Share

bab 6

Author: Rvn
last update Last Updated: 2025-10-07 21:08:02

***

Terdengar suara ketukan pelan di pintu. Sebelum Alea sempat menyahut, pintu itu sudah terbuka, dan Reyhan melangkah masuk tanpa menunggu izin.

"Kamu belum tidur, Lea?" suaranya lembut, tapi terdengar ada sesuatu yang disembunyikan di balik nada tenangnya.

Dalam lamunan, tatapanku terhenti pada sosok Reyhan. Tiba tiba ingatan itu muncul di pertengahan novel, dia mati karena overdosis obat. Kematian yang tragis, menyedihkan, dan terasa begitu sia sia.

Dadaku sesak membayangkannya. Reyhan yang ada di hadapanku sekarang begitu hangat, begitu baik padaku. dan aku tidak ingin akhir yang kelam itu menjemputnya. Aku harus melakukan sesuatu agar takdirnya berubah.

"Kak Reyhan? Ada apa ke sini?" Alea bangkit sedikit, menatap kakaknya yang kini duduk di tepi ranjangnya.

Reyhan tersenyum tipis.

"Besok kakak mau pergi, Mungkin, sekitar sebulan kakak nggak pulang"

Alea menatapnya heran.

"Pergi ke mana?"

"Traveling" jawab Reyhan ringan, menatap langit langit seolah sedang membayangkan tempat yang jauh.

"kakak suka keliling dunia, kamu tahu kan?"

Alea menggigit bibirnya. "Terus... aku gimana di sini?"

Reyhan menunduk, mengacak lembut rambut adiknya. "Kamu kan nggak sendiri. Ada Mama, Kak Dava, juga Papa. Lagipula, suatu hari nanti, kakak janji bakal ajak kamu juga"

Reyhan walaupun nyebelin tapi aku selalu tenang jika bersamanya setidaknya aku tau dia tidak akan menyakitiku, sesekali aku selalu punya pikiran untuk mengadu padanya akan kah nasibku berubah.

tak lama datang suara langkah dekat pintu, itu adalah ibu mereka menatap keduanya dengan dingin.

"Reyhan sedang apa di sini?

"aku sedang mengobrol dengan alea"

Reyhan berdiri perlahan, menatap ibunya yang kini bersandar di ambang pintu. Sorot mata wanita itu tajam, dingin, seolah keberadaan mereka berdua di kamar itu adalah sebuah kesalahan besar.

"Ngobrol? Tengah malam begini?" nada suaranya datar, tapi menusuk.

Reyhan melangkah mendekat ke ibunya, mencoba tersenyum meski jelas ada ketegangan di wajahnya.

"Aku cuma pamit, Ma. Besok pagi aku berangkat. Nggak sempat ketemu Alea kalau nunggu pagi"

Wanita itu terdiam sejenak, lalu menghela napas.

"baik. Tapi jangan lupa, Reyhan, tanggung jawabmu belum selesai di rumah ini"

"Aku tahu" jawab Reyhan lirih.

"Alea bisa ikut mama sebentar?

"ma, ini kan udah malem biarkan Alea istirahat"

"ini bukan urusan kamu Reyhan"

***

Alea mengikuti ibu angkatnya ke sebuah ruangan, menatap sekeliling ruangan itu dengan bingung. Lampu gantung kristal di langit langit memantulkan cahaya lembut, tapi hawa di dalam terasa dingin dan kaku. Di atas meja, deretan kalung, gelang, dan cincin berkilau di bawah cahaya lampu.

Desainer yang duduk di sana menatapnya dengan senyum tipis.

"Ah, ini Alea, ya?" suaranya ramah, tapi ada nada profesional yang kaku di baliknya.

Ibu angkat Alea duduk di kursi utama, menatap putrinya tanpa ekspresi.

"tolong pilihkan perhiasan untuk di pakai putriku di acara ulangtahun perusahaan" ujarnya datar.

Desainer itu berdiri, mengambil sebuah kalung perak bertabur batu biru.

"Mari kita coba yang ini dulu" katanya pelan sambil melangkah mendekat.

Kalung itu terasa dingin di kulit Alea ketika dipasangkan di lehernya. Beratnya membuatnya sedikit menunduk.

"Bagus" desainer itu menatap Alea dari berbagai sisi.

"Tapi posturmu jangan menunduk seperti itu. Tegakkan bahu. Tersenyumlah sedikit"

Alea mencoba tersenyum, tapi senyum itu kaku, hambar, dan matanya terlihat sendu.

"acara perusahaan kali ini sangat penting Alea, kamu harus berusaha semaksimal mungkin putriku" ujar ibunya dengan senyuman yang membuat Alea merinding.

Alea menelan ludah pelan. "iya, Ma…" jawabnya nyaris berbisik.

Senyum di wajah sang ibu tak berubah, tapi dinginnya jauh lebih menusuk daripada teguran apa pun.

Desainer itu kembali memilih beberapa anting dan gelang lain, menyesuaikan warna batu permata dengan gaun yang akan dikenakan Alea. Semua terasa mewah, indah, tapi juga seperti rantai tak terlihat yang membelit tubuhnya.

