Share

Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir
Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir
Author: Masrie Napitupulu

Pertemuan Mengesalkan

last update Last Updated: 2025-07-25 17:16:04

Kereta api meluncur dengan kecepatan yang stabil, membawa Andien Clouwi menuju kota kecil tempat makam sang kakak. Sesaat ia tiba di tanah air setelah sekian lama di luar negeri. Ia duduk di pojok kereta, memandang keluar jendela sambil memeluk buket bunga lili ungu segar.

Namun, pikirannya tidak lagi di perjalanan, melainkan di berita yang baru saja diterimanya dari sahabatnya. Air matanya luruh, berdesakan dengan rasa sakit atas sebuah pengkhianatan yang terus menusuk hatinya.

'Kekasihmu berselingkuh. Aku melihatnya langsung.'

Isi pesan itu terus berputar di kepalanya, membuat jantungnya nyaris melompat dari tempatnya. Keceriaannya seketika hilang, meninggalkan amarah dan kesedihan yang menyatu sangat cepat.

Air matanya tidak lagi terbendung, luruh begitu saja memenuhi kedua pipi tirusnya. Ia sangat yakin sahabatnya tidak mungkin berbohong.

Ia kembali membuka handphone, untuk memeriksa balasan pesan yang beberapa detik yang lalu ia kirimkan ke sang kekasih. Tapi saat itu juga, kereta api melambat dan berhenti di stasiun. Pintu gerbong kereta terbuka.

Dengan hati kesal, segera Andien menutup handphonenya sangat kasar. Ia tergesa-gesa turun dari kereta. Kedua sudut matanya yang mengembun mengaburkan pandangannya, ditambah pikirannya yang masih berkecamuk membuatnya tidak fokus dengan jalannya.

Bersaman saat itu juga, seorang pria dengan gaya casualnya, naik tepat di pintu gerbong yang sama. Andien tidak memperhatikan pria tersebut, dan akhirnya ia menabrak sang pria.

"Ahkk, sial!" Kata-kata itu meluncur ringan dari bibir Andien. Tapi, ia tidak melihat apa yang sudah terjadi pada pria di depannya.

Kelopak bunga lili berwarna ungu sebagai penghargaan terakhir untuk sang kakak tercinta, kini bertaburan di kemeja putih polos sang pria, meninggalkan noda yang mencolok di sana.

"Kau tidak bisa melihat apa?" marah sang pria bernama Edgar Mathew, memepet Andien sehingga gadis itu mau tak mau harus mundur, dan akhirnya tersudut di sela jejeran kursi penumpang.

Kaget dan gusar, Andine mengangkat kepala cepat, melihat pria yang berdiri sangat dekat di hadapannya dengan raut wajah kemarahan. Matanya yang gelap dan tajam menyipit, mengamati wajah tegang Andine.

Melihatnya terdiam dan hanya memelototinya, amarah Edgar semakin memuncak.

"Lihat, apa yang sudah kau lakukan pada kemejaku!" geram Edgar, menunjuk noda bunga di kemejanya. Sementara matanya melebar seperti hendak menelan gadis di hadapannya.

Andien yang masih kesal, terpancing untuk membalas dengan nada yang tinggi, "Itu salahmu! Kau yang tidak memperhatikan jalanmu!"

Andien mengangkat dagu sambil menggeram kesal ke pria gusar di depannya.

"Minggir, aku mau turun!"

Namun, Edgar yang juga sedang terburu-buru hendak ke ulang tahun neneknya, tak kalah kesal, dia menggeram penuh amarah. Merasa dirinya direndahkan dengan sikap sombong gadis tidak sopan di depannya.

"Kau harus bertanggungjawab dengan noda di kemejaku ini dulu!"

"Halahh, tinggal bawa ke laundry saja, selesai!" Andien mengibaskan tangannya cuek di permukaan kemeja Edgar.

