مشاركة

Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat
Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat
مؤلف: Ana Merwin

Bab 1

مؤلف: Ana Merwin
Ruang perawatan VIP yang luas dan mewah itu begitu sunyi, hingga suara jarum jatuh pun bisa terdengar. Hanya mesin peralatan medis di sisi tempat tidur, yang mengeluarkan bunyi "bip", terdengar suram.

Rossa Naratama dengan susah payah membuka kelopak matanya. Dia menatap sinar matahari di luar jendela dan menyadari dirinya kembali berhasil menjalani satu hari lagi.

Entah sudah berapa lama Rossa terbaring sendirian di tempat itu, hingga akhirnya perawat yang merawat dirinya masuk untuk mengganti perbannya.

"Bu Rossa, Anda sudah bangun? Bagaimana perasaan Anda hari ini?"

Perawat itu terus mengoceh padanya, tetapi Rossa tidak mendengarkan sepatah kata pun.

Hingga akhirnya, Rossa mendengar perawat itu berkata, "Pak Arman pasti terlalu sibuk. Kalau sudah selesai, pasti akan datang menjenguk Anda."

Menjenguknya?

Sekilas mendengarnya saja, sudah jelas itu bohong.

Sebulan yang lalu, rem mobil Rossa bermasalah, sehingga menyebabkan Rossa mengalami kecelakaan mobil. Sudah sebulan berlalu. Bahkan, formulir persetujuan operasi juga sudah dikirimkan ke Grup Damara untuk ditandatangani. Namun, Arman belum sekalipun datang mengunjungi Rossa, yang merupakan istri sahnya.

Di hati Arman, dari dulu hingga sekarang, hanya ada Fera Purwadi.

Memang, pernikahan ini adalah sesuatu yang dipaksakan sendiri oleh Rossa. Kengototan Rossa itu menyebabkan Keluarga Naratama menjadi bangkrut, ayahnya bunuh diri dan kakak laki-lakinya pergi jauh. Bahkan, Rossa juga kehilangan anaknya sendiri.

Fera mendorong Rossa ke dalam kolam renang yang dingin menusuk di musim dingin itu. Waktu itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun, Arman justru menggendong Fera yang berdiri di tepi kolam dengan wajah pucat karena ketakutan dan membawanya pergi. Namun, Arman bahkan tidak menoleh sedikit pun pada Rossa yang tercebur di kolam yang menggigil kedinginan sampai keguguran.

Arman bukannya tidak berperasaan. Dia hanya tidak mencintai Rossa.

"Aku akan nyalakan televisi untuk Anda, agar Anda nggak terlalu bosan."

Rossa sekarang tidak bisa bicara. Bahkan, untuk bernapas saja, Rossa membutuhkan ventilator. Jadi, tentu saja Rossa tidak bisa menanggapinya.

Perawat itu langsung mengambil remot dan menyalakan televisi.

Begitu TV menyala, terdengar suara pembawa acara wanita, "CEO Grup Damara tertangkap kamera bersama aktris Fera memasuki butik gaun pengantin. Diduga, kabar bahagia sudah dekat."

"Maaf, Bu Rossa. Aku akan segera ganti saluran," ucap perawat itu dengan panik sambil buru-buru mengganti saluran.

Akan tetapi, Rossa tetap sempat melihatnya. Fera melangkah masuk ke butik gaun pengantin dengan wajah penuh senyum, sambil menggandeng tangan Arman. Sementara, saat Rossa menikah dengan Arman, tidak ada pesta pernikahan dan tentu saja juga tidak ada gaun pengantin.

Tempat di sisi Arman, sejak awal memang bukan untuk Rossa. Sekarang, meski dirinya belum mati, Arman sudah berencana menikah dengan Fera?

Dirinya, yang merupakan istri Arman, benar-benar menjadi bahan tertawaan.

Setelah perawat pergi, Rossa dengan susah payah, pelan-pelan mengangkat tangannya dan meletakkannya di wajahnya sendiri.

Sudahlah. Dia tidak akan pernah pulih di sisa hidupnya ini. Rossa hanya bisa terbaring di ranjang rumah sakit, bertahan hidup dengan susah payah dan lumpuh untuk selamanya. Untuk apa masih mempertahankan posisinya sebagai istri Arman? Lebih baik, biarkan Arman mendapatkan apa yang dia inginkan, hidup bahagia selamanya bersama Fera.