Setelah selesai, sang ibu berdiri, berjalan mendekat, dan merapikan posisi kalung di leher Alea. Jemarinya lembut, tapi gerakannya kaku, seperti memperlakukan boneka porselen.

"lihat, betapa cantiknya kamu kalau mau menurut" ucapnya lirih, namun tajam.

Alea menatap bayangannya di cermin besar di depan mereka. Gadis itu tampak anggun, tetapi bukan dirinya hanya seseorang yang harus terlihat sempurna di mata orang lain.

"acara ulang tahun perusahaan ini akan disiarkan langsung, Alea. Semua mata akan tertuju pada keluarga kita" lanjut sang ibu sambil berbalik ke arah desainer.

"Aku tak mau ada cela. Tidak di pakaian, tidak di sikap, tidak di senyum"

Alea mengangguk kecil. "Baik, Ma"

Ia ingin berkata bahwa semua ini terasa menyesakkan, bahwa ia tak nyaman mengenakan sesuatu yang bukan pilihannya, tapi suaranya lenyap di tenggorokan.

"Kalau begitu, cukup untuk malam ini" ujar sang ibu, lalu menatap Alea lagi.

"Besok, setelah pulang sekolah, kamu datang ke ruang rias. Kita akan latihan senyum dan postur tubuh. Jangan terlambat"

Sebelum Alea sempat menjawab, wanita itu sudah berbalik dan melangkah keluar ruangan, meninggalkan aroma parfum mahal yang menggantung di udara.

Desainer menatap Alea sebentar, lalu menunduk sopan. "Kamu beruntung punya ibu yang sangat memperhatikanmu" katanya, seolah tak sadar bahwa kalimat itu terdengar seperti ironi.

Begitu pintu tertutup, Alea berdiri diam di sana, menatap cermin sekali lagi.

Kalung itu berkilau, tapi kulit lehernya terasa perih, seolah logam dingin itu menggigitnya perlahan.

"Beruntung?" gumamnya pelan.

"Kalau begini rasanya… aku lebih merasa seperti milik seseorang, bukan putrinya"

Ia melepas kalung itu perlahan, lalu menatap pintu dengan pandangan kosong.

"sungguh menyesakan, kenapa aku harus hidup seperti ini, dan kenapa aku ada di sini, aku harus cepat cepat cari cara untuk pergi dari sini sebelum aku mati perlahan di sini" gumam Alea.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku bukan Alea   plotnya ke luar jalur

    *** Alea menunduk sedikit, berusaha mengabaikan tatapan tatapan tajam yang mengikuti setiap langkahnya. Bisik bisik muncul begitu ia lewat berhenti sesaat ketika ia menoleh, lalu kembali muncul lebih pelan namun semakin menusuk. Rasanya seperti semua orang di sekolah tiba tiba berubah menjadi hakim yang siap menjatuhkan vonis. Alea tidak mengerti apa yang terjadi. Dengan dada yang mulai sesak, ia mempercepat langkah dan segera masuk ke kelas. Begitu melihat kedua sahabatnya, ia langsung menghampiri. "Kenapa sih? Kok semua orang ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Alea, suaranya bergetar namun berusaha terdengar tenang. Salah satu sahabatnya saling melirik dengan wajah tidak enak. "kamu… beneran gak liat grup sekolah?" Alea mengerutkan kening. "Emang kenapa? Ada apa?" "coba kamu baca sendiri aja" Alea membuka ponselnya. Notifikasi grup sekolah memenuhi layar. Begitu ia membuka pesan paling atas, dunia rasanya berhenti sejenak. Sebuah postingan menyebar cepat, Keenan dan

  • Aku bukan Alea   Di bonceng pertama kali

    Begitu sarapan selesai, para pelayan mulai membereskan meja. Nenek masih duduk di kursinya sambil memperhatikan Alea dan Keenan yang sejak tadi terlihat salting satu sama lain tapi sama sama pura pura tenang. "Alea, kamu sama Keenan berangkat bareng ya" ucap nenek tiba tiba. Alea tersentak. "sama Luna juga kan nek" "gak usah aku bisa naik bis kok" ucap Luna dengan senyum di bibirnya. "nanti Luna supir yang antar" ucap nenek. Keenan bangkit sambil meraih tasnya. "Ayo" Nada suaranya datar, tapi kedua telinganya masih merah. *** Di halaman depan, motor Keenan sudah terparkir rapi. Motor hitam itu mengkilap, model sport tapi tidak terlalu besar pas dengan gaya Keenan yang stylish. Alea berhenti di samping motor itu. "Naik motor…?" tanyanya ragu. Keenan memasang helm cadangan pada kepala Alea tanpa menjawab, benar benar tanpa meminta izin dulu. Gerakannya hati hati, seolah takut menyakiti. Tangan Keenan sempat bersentuhan dengan pipi Alea. Alea langsung menahan na