"Sekarang minggir dari depanku, aku terburu-buru!" ujar Andien menatap tajam Edgar.

Namun, bukannya bergeser ke samping, dengan lancang Edgar menarik tangannya turun dari kereta. Membawanya ke tempat sedikit sepi.

"Lepaskan tanganku, dasar pria mesum!" Setengah berteriak, Andien menarik paksa tangannya dari genggaman Edgar. "Aku harus pergi sekarang!"

"Sial! Lalu, bagaimana dengan kemejaku ini?" Edgar membungkuk ke depan, menyesuaikan tingginya dengan tubuh Andien yang mungil, hampir terbilang pendek. Sembari menatap dalam-dalam wajah sang gadis.

Andien meremas tangkai bunga di tangannya. Andien merasa kalau Edgar lah yang bersalah dengan semua yang terjadi, tapi ia tidak mau terjebak dengan pria asing itu, mau tak mau ia terpaksa meminta maaf.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucapnya dingin. Berharap setelahnya Edgar langsung membiarkannya pergi.

"Hu um... tidak semudah itu, Nona. Kau tidak tahu aku tengah terburu-buru ke acara penting. Sementara, kemejaku? Lalu, lihatlah karena kau, aku jadi ketinggalan kereta!"

Apa katanya, terburu-buru? Lalu, bagaimana denganku? Apa lagi tadi, karena aku? Dasar pria mengesalkan!

Andien menahan diri tetap diam, menekan rasa kesal dan amarah dalam dada yang terus bergemuruh hebat. Sesekali menarik sudut bibirnya, menunggu pria mengesalkan di depannya selesai merepet.

"Kau tidak tahu siapa aku dan seberapa mahal kemejaku ini! Aku tidak bisa sembarang memberikan pakaianku ke laundry!"

Andien yang berpikir tidak akan berdebat panjang lebar dengan pria di depannya, cuma bisa mengutuk dalam hati, menahan diri untuk tetap tidak menjawab.

"Hahk, tidak bisa jawab, 'kan? Bahkan aku rasa gajimu sebulan pun belum cukup membeli sepotong kemeja seperti ini."

Andien menggertak gerahamnya kasar, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya terlihat memutih. Di bibirnya tersungging senyum sinis, ucapan Edgar itu sangat merendahkannya. Pria itu tidak tahu, kalau ia merupakan orang penting di perusahaan besar milik kekasihnya.

Tapi... sesaat setelah memikirkannya kembali, Andien tertunduk dalam rasa sakit. Mengingat berita yang ia terima beberapa menit yang lalu.

"Kenapa diam?" ejek Edgar angkuh, merasa menang melihat lawan bicaranya tidak bisa berkata-kata.

"Aku minta maaf. Sumpah, aku tidak sengaja tadi, aku sedang terburu-buru hendak ke makam kakakku sebelum hari semakin sore. Jadi, aku rasa tidak perlu memperpanjangnya lagi," kata Andien, suaranya bergetar. Dengan raut wajah yang memelas, perlahan mengangkat kepala untuk melihat ekspresi wajah pria itu.

"Tidak bisa, bagaimanapun kau harus membersihkan kemejaku ini sebelum jam lima sore! Tidak mungkin aku mengenakan kemeja kotor begini ke acara penting!"

Merasa itu hanya akal-akalan Edgar, dia hanya perlu pulang dan mengganti kemejanya. Sementara, masih cukup waktu sampai ke jam lima sore.

"Kau memintaku untuk membersihkannya?" tanya Andien kesal, meski dengan jelas telah berkali-kali mendengar kata itu dari Edgar.

"Tidak!"

"Lalu?" Andien kaget, sampai tubuhnya berjengit ke belakang. Matanya terbelalak, tidak sabar menunggu jawaban Edgar.

"Kau harus membayarnya!"

"Membayar apa? Bukankah cuma noda bunga?"