Ventilator terlepas dari wajah Rossa. Rasa sesak yang dirasakan Rossa membuat otaknya kekurangan oksigen dan napasnya menjadi tersendat.

Rossa perlahan-lahan memejamkan matanya. Senyum tipis penuh kelegaan tersungging di bibirnya.

Jika ada kehidupan selanjutnya, Rossa pasti akan menjauhi Arman. Tidak akan pernah lagi mencintai Arman secara membabi buta dan rela mengorbankan diri meski tahu akan terluka atau binasa.

Grup Damara.

Berlokasi di pusat perekonomian. Gedung pencakar langitnya menjulang tinggi menembus awan. Bangunan setinggi 88 lantai itu berdiri megah, seakan memandang rendah seluruh dunia dari atas.

Lantai 88 itu sepenuhnya menjadi kantor Arman sendiri. Setiap lembar dokumen yang lewat di tangan Arman, meski tampak sepele, sesungguhnya menyangkut transaksi bernilai ratusan miliar.

Namun, saat ini, Arman tengah duduk sendirian di balik meja besarnya. Dia menatap kosong pada dokumen-dokumen di depannya.

Di masa lalu, Arman hanyalah anak haram Keluarga Damara. Sejak kecil, Arman dihina dan diabaikan oleh keluarga. Namun kini, justru Arman-lah yang memegang nadi kehidupan seluruh Keluarga Damara. Orang-orang yang di masa lalu meremehkan Arman, kini hanya bisa menjilat dan memohon belas kasihannya.

Fera yang lembut dan anggun, telah menebus penyesalan di sepanjang hidup Arman.

Seharusnya, tidak ada lagi yang membuat Arman merasa tidak tenang. Namun, akhir-akhir ini, hati Arman justru sering terasa hampa dan sepi.

Tiba-tiba, pintu kantor terbuka lebar dari luar. Doddy Maryadi, asisten Arman, bergegas masuk dengan raut panik di wajahnya.

Arman kembali tersadar. Wajahnya yang luar biasa tampan itu tampak mengerutkan kening saat dia menegur Doddy, "Sembrono!"

Doddy yang harusnya gemetar ketakutan mendengar teguran Arman, malah terlihat linglung dan berkata, "Pak Arman, barusan rumah sakit mengabarkan kalau Bu Rossa..."

Ekspresi Arman sedikit berubah. Kemudian, dia berkata dengan tidak sabar, "Trik apa lagi yang dia mainkan? Sudah kecelakaan mobil, apa nggak bisa diam sedikit saja?"

"Bu Rossa sudah meninggal." Doddy akhirnya mengucapkan separuh kalimat terakhirnya.

Udara di ruangan seketika membeku. Pulpen logam di tangan Arman jatuh, bergulir di atas meja, sebelum akhirnya jatuh ke lantai. Waktu seakan berlalu selama seabad, sebelum Arman akhirnya berdiri dan berpegangan pada meja.

"Nggak mungkin. Mana mungkin dia berani mati tanpa izinku?" Wajah Arman memucat. Otot rahangnya berkedut. Setelah berkata seperti itu, Arman langsung jatuh ke lantai.

Rossa terbangun oleh rasa sakit.

Rasa nyeri yang tajam menyerang bahu Rossa, disertai sensasi aneh yang menjalar pada tubuh Rossa. Rasa sakit seperti ini langsung mengingatkan Rossa pada malam pertama pernikahannya dengan Arman.

Rasa sakit itu membuat Rossa membuka matanya. Pandangannya langsung bersirobok dengan tatapan dingin dan kejam seorang pria, yang dipenuhi oleh kebencian dan penghinaan, yang membara seperti api.

Tatapan itu begitu familier. Itu adalah Arman, pria yang dicintai Rossa selama lima tahun dan dinikahinya selama tiga tahun.

Sebelum Rossa sempat bereaksi, pria itu tiba-tiba bangkit, lalu melempar tubuh Rossa seperti kain bekas ke samping. Tangan Arman yang besar langsung meraih dan mencengkeram leher Rossa dengan kuat.

Rasa sesak itu kembali datang.