  • Aku bukan Alea   Percakapan pelayan

    Di sisi kamar yang remang, Nyonya alfarez melangkah masuk ke kamar nenek. Wajahnya tegang, suaranya penuh emosi yang ditahan. "Maksud Ibu apa sih, bawa Alea ke sini?" tanyanya ketus. Nenek menatapnya tanpa bergeming. “Kamu tanya saja pada anakmu" Nyonya alfarez menghela napas keras, matanya memerah oleh kekesalan. "Bu, sepertinya di rumah ini tidak ada yang menghargai perasaan aku, Lama lama Ibu juga mau bawa perempuan itu ke sini… dan anak haramnya, ya kan?" Nenek menatapnya tajam, suaranya rendah tapi tegas. "Diana, jangan samakan Alea dengan perempuan itu. Mereka berbeda. Hanya karena kamu tidak suka seseorang, bukan berarti orang itu buruk" "tuh ibu juga tahu aku tidak suka dia…" "Ibu tahu," potong nenek lembut. "Tapi Ibu juga tahu siapa kamu sebenarnya, Coba buka sedikit saja hatimu untuk Alea, Ibu yakin… dia bisa menjadi teman di kala sepimu" "Alea sama aja sama keluarganya, tamak" "soal itu kamu bisa menilainya sendiri... nyonya alfarez pun tak bicara

  • Aku bukan Alea   pindah ke rumah baru

    Alea mengikuti nenek Keenan menuju mobil keluarga itu. Udara malam terasa menekan, angin dingin membuat kulitnya merinding, tapi bukan karena cuaca melainkan karena apa yang baru saja terjadi. Perjanjian itu, keputusan itu semuanya berlangsung terlalu cepat. Begitu pintu mobil terbuka, Alea sempat menoleh. Di depan pintu rumah, tuan dan nyonya Marvelle berdiri terpaku. Wajah mereka campuran antara keterkejutan, ketamakan, dan ketakutan. Tapi tidak ada sedikit pun belas kasihan yang tersisa dalam diri Alea untuk mereka. Tidak setelah semua yang mereka lakukan. dia masuk ke mobil, dan perjalanan menuju rumah keluarga Keenan dimulai. *** mobil berhenti, pintu depan terbuka otomatis. Lampu lampu taman menyala lembut memandikan halaman luas itu dengan cahaya putih pucat. Alea turun, mengikuti nenek Keenan masuk. Sang nenek berjalan anggun, seolah seluruh tempat ini berputar mengikuti langkahnya. Begitu pintu utama terbuka, sosok seorang wanita muncul di ambang pintu.

  • Aku bukan Alea   Sebuah Jaminan

    *** Alea turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah megah itu. Begitu melewati pintu utama, langkahnya terhenti. Di ruang tamu, nenek Keenan sedang duduk sambil mengobrol dengan kedua orangtua angkatnya. "Alea, sini nak…" panggil sang nenek sambil tersenyum. Alea mendekat pelan. Tatapannya berpindah ke kedua orangtuanya yang terlihat gelisah dan tidak nyaman. "Nenek sudah berbicara dengan orangtuamu" ucap sang nenek lembut. "Keluarga kami bukan keluarga biasa, jadi calon anggota keluarga harus dibimbing sejak awal. Akan lebih baik jika kamu tinggal bersama kami, di bawah pengawasan keluarga" Senyumnya begitu tenang, seolah keputusan itu sudah final. "Alea, bisa kita bicara sebentar?" suara nyonya Marvelle memecah udara. Alea menoleh. Tatapannya sempat menangkap senyum kecil di ujung bibir nenek itu senyum yang membuatnya curiga. Apakah ini rencana Keenan? Apa dia bekerja sama dengan neneknya? "Boleh saya bicara sebentar dengan anak saya?" pinta nyonya Marvelle.

  • Aku bukan Alea   Jejak luka yang tersingkap

    Di masa sekarang, ingatan itu menghantam Keenan seperti gelombang dingin yang menampar kesadarannya. Ia menutup mata, mencoba mengusir sakit di dadanya, sakit yang sebenarnya sudah ia kenal sejak kecil namun tidak pernah ia akui. Karena untuk pertama kalinya… ia mulai curiga. Bagaimana kalau Alea tidak pernah membencinya? Bagaimana kalau semua waktu itu… Alea hanya ketakutan? Dan bagaimana kalau ketakutan yang sama masih menghantui Alea sampai hari ini? Keenan meremas ponselnya. Kecurigaan yang tadinya samar kini berubah menjadi rasa tidak tenang yang menikam. Dava. Setiap kali Alea terlihat ketakutan… Setiap kali Alea menutup diri… Setiap kali Alea bersikap aneh, seolah menyembunyikan sesuatu… Dava selalu ada di sekitarnya. Kenapa aku baru sadar sekarang…? pikir Keenan, rahangnya mengeras. Ia membuka mata, menatap pantulan dirinya di layar ponsel. Wajahnya datar, tapi tatapannya gelap. Ada naluri protektif yang selama ini ia tekan, kini mulai merangkak nai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status