"Iya, tapi noda ini sudah kering, dan---"

"Cukup!" potong Andien sambil mengeluarkan dompet dari tasnya. Lama-lama ia gerah dengan sikap pria itu. "Berapa aku membayarnya?" Dengan angkuhnya bertanya sambil menatap Edgar, menunggu jumlah nominal terucap dari bibirnya.

Edgar menaikkan satu alisnya, sembari memberikan senyum smirknya. Pria itu menjawab datar, "Satu miliar."

"A-apa kau sudah gila?"

Edgar menggeleng cepat, kemudian tertawa kecil seperti mengejek Andien yang pucat dan langsung menutup dompetnya.

"Tapi..." Edgar sengaja menggantung ucapannya, memperhatikan wajah pucat Andien yang terus memelototinya. "...kau punya dua pilihan."

"P--pilihan apa itu?" Gugup, Andien bertanya hampir tidak terdengar, suaranya tercekat di leher.

"Kau ikut aku sekarang atau membayar satu miliar, waktumu hanya sepuluh menit dari sekarang!"

Andien ternganga sambil menepuk-nepuk wajahnya tidak percaya. Kepalanya mendadak pening, ia merasa sekelilingnya berputar-putar dan seolah ia tengah bermimpi buruk. Andien memandang dompetnya, kemudian memandang Edgar dengan tatapan yang menyedihkan.

Ia berkata nyaris tak terdengar, "Aku pilih yang kedua. Tapi, apa maksudmu ikut denganmu?"

Alih-alih menjawab, Edgar hanya tersenyum dan menarik tangannya naik ke kereta yang baru saja berhenti.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Ramuan Penyubur Kandungan

    Edgar menatap kosong ke depan. Ada rasa kasihan yang timbul dalam hatinya. Namun, dia tetap akan memilih sang nenek. "Andien, maafkan aku. Kau boleh memakiku atau menghabiskan uangku, tapi jangan minta aku menolak permintaan nenek." Andien segera sadar, sekuat apapun dirinya tidak akan mampu membujuk Edgar. Ia harus bisa memikirkan cara lain, agar bisa terbebas dari Edgar, sebelum hari pernikahan mereka. "Baik, aku setuju menikah." Mendengarnya, spontan Edgar melompat dari duduknya saking senangnya. "Benarkah?" tanyanya dengan raut wajah penasaran karena belum bisa yakin sepenuhnya. Andien mengangguk. "Tapi, aku meminta satu hal." "Katakan! Aku akan melakukan apapun untukmu, asal kau setuju dengan permintaan nenek." Andien membungkam seolah tengah memikirkan, apa rencananya ini terlalu jahat? "Sebelum kita menemui nenek sore ini, tolong antarkan aku ziarah ke makam kakakku." Merasa itu bukanlah hal yang sulit, Edgar setuju. "Iya. Sekarang berkemaslah, aku tunggu di bawah," uj

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Rencana Nenek

    "Diandra?" desisnya. Sekujur tubuh Andien menegang seperti tersengat listrik bertegangan tinggi. Jantungnya berdegup kencang. Ia mendekat sambil mengucek kedua matanya, untuk melihat lebih jelas lagi wanita dalam foto itu benar Diandra, kakaknya. Baru saja mau melangkah masuk, terdengar suara langkah kaki di belakangnya, di susul suara beratnya yang menggema. Sontak Andien berbalik badan cepat. "Apa yang kau lakukan di sini?" Suara itu tidak asing lagi namun terdengar dingin dan tidak ramah. "Edgar!" Andien tampak salah tingkah. Matanya terpaku pada wajah dingin di depannya. "M-maaf, aku---" Belum selesai bicara, Edgar sudah menarik dan membawanya dari sana. "Lepaskan, kau menyakitiku!" ringis Andien menarik tangannya dari cengkeraman kuat tangan Edgar. Kemudian, mengelus lengannya yang sakit dan memerah dengan wajah merengut. "Masuk ke kamarmu. Aku tidak mau nenek sampai melihatmu berkeliaran." "Apa yang salah? Aku tidak merusak atau mencuri barang-barang di si