Rossa pernah mati karena kehabisan napas. Rasa sakit karena tidak bisa bernapas membuat pupil mata Rossa membesar dan tubuhnya gemetar hebat karena ketakutan.

Rossa tidak punya keberanian untuk mengalami kematian karena sesak untuk yang kedua kalinya.

Namun di mata Arman, semua itu tidak menimbulkan sedikit pun rasa iba. Suara Arman terdengar dingin seperti es yang membeku, "Rossa, kamu benar-benar nggak tahu malu. Berani-beraninya kamu menjebakku dengan obat. Meski aku sudah tidur denganmu, kamu tetap bukan apa-apa di mataku."

Hati Rossa terasa nyeri. Rasa sakit yang begitu familier ini sudah dirasakannya selama tiga tahun. Berkali-kali menaruh harapan, lalu berkali-kali pula hancur berlumuran luka, hingga akhirnya hancur total dalam keputusasaan.

Menjebak dengan obat?

Bukankah dia sudah mati? Jadi, bagaimana mungkin dia masih bisa menjebak Arman dengan obat?

Satu-satunya kejadian mereka berhubungan intim, hanyalah pada saat malam pertama pernikahan mereka. Rossa tahu Arman tidak akan mau tinggal. Oleh karena itu, Rossa mencampurkan obat ke dalam anggur Arman. Itulah satu-satunya saat di mana mereka berhubungan intim.

Dari malam itu, Rossa pun hamil. Sayangnya, anak itu tidak bisa dipertahankan Rossa. Rossa keguguran setelah jatuh ke air di musim dingin. Akibatnya, rahim Rossa rusak sehingga ia tidak bisa hamil lagi seumur hidup.

Semua ini adalah karma karena dia memaksa mempertahankan pria itu.

Tepat di saat Rossa hampir pingsan karena kehabisan napas, tiba-tiba terdengar dering nada ponsel.

Pria yang sedang mencengkeram leher Rossa itu langsung menyibakkan jubah tidurnya dan buru-buru mengambil ponselnya. Saat kembali berbicara, suaranya menjadi penuh kelembutan dan kesabaran, "Fera..."

Fera?

Dia sudah mati. Namun, ternyata setelah mati sekalipun, Rossa masih belum bisa lepas dari kedua orang ini?

Udara segar mengalir deras ke paru-paru Rossa. Rossa terjatuh di atas ranjang dan batuk-batuk hebat. Namun, sesaat kemudian, Rossa merasa ada yang tidak beres.

Ini bukan rumah sakit. Suasana di sekeliling Rossa terasa begitu familier. Di dinding, tertempel tulisan [selamat menikah] dengan warna yang kalem. Rossa ingat, di masa lalu dia sangat menyukai pernikahan bergaya tradisional. Oleh karena itu, Rossa menata kamar pengantinnya dengan nuansa klasik. Seprai putih, tirai putih, semuanya berwarna putih.

Rossa bahkan belajar membuat tulisan "selamat menikah" itu lewat internet. Rossa mengguntingnya satu per satu dengan tangan sendiri, sampai tangannya terluka.

Ini adalah kamar pengantin yang didekorasi sendiri oleh Rossa. Kamar pengantin Rossa dan Arman.

"Aku akan segera ke sana."

Entah apa yang dibicarakan di telepon, tetapi suara Arman tiba-tiba menjadi tegang.

Rossa pun pertahan-lahan mulai kembali tersadar. Pelan-pelan, dia menopang tubuhnya dan duduk. Rossa lalu menatap Arman yang dengan tergesa-gesa mengganti pakaian, lalu berbalik, tanpa menoleh ke arahnya sekali saja.

Seakan-akan, Rossa hanyalah udara dan bukan istri barunya. Mereka baru saja bercinta di ranjang, tetapi Arman bahkan tidak melirik Rossa sedikit pun.

Namun, Rossa sudah lama terbiasa dengan hal itu. Kebiasaan yang sudah tertanam dalam tulangnya.

Baru setelah sosok Arman pergi, Rossa ingat pada malam pernikahannya, setelah dia memberikan obat pada Arman, Fera menelepon dan memanggil Arman untuk pergi.

Belakangan, Rossa mengetahui bahwa pergelangan kaki Fera terkilir.

