingkuh dan hinanya perbuatan itu.

Dengan kecanggihan teknologi dan tanpa sepengetahuan aku sudah memasang aplikasi kloning ponsel yang mudah mudahan tak akan pernah dia sadari. Aku bisa melacak keberadaan dia dengan akurat.

Seperti biasanya, dia di hotel, bukan hotel sembarang hotel, tapi hotel mewah bintang lima dengan fasilitas lengkap dan view samudra Hindia, harganya? Dua puluh juta semalam. Fantastis bukan? Ya. Dan yang paling miris adalah bahkan keluarganya sendiri tidak pernah dia ajak ke sana.

Bukankah sangat hebat pengaruh cinta pertama?

Aku menyusul ke sana, mengendarai mobilku sendiri. Setelah bertanya pada resepsionis yang kesannya tak ingin membocorkan informasi tamu tanpa desakan dan sedikit sogokan, akhirnya aku tahu di mana suamiku berada.

Pukul dua malam, kudorong pintu cottage pribadi yang mewah itu, seperti kuduga tidak terkunci. Kudapati pemandangan di ranjang yang begitu memilukan hati, Kedua manusia menjijikkan itu tertidur pulas dengan kaki saling tumpang tindih dan pakaian berserakan di lantai.

Ada sensasi panas di wajahku, mendapati adegan menyakitkan ini secara live. Entah kecemburuan atau kegeraman, tapi yang pasti panas itu membuncah dan menyesakkan dada.

Dengan perlahan aku berjalan, duduk di sebuah sofa, terduduk dengan air mata menggenang, jariku mencengkeram erat, ingin murka tapi kutahan. Aku duduk sambil menarik napas dalam, menyaksikan betapa bahagianya suamiku berpelukan dengan wanita lain sementara aku dan anak anak yang telah ditipunya menderita.

Pukul enam pagi, suamiku menggeliat, tanpa disadari aku sudah duduk meronda mereka selama empat jam. Dia bangun dan mengecup kening Ailen dengan senyum mengembang yang tak menunjukkan sedikitpun takut atau gundah akan perasaanku sebagai istri.

"Wah, wah, sudah pulas tidurnya, Sayangku, pasti nikmat sekali sensasi bertukar lendir dengan wanita lain?" tanyaku sambil menepuk tangan. Mas Revan terlonjak dan langsung gelagapan menutupi tubuhnya dengan wajah pucat

Wanita yang tertidur disampingnya juga ikut terjaga dan panik.

Jangan khawatir, aku memang belum pernah menghajar orang, tapi sekarang aku akan mencobanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status