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Tiba-tiba Bertunangan

    Edgar tak bisa menutupi rasa gugupnya, sekilas melirik ke Andien yang juga terlihat gelisah. Otaknya bekerja keras mencari cara untuk menyakinkan sang nenek. "Benar, Nek. Sebenarnya aku dan Andien sudah lama berpacaran, hanya saja selama ini Andien tinggal di luar---" Edgar menghentikan ucapannya ketika sang nenek mengangkat tangan kirinya ke atas. Tak lama kemudian beberapa orang pria berseragam datang menghampiri Margaret. "Segera siapkan keperluan pertunangan Edgar dengan calon cucu mantu," titah Margaret. Mendengarnya, Andien terbelalak, tidak percaya apa yang akan segera terjadi. Semuanya terasa tiba-tiba, ia merasa seperti benar terperosok ke dalam mimpi buruk. Sementara dirinya disewa sebagai pacar pura-pura, bukan untuk benar-benar kekasih Edgar. Andien melihat Edgar yang berdiri di sampingnya, seolah meminta pria tersebut untuk menjelaskan semuanya kepada sang nenek. "Nek, kita mau merayakan hari ulang tahunmu yang ke 91 tahun, bukan pertunangan. Apa nenek lupa

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Hadiah Cucu Mantu Untuk Nenek

    Entah apa dalam pikirannya, Andien merasa kembali berada di dalam mimpi buruk saat mereka sudah berada di dalam kereta api. Ia bahkan tidak tahu kemana pria asing itu akan membawanya. Sialnya, ia tidak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Edgar. Ia tidak memiliki uang cash satu miliar, sementara semua kartu banknya ada pada kekasihnya yang berkhianat. "Kau ingin menculikku?" Andien bertanya tanpa berani melihat pria di sampingnya. Tangannya meremas sisi gaunnya untuk menguasai rasa gugup dan kakunya. Sementara buket bunga lili ungu untuk sang kakak, ia biarkan teronggok di bawah kursinya. Beberapa detik kemudian, ia sadar dengan kenyataan. Melihat penampilan Edgar yang terkesan dari keluarga bangsawan ketimbang seorang penculik. Edgar tertawa dengan pandangan matanya tetap ke depan. "Buat apa menculikmu?" Jawaban itu menarik atensi Andien, segera memutar kepala ke samping dan bertanya, "Lalu, untuk apa kau membawaku?" "Aku membutuhkanmu sebagai pacar pura

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Pertemuan Mengesalkan

    Kereta api meluncur dengan kecepatan yang stabil, membawa Andien Clouwi menuju kota kecil tempat makam sang kakak. Sesaat ia tiba di tanah air setelah sekian lama di luar negeri. Ia duduk di pojok kereta, memandang keluar jendela sambil memeluk buket bunga lili ungu segar. Namun, pikirannya tidak lagi di perjalanan, melainkan di berita yang baru saja diterimanya dari sahabatnya. Air matanya luruh, berdesakan dengan rasa sakit atas sebuah pengkhianatan yang terus menusuk hatinya. 'Kekasihmu berselingkuh. Aku melihatnya langsung.' Isi pesan itu terus berputar di kepalanya, membuat jantungnya nyaris melompat dari tempatnya. Keceriaannya seketika hilang, meninggalkan amarah dan kesedihan yang menyatu sangat cepat. Air matanya tidak lagi terbendung, luruh begitu saja memenuhi kedua pipi tirusnya. Ia sangat yakin sahabatnya tidak mungkin berbohong. Ia kembali membuka handphone, untuk memeriksa balasan pesan yang beberapa detik yang lalu ia kirimkan ke sang kekasih. Tapi saat itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status