Share

Bab 7

last update Last Updated: 2025-10-04 22:39:52

"Maaf, Nyonya Erica. Kami sudah menemukan pendonor yang sesuai, tapi... mereka memasang harga tiga kali lipat dari sebelumnya," ucap dokter di hadapan Erica.

Erica hanya termenung dengan kedua tangannya saling memilin di atas pangkuan. Jumlah uang yang disebutkan dokter itu terasa mustahil untuk ia dapatkan, apalagi dalam waktu dekat.

"Nyonya Erica?" panggil dokter itu lagi, kali ini terlihat sedikit cemas karena Erica tidak menjawab sejak tadi.

Erica mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Tolong sampaikan pada keluarga pendonor, beri aku waktu beberapa hari, Dokter. Aku janji akan membawa uang itu."

Dokter itu tampak ragu, namun melihat kondisi Erica yang begitu memprihatinkan membuatnya tak tega untuk menolak. Akhirnya, ia hanya mengangguk pelan.

Siang itu, Erica keluar dari area rumah sakit, berjalan dengan langkah yang gontai. Dari mana bisa ia mendapatkan uang sebanyak itu?

Ia benar-benar merasa sangat frustasi saat ini.

Apalagi mengingat kondisi Elea yang semakin menurun setiap harinya, Erica tidak akan pernah memaafkan dirinya jika gadis kecilnya itu terlambat ditangani.

Erica duduk di pinggir jalan sembari meremas rambutnya. Andai dia tahu di mana tempat menjual organ, tentu dia akan rela menjual salah satu ginjalnya.

Keputusan nekat itu membuat mata Erica memanas, dan tanpa dia sadari, ia sudah menangis di pinggir jalan, tidak memedulikan beberapa orang yang berlalu lalang dan memperhatikannya.

Seorang wanita paruh baya mendekatinya dan bertanya, “Are you okay, miss?”

Erica buru-buru menghapus air mata di pipinya dan menyinggungkan senyum kecil. “Aku baik-baik saja,” jawabnya dan membuat wanita itu pergi dengan ragu.

Erica menghela napas panjang. Ini bukan saatnya menangis. Putrinya semakin lemah setiap detik, jadi Erica tidak mau menyia-nyiakan waktunya.

Ia bangkit dan berjalan menuju telepon umum. Setelah memasukkan beberapa koin ke dalam mesin, ia menekan nomor yang sangat ia ingat. Tak lama, suara seorang wanita menyahut dari sana.

Erica memejamkan mata sebelum berkata, “Madame Jane, apa kau bisa memberikan pekerjaan untukku?”

Adam sedang berada di ruangan sambil menatap beberapa foto yang diberikan Sebastian untuknya. Ia menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengawasi pergerakan Erica, dan mereka melihat wanita itu keluar dari rumah sakit lalu menangis di pinggir jalan.

Rahang Adam membentuk garis keras sebelum ia mencibir. “Benar-benar menyedihkan.”

“Ada lagi laporan tentang Leanor?” tanya Adam kepada Sebastian.

Sebastian mengangguk. “Sesuai perintah Anda, dokter sudah mengatakan bahwa pendonor memberikan harga tiga kali lipat. Dan benar saja, Nyonya Leanor menghubungi Madame Jane dan meminta dia memberikan pekerjaan untuknya.”

Adam mengangkat sudut bibirnya, tentu merasa puas karena akhirnya Erica masuk ke dalam perangkapnya.

“Kau sudah meminta wanita pemilik bar itu untuk melakukan perintahku?”

“Sudah, Tuan. Madame Jane sudah mengatakan hal yang Anda perintahkan kepada Nyonya Leanor.”

.

Adam tak bisa menahan senyum liciknya. Ia bangkit dari kursinya sembari menyambar jasnya.

“Batalkan semua jadwalku hari ini, karena aku harus mempersiapkan diri. Oh ya, tolong persiapkan kamar paling mewah untuk menyambut Leanor.”

.

.

Erica sedang berada di dalam taksi, tangannya tampak memilin ujung gaunnya dengan kuat hingga membuat kukunya hampir patah.

Erica menghubungi Madame Jane tadi karena ia tidak punya pilihan lain selain kembali menjual tubuhnya di rumah bordