Naya terbangun dan berlari menuju kamar mandi, dia merasakan perutnya bergejolak, mual ingin mengeluarkan isi di dalam perutnya, akan tetapi tak ada yang keluar saat dimuntahkan.
Badannya terasa lemas tak bertenaga, dia mengingat kemarin hanya sempat sarapan sebelum Hanan datang, setelahnya tak dapat dia menelan apapun.
Naya melangkah dengan lemas ke dapur dan membuat teh untuk menghangatkan perutnya. Setelah selesai dia menyesap teh hangat tersebut, dia sedikit lega mualnya berangsur berkurang.
Malam semakin larut, ternyata dia tertidur setelah menangis sejak mengusir Hanan siang tadi. Matanya masih berat, ingin kembali memejam.
Setelah mualnya mereda, Naya kembali ke kamar. Direbahkan kembali tubuhnya di ranjang, mungkin dengan beristirahat kembali mual yang dirasakannya akan menghilang dengan sendirinya.
Namun menjelang Subuh mual yang dirasakannya semakin menjadi, bertambah lemas pula tubuhnya dan tak bertenaga. Naya pun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Dia tidak mau berlarut-larut sakit, karena dia cuma seorang diri di rumah tanpa siapapun.
Pukul delapan Naya bergegas ke rumah sakit setelah memesan taxi online, dia tidak berani mengendarai mobil sendiri dengan kondisinya yang seperti itu.
Sampai di rumah sakit Naya pun langsung diperiksa oleh Dokter."Untuk sementara Ibu dirawat inap dulu, Ibu kecapekan dan stres yang membuat kandungan Ibu melemah. Sementara Ibu harus istirahat dulu, jangan banyak bergerak untuk kebaikan janin yang Ibu kandung," ucap Dokter setelah memeriksa Naya.
"Janin, Dok? Apa yang Dokter maksud?" tanya Naya lemah.
"Ibu Naya sedang hamil sekarang, kandungan Ibu sudah memasuki enam minggu. Apa Ibu belum tahu kalau sedang mengandung?"
"Tidak Dok, saya tidak tahu jika saya sedang hamil. Apakah benar saya hamil Dok?" Mata Naya berkaca-kaca, tak menyangka dia sedang mengandung.
"Iya, Ibu sedang mengandung. Baiklah Bu, sebaiknya Ibu istirahat dulu, nanti kita lihat perkembangan janinnya setelah keadaan Ibu mulai membaik, dan sebaiknya Ibu menghubungi suami Ibu agar bisa mendampingi saat diperiksa. Berhubung pemeriksaan sudah selesai saya permisi dan silahkan beristirahat, Bu." Dokter melangkah meninggalkan Naya sendiri.
Naya menangis terharu, dia meraba perutnya yang masih datar, dia merasa tidak percaya bahwa ada kehidupan lain di rahimnya. Air matanya terus menetes, dia merasa sangat bahagia akhirnya bisa mengandung setelah sekian lama.
Naya tak menyangka akan diberikan anugrah terindah. Dia mengambil ponsel dan akan memberi tahu Hanan kabar bahagia tersebut. Naya berpikir Hanan pasti bahagia mendengar kabar dia akhirnya telah hamil.
Naya tersadar, teringat penghianatan Hanan, dia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Hanan. Mungkin jika Hanan tidak menikah lagi, Naya akan dengan senang hati memberi suaminya itu kabar gembira. Tapi sekarang Naya tidak yakin Hanan akan bahagia mendengar kabar Naya hamil.
Air mata Naya kembali luruh membayangkan nasib anaknya kelak ketika lahir nanti. Naya berat untuk menerima Hanan kembali, tapi jika Naya berpisah dengan Hanan, dia akan memisahkan ayah dari anaknya dan anaknya pun akan lahir tanpa sosok ayah.
Naya mengusap air matanya, dia harus kuat, dia tidak boleh lemah demi anaknya. Naya harus bisa melindungi anaknya walau harus membesarkannya sendirian, dia pasti bisa melakukannya.
Naya mencoba memejamkan mata, dia harus istirahat jika ingin cepat pulih dan kembali pulang.Keesokan harinya tubuh Naya sudah mulai segar walau belum sepenuhnya sembuh. Tapi sudah jauh lebih baik dari kemarin. Rasa mual yang dirasakannya masih sering datang, tapi dia tidak terlalu memusingkannya karena dia sudah tahu penyebabnya.
Hari ini Dokter akan memeriksa kembali janin Naya, dia sudah tidak sabar lagi menunggu Dokter datang.
"Selamat pagi Bu, apa kabar hari ini?" tanya Dokter yang telah masuk disertai perawat di belakangnya.
"Alhamdulillah sudah membaik, Dok. Apa hari ini Dokter akan memeriksa janinnya, Dok?" Naya tidak sabar sekali untuk melihat keadaan janinnya.
Dokter tersebut tersenyum mendengar pertanyaan Naya, "Iya Bu, kelihatannya Ibu sudah tidak sabar melihat janin yang Ibu kandung."
Naya mengangguk tersenyum malu. Tidak dapat dipungkiri kalau dia memang tidak sabar untuk segera memastikan keadaan janinnya.
"Baiklah, Suster tolong bantu Ibu Naya duduk di kursi rodanya. Kita bawa ke ruang pemeriksaan."