Pada Fera, meski hanya kulitnya lecet sedikit, Arman akan menganggapnya sebagai masalah besar.

Sementara dirinya, meskipun mengalami kecelakaan mobil dan meninggal di rumah sakit, di mata pria itu, tetap saja hanyalah urusan sepele.

Mengingat semua itu, Rossa pun tiba-tiba tersentak sadar. Dia segera meraba-raba dan mengambil ponselnya. Lalu, dengan tangan gemetar, Rossa menatap tanggal yang tertera di layar, 3 tahun lalu, malam pernikahannya dengan Arman.

Setelah beberapa kali memastikan, barulah Rossa benar-benar yakin. Dia telah kembali ke tiga tahun yang lalu.

Dia... sudah terlahir kembali.
استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 100

    Rossa memang sangat marah. Namun, dalam sekejap dia kembali tenang.Arman adalah suaminya yang akan segera bercerai dengannya. Setelah bercerai, Arman bisa melakukan apa pun yang dia inginkan. Rossa tidak akan terkejut jika Arman segera menikahi Fera, apalagi hanya mengatur agar Fera bergabung dengan Grup Damara."Bu Fera." Rossa menyilangkan tangan di dada. Dia tersenyum dingin dan berkata, "Kamu tahu nggak, ada kata di internet yang memang khusus untuk menggambarkan orang seperti kamu.""Kata apa?" Fera menengadah dengan penuh rasa ingin tahu."Wanita yang tampak tenang dan baik hati, tapi sebenarnya kejam dan manipulatif," kata Rossa dengan acuh tak acuh.Ekspresi Fera sempat tampak sedikit berubah. Namun, Fera dengan cepat menunduk dan mulai meneteskan air mata. "Bu Fera, aku tahu kamu pasti salah paham tentang Kak Arman, makanya kamu sampai menghina aku seperti ini. Tapi, aku nggak akan menyalahkanmu."Arman hanya diam saja."Kalau saat kamu mengatakan semua ini cuma salah paham,

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 99

    Setelah melihat-lihat, Rossa bersiap untuk pergi. Namun, tepat saat hendak keluar dari toko, Rossa melihat Fera masuk sambil menggandeng tangan Arman."Kak Arman, aku sudah punya banyak baju. Kamu nggak perlu beliin aku lagi."Fera masuk dengan sikap malu-malu. Namun begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada Rossa. Dengan ekspresi pura-pura terkejut, Fera berkata, "Bu Rossa, kenapa kamu ada di sini? Jangan-jangan kamu tahu aku dan Kak Arman mau ke sini."Maksudnya adalah, Rossa sudah mengikuti mereka.Bahkan diam-diam, dari sudut yang tidak terlihat oleh Arman, Fera sempat melemparkan tatapan menantang ke arah Rossa.Telapak tangan Rossa mengepal erat. Meskipun dia sudah tidak mencintai Arman lagi, melihat pria itu dengan terang-terangan bermesraan dengan Fera di depan umum, sementara dirinya sendiri bahkan tidak diizinkan dekat dengan pria lain, Rossa merasa semuanya begitu ironis.Hati Rossa sudah mati rasa. Dia menatap mata Arman yang dalam dan gelap itu.Rossa tersenyum dan

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 98

    Rossa mengamati perusahaan pakaian tersebut dan menemukan bahwa perusahaan itu dikelola dengan buruk. Bukan hanya tidak menghasilkan keuntungan, malah justru harus disubsidi oleh grup.Setelah menghabiskan pagi harinya untuk memeriksa laporan keuangan, sore harinya Rossa mengadakan rapat dengan semua departemen untuk mencari akar permasalahan.Namun, di luar dugaan, semua orang saling lempar tanggung jawab. Akhirnya, rapat pun berakhir tanpa hasil.Begitu waktu pulang tiba, Rossa langsung pulang tepat waktu.Begitu Rossa pergi, seluruh kantor mulai bergosip ramai-ramai."Nggak tahu apa-apa, tapi langsung jadi Manajer Umum. Sebenarnya dia punya koneksi apa sih?""Dia dibawa langsung oleh Pak Doddy. Katanya pagi tadi datang naik mobil Pak Arman. Jangan-jangan dia kerabat Keluarga Damara?""Mungkin juga pacar gelapnya Pak Arman.""Bukankah pacar gelapnya Pak Arman itu Bu Fera?""Katanya Pak Arman sudah menikah, berarti yang lain itu cuma selingkuhan."Gosip di kantor pun perlahan mulai me

