تسجيل الدخول
Rossa memang sangat marah. Namun, dalam sekejap dia kembali tenang.Arman adalah suaminya yang akan segera bercerai dengannya. Setelah bercerai, Arman bisa melakukan apa pun yang dia inginkan. Rossa tidak akan terkejut jika Arman segera menikahi Fera, apalagi hanya mengatur agar Fera bergabung dengan Grup Damara."Bu Fera." Rossa menyilangkan tangan di dada. Dia tersenyum dingin dan berkata, "Kamu tahu nggak, ada kata di internet yang memang khusus untuk menggambarkan orang seperti kamu.""Kata apa?" Fera menengadah dengan penuh rasa ingin tahu."Wanita yang tampak tenang dan baik hati, tapi sebenarnya kejam dan manipulatif," kata Rossa dengan acuh tak acuh.Ekspresi Fera sempat tampak sedikit berubah. Namun, Fera dengan cepat menunduk dan mulai meneteskan air mata. "Bu Fera, aku tahu kamu pasti salah paham tentang Kak Arman, makanya kamu sampai menghina aku seperti ini. Tapi, aku nggak akan menyalahkanmu."Arman hanya diam saja."Kalau saat kamu mengatakan semua ini cuma salah paham,
Setelah melihat-lihat, Rossa bersiap untuk pergi. Namun, tepat saat hendak keluar dari toko, Rossa melihat Fera masuk sambil menggandeng tangan Arman."Kak Arman, aku sudah punya banyak baju. Kamu nggak perlu beliin aku lagi."Fera masuk dengan sikap malu-malu. Namun begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada Rossa. Dengan ekspresi pura-pura terkejut, Fera berkata, "Bu Rossa, kenapa kamu ada di sini? Jangan-jangan kamu tahu aku dan Kak Arman mau ke sini."Maksudnya adalah, Rossa sudah mengikuti mereka.Bahkan diam-diam, dari sudut yang tidak terlihat oleh Arman, Fera sempat melemparkan tatapan menantang ke arah Rossa.Telapak tangan Rossa mengepal erat. Meskipun dia sudah tidak mencintai Arman lagi, melihat pria itu dengan terang-terangan bermesraan dengan Fera di depan umum, sementara dirinya sendiri bahkan tidak diizinkan dekat dengan pria lain, Rossa merasa semuanya begitu ironis.Hati Rossa sudah mati rasa. Dia menatap mata Arman yang dalam dan gelap itu.Rossa tersenyum dan
Rossa mengamati perusahaan pakaian tersebut dan menemukan bahwa perusahaan itu dikelola dengan buruk. Bukan hanya tidak menghasilkan keuntungan, malah justru harus disubsidi oleh grup.Setelah menghabiskan pagi harinya untuk memeriksa laporan keuangan, sore harinya Rossa mengadakan rapat dengan semua departemen untuk mencari akar permasalahan.Namun, di luar dugaan, semua orang saling lempar tanggung jawab. Akhirnya, rapat pun berakhir tanpa hasil.Begitu waktu pulang tiba, Rossa langsung pulang tepat waktu.Begitu Rossa pergi, seluruh kantor mulai bergosip ramai-ramai."Nggak tahu apa-apa, tapi langsung jadi Manajer Umum. Sebenarnya dia punya koneksi apa sih?""Dia dibawa langsung oleh Pak Doddy. Katanya pagi tadi datang naik mobil Pak Arman. Jangan-jangan dia kerabat Keluarga Damara?""Mungkin juga pacar gelapnya Pak Arman.""Bukankah pacar gelapnya Pak Arman itu Bu Fera?""Katanya Pak Arman sudah menikah, berarti yang lain itu cuma selingkuhan."Gosip di kantor pun perlahan mulai me
Arman mengejek dengan dingin, "Ini diatur langsung oleh Tuan Besar Dipa untukmu. Kalau kamu nggak pergi, aku hanya bisa membiarkan Tuan Besar Dipa yang mengurusmu."Rossa langsung terdiam.Sejujurnya, di Keluarga Damara, selain Arman, orang yang paling ditakuti Rossa adalah Tuan Besar Dipa.Dia terlihat ramah. Namun entah mengapa, selalu ada perasaan bahwa tidak ada hal yang bisa disembunyikan dari Tuan Besar Dipa. Matanya yang sudah melewati banyak pengalaman, seolah bisa menembus isi hati seseorang.Arman saja sudah mengetahui kondisi Keluarga Naratama, mustahil menyembunyikannya dari Tuan Besar Dipa.Sekarang, Rossa mulai merasa ragu. Jika memang demikian, kenapa dahulu Tuan Besar Dipa setuju menikah dengan Keluarga Naratama? Di kehidupan sebelumnya, Rossa tidak tahu kondisi keluarganya sendiri. Jadi, Rossa selalu menganggap pernikahan itu wajar.Namun, di kehidupan ini, banyak hal terasa berbeda dari yang dibayangkan Rossa."Aku mengerti." Setelah berpikir sejenak, Rossa memutuskan
Rossa memandang wajah pria yang begitu tampan di depannya. Arman sama sekali tidak menunjukkan kesabaran padanya. Namun, terhadap Fera, kesabaran Arman seolah tak terbatas. Apa pun yang dilakukan Fera dianggap tidak salah dan dapat dimaafkan.Sementara dirinya, hanya mengucapkan beberapa kata jujur saja tidak diperbolehkan."Aku mengerti," ucap Rossa datar.Jawaban ini jelas jawaban yang diinginkan Arman. Namun, mendengar jawaban patuh dari Rossa membuat Arman merasa gelisah. Sebaliknya, Arman mendapati dirinya merindukan wanita yang pernah berdebat dan bertengkar dengannya. Wanita yang terasa nyata dan penuh semangat.Setelah berkata seperti itu, Rossa menundukkan kepalanya sedikit, menyelinap keluar dari bawah lengan Arman, lalu langsung pergi."Kamu mau ke mana?" Arman tiba-tiba berbalik.Rossa menghentikan langkahnya, menoleh dan menjawab, "Makan."Akhir-akhir ini, Rossa memang sering mengantuk dan cepat lapar. Rossa tahu, ini karena kehamilannya. Untungnya, Rossa tidak mengalami m
Arman terhuyung-huyung akibat dorongan itu. Tubuhnya sedikit mundur ke belakang. Dia juga sama marahnya.'Dia bilang apa tadi? Lumpur busuk?''Rossa, kamu benar-benar hebat.'Arman mengejar Rossa dengan marah. Namun, setelah memasuki rumah utama, Arman tidak dapat menemukannya."Mana dia?" geram Arman.Kepala pelayan menjawab, "Bu Rossa baru saja naik ke lantai atas. Pak Arman, apa Anda ingin memanggil Bu Rossa turun?"Memanggilnya turun, lalu lanjutkan pertengkaran?"Nggak perlu." Langkah Arman terhenti sejenak. Kemudian, Arman berbalik dan menuju ke ruang kerjanya. Meskipun satu tangannya terluka, tetap saja tidak bisa membiarkan segala sesuatunya terbengkalai.…Rossa mengunci dirinya di dalam kamar. Lantaran terlalu marah, perutnya sedikit terasa sakit.Rossa terkejut dalam hati, apakah anaknya ada masalah?Rossa memaksa dirinya untuk tenang. Kemudian, Rossa mengambil ponselnya dan berkonsultasi dengan dokter secara daring. Barulah Rossa tahu bahwa emosi yang terlalu kuat bisa meme