"Baik Dok." Suster mulai membantu Naya duduk di kursi roda dan mendorongnya menuju ruang pemeriksaan.
Masuk ke ruang pemeriksaan, Naya berdebar, dia merasa gugup dan tidak sabar sekali.
Dia berbaring di ranjang begitu sampai di ruang pemeriksaan, dilihatnya perawat dan dokter sibuk mengambil alat-alat medis yang dibutuhkan.Dokter mulai mengoleskan gel di atas perut Naya. "Baiklah Bu, kita lihat ya janinnya, ini kantong janinnya. Sehat ya Bu janinnya. Ibu harus menjaga pola makannya, jangan kelelahan dan stres ya Bu, karena kandungan Ibu masih lemah, rawan keguguran." Dokter menjelaskan pada Naya dengan seksama.
Naya melihat ke arah layar monitor, netranya berbinar merasa takjub. Dia benar-benar hamil, di dalam rahimnya ada kehidupan yang sangat dinantikannya selama ini. Naya tidak bisa menahan haru. Sungguh besar sekali kuasa Allah karena telah memberikan kesempatan untuknya menjadi wanita seutuhnya.
"Baik Dok." Naya mendengarkan semua penjelasan Dokter.
"Baiklah kita kembali ke ruang rawat, Ibu harus beristirahat yang cukup, supaya kondisi Ibu cepat membaik," ucap Dokter sambil tersenyum ramah.
"Terima kasih Dokter." Naya benar-benar bahagia, dia harus cepat pulih dan pulang.
Lima hari setelah dirawat di rumah sakit, kini keadaan Naya sudah sepenuhnya pulih. Hari ini dia sudah diijinkan pulang setelah Dokter datang memastikan dia sudah pulih sepenuhnya.
"Selamat Bu, hari ini Ibu sudah diperbolehkan pulang. Tapi ingat dijaga pola makannya ya Bu, supaya nutrisi janinnya tercukupi."
"Terima kasih banyak Dokter," ucap Naya berterima kasih.
"Sama-sama Bu, kalau begitu saya permisi." Dokter pun berlalu meninggalkan ruangan Naya.
Naya pun bersiap untuk segera pulang, dia mengurus sendiri administrasi, karena memang dia tidak mengabari Hanan. Dia tidak siap bertemu dengan Hanan, dia takut tidak bisa menahan diri lagi jika bertemu dengan sang suami.
Naya kembali memesan taxi online untuknya pulang. Setelah taxi datang, dia bergegas meninggalkan rumah sakit. Di dalam taxi Naya menghidupkan ponselnya, karena selama di rumah sakit ponselnya sengaja dimatikan, dia tidak mau terganggu dengan panggilan atau pun pesan dari Hanan.
Setelah ponsel menyala, dilihatnya banyak sekali pesan dari Hanan, Naya tidak berniat membukanya, bahkan malas untuk membacanya.Selang beberapa menit ada panggilan dari Hanan, dia mengabaikan panggilan tersebut. Naya hanya ingin tenang sejenak tanpa Hanan. Tanpa memikirkan apapun tentang Hanan dan juga pernikahannya.
Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku
Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d
"Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa
Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Naya melalui hari-hari damainya di rumah Irham. Di rumah Irham terdiri dari tiga anggota keluarga, ada Irham, Alina dan juga Alisa–gadis kecil buah hati mereka.Untunglah Naya tidak terlalu kesepian karena ada mereka. Apalagi Alisa sangat menggemaskan. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Alisa tumbuh dengan baik. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Sejenak Naya merasa iri dengan kehidupan Alisa, dalam benaknya Naya bertanya-tanya, akankah anaknya kelak akan tumbuh ceria seperti Alisa di saat hanya ada ibunya yang membesarkannya.Ketakutan akan ketidak mampuannya membesarkan anaknya kelak, selalu menghantui Naya.Apalagi jika kelak dia ditanya oleh anaknya di mana ayahnya berada, mau bagaimana Naya menjawabnya? Tidak mungkin Naya menceritakan semua pada anaknya. Naya takut akhirnya anaknya akan membenci ayahnya sendiri.Apakah Naya sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang ayah kandungnya? Naya menghela
Pov Hanan Netraku mulai meneteskan air mata begitu mendengar ketukan palu dari Hakim pertanda berakhirnya sidang perceraianku dengan Naya.Dengan begitu, berakhir pula pernikahan yang sudah sepuluh tahun aku bina dengan Naya. Pernikahan yang membuatku menjadi lelaki paling bahagia karena bisa mendapatkan istri seperti Naya.Setiap yang ada pada diri Naya adalah dambaan semua lelaki. Seharusnya aku merasa beruntung memiliki Naya, bukan malah menyakitinya begitu saja.Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anakku, darah dagingku. Seharusnya pernikahanku dengan Naya dipenuhi dengan kebahagiaan menanti kehadiran anak pertama kami.Aku tidak akan bisa melihat kelahiran anak pertamaku yang begitu aku tunggu-tunggu. Karena masa hukumanku yang masih lama. Saat anakku lahir, aku masih berada di dalam penjara.Entah Naya kelak mengijinkan aku untuk bertemu dengan anakku sendiri atau tidak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.Sesungguhnya aku sangat berharap Naya mau memberikan