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 97

    Arman mengejek dengan dingin, "Ini diatur langsung oleh Tuan Besar Dipa untukmu. Kalau kamu nggak pergi, aku hanya bisa membiarkan Tuan Besar Dipa yang mengurusmu."Rossa langsung terdiam.Sejujurnya, di Keluarga Damara, selain Arman, orang yang paling ditakuti Rossa adalah Tuan Besar Dipa.Dia terlihat ramah. Namun entah mengapa, selalu ada perasaan bahwa tidak ada hal yang bisa disembunyikan dari Tuan Besar Dipa. Matanya yang sudah melewati banyak pengalaman, seolah bisa menembus isi hati seseorang.Arman saja sudah mengetahui kondisi Keluarga Naratama, mustahil menyembunyikannya dari Tuan Besar Dipa.Sekarang, Rossa mulai merasa ragu. Jika memang demikian, kenapa dahulu Tuan Besar Dipa setuju menikah dengan Keluarga Naratama? Di kehidupan sebelumnya, Rossa tidak tahu kondisi keluarganya sendiri. Jadi, Rossa selalu menganggap pernikahan itu wajar.Namun, di kehidupan ini, banyak hal terasa berbeda dari yang dibayangkan Rossa."Aku mengerti." Setelah berpikir sejenak, Rossa memutuskan

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 96

    Rossa memandang wajah pria yang begitu tampan di depannya. Arman sama sekali tidak menunjukkan kesabaran padanya. Namun, terhadap Fera, kesabaran Arman seolah tak terbatas. Apa pun yang dilakukan Fera dianggap tidak salah dan dapat dimaafkan.Sementara dirinya, hanya mengucapkan beberapa kata jujur saja tidak diperbolehkan."Aku mengerti," ucap Rossa datar.Jawaban ini jelas jawaban yang diinginkan Arman. Namun, mendengar jawaban patuh dari Rossa membuat Arman merasa gelisah. Sebaliknya, Arman mendapati dirinya merindukan wanita yang pernah berdebat dan bertengkar dengannya. Wanita yang terasa nyata dan penuh semangat.Setelah berkata seperti itu, Rossa menundukkan kepalanya sedikit, menyelinap keluar dari bawah lengan Arman, lalu langsung pergi."Kamu mau ke mana?" Arman tiba-tiba berbalik.Rossa menghentikan langkahnya, menoleh dan menjawab, "Makan."Akhir-akhir ini, Rossa memang sering mengantuk dan cepat lapar. Rossa tahu, ini karena kehamilannya. Untungnya, Rossa tidak mengalami m

  • Aku Tidak Butuh Cintamu yang Terlambat   Bab 95

    Arman terhuyung-huyung akibat dorongan itu. Tubuhnya sedikit mundur ke belakang. Dia juga sama marahnya.'Dia bilang apa tadi? Lumpur busuk?''Rossa, kamu benar-benar hebat.'Arman mengejar Rossa dengan marah. Namun, setelah memasuki rumah utama, Arman tidak dapat menemukannya."Mana dia?" geram Arman.Kepala pelayan menjawab, "Bu Rossa baru saja naik ke lantai atas. Pak Arman, apa Anda ingin memanggil Bu Rossa turun?"Memanggilnya turun, lalu lanjutkan pertengkaran?"Nggak perlu." Langkah Arman terhenti sejenak. Kemudian, Arman berbalik dan menuju ke ruang kerjanya. Meskipun satu tangannya terluka, tetap saja tidak bisa membiarkan segala sesuatunya terbengkalai.…Rossa mengunci dirinya di dalam kamar. Lantaran terlalu marah, perutnya sedikit terasa sakit.Rossa terkejut dalam hati, apakah anaknya ada masalah?Rossa memaksa dirinya untuk tenang. Kemudian, Rossa mengambil ponselnya dan berkonsultasi dengan dokter secara daring. Barulah Rossa tahu bahwa emosi yang terlalu kuat bisa meme

فصول أخرى
استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status