Share

5. kuberitahu dirinya

Meski hati ini terasa luka, tapi aku tetap bangkit dan menelpon asisten rumah tangga, memintanya segera datang untuk membereskan rumah. Lantas, kusiapkan sarapan untuk lelaki pengkhianat yang sudah merusak hidup dan perasaanku.

Meski aku sangat kecewa dan cinta yang kupupuk berganti jadi kebencian aku tetap menunaikan tanggung jawab sebagai istri yang baik, aku tetap menyiapkan untuknya sarapan dan secangkir kopi.

"Sarapanlah dulu sebelum kau pergi," ucapku tanpa menatapnya. Kulanjutkan kegiatan di dapur tanpa menoleh sedikit pun.

Sakit rasanya perasaanku tapi kewajiban menahan diri ini untuk bersikap lebih jauh.

"Apa memberimu uang kompensasi dan harta akan membuatmu tak dendam padaku?"

To the point sekali dia, tapi sayang dia meremehkanku, dia merasa bahwa dengan uang segala sesuatu bisa dibeli, dia bisa memerintahku, mengatur hidupku termasuk membeli kepala dan harga diriku tanpa memikirkan perasaan ini. Merasa hebat sekali dia!

"Apa menurutmu uangmu bisa membeli harga diriku?"

"Setidaknya aku menghibur perasaanmu."

"Pengampunan untuk sebuah dosa tidak bisa dibeli, cara satu satunya adalah mengakui kesalahan dan meminta maaf," balasku.

"Kalau begitu maafkan aku," balasnya cepat.

"Meminta maaf juga tak semudah memberi maaf."

"Lalu apa maumu, apa kau sengaja membuat posisiku serba salah?" Dia langsung membentakku. 

"Tidak juga, tapi aku ingin kau berpikir bahwa ada yang tersakiti di sini, aku mau kau berubah dan tinggalkan kekasihmu, kau punya istri dan anak, Mas."

Pria itu tak menjawabku, dia diam dan langsung mengesap kopi yang terhidang di meja dapur. Tak lama kemudian dia bangkit dan meninggalkan tempat ini tanpa bicara apa apa lagi . Makanan yang kubuat tak disentuh sama sekali, tidak seperti biasanya, dalam sehari sikapnya berubah. Aku sangat kecewa.

"Pasti pelakor itu sangat berpengaruh dan sudah mencuci otak suamiku, dia berkuasa mengendalikan Mas Revan sehingga pria itu tergila gila tanpa memikirkan logika dan sadar bahwa dia punya tanggung jawab pada hidup, hati dan perasaanku." Aku menggumam sambil meraih piring lalu meletakkan sandwich yang kubuat ke dalam kulkas.

"Percuma berusaha, percuma marah, percuma mengingatkan," rutukku sambil menutup lemari es.

"Hari ini diperingatkan, nanti siang juga bertemu wanita itu lagi," gumamku sambil menggigit bibir dan mencoba mengalihkan pikiran. Aku benci terus membayangkan perselingkuhan suamiku, aku benci kenyataan bahwa dia berada di prioritas utama hidup Mas Revan.  Mereka berdua tak sadar kalau mereka tak bersama karena memang tidak  berjodoh, takdir itu tak bisa dipaksakan atau dimanipulasi.

"Apakah aku harus menemui wanita itu dan bicara padanya?" Aku membatin sambil menyingkirkan pikiranku, "Mana mungkin dia akan berkenan menemuiku, lagipula pertemuan kami hanya memantik pertengkaran saja."

** 

Aku sedang mendorong troli dan memilih barang di super market ketika tanpa sengaja aku berpapasan dengan ailen. Wanita itu juga terlihat belanja dengan keranjang kecil di tangannya.

Menyadari aku menatapnya wanita itu segera menghindar sambil tersenyum sinis. Melihat senyumnya yang licik, aku yang tadinya tenang menjadi murka dan emosi. Kuhampiri dia, dan tanpa banyak bicara langsung kutarik rambut panjang yang kelihatan baru dicatoknya.

"Auh!" wanita itu terkejut, dia nyaris terjatuh menabrak tumpukan buah apel yang digelar di lapak toserba itu.

"Beraninya kau menatapku dengan cara seperti itu, tak tahukah dirimu bahwa kau hanya pelacur rendahan berkedok kekasih dan cinta. Kau hanya benalu yang mengerat keuntungan dan uang belanja dari suami orang," ucapku lantang.

Sontak saja, siapapun yang berada di toserba itu memandang ailen dengan tatapan penuh makna, ada yang kaget, ada yang sinis, ada juga yang tersenyum miring. Wanita itu mendesis marah sambil membenahi rambutnya yang berantakan.

"Aku tahu aku tak bisa menyingkirkan kamu dari hidup suamiku, tapi setidaknya kau gunakan otakmu untuk menghormati orang lain. Bagaimana pun aku adalah istri sah dan kau  pelakor yang selamanya tak akan diakui."

"Jangan terlalu percaya diri, statusmu saja istrinya, tapi kau tak pernah memiliki cinta Revan." Wanita itu melengos dan beranjak pergi begitu saja. Orang orang semakin sinis menatapnya tapi dasar manusia tak punya harga diri, dia tetap melenggang santai tanpa peduli.

"Aku memang tak bisa mendapatkan cinta, tapi kudapatkan tempat yang diterima di mata dunia bahwa aku istri sahnya. Pelacur seharusnya menjauhlah dari hidup kami berdua, karena ada masanya mau tak mau kau akan terusir."

"Whatever!" jawabnya setengah terpekik, orang orang menyoraki wanita itu, tapi dasar muka tebal dia langsung melengos pergi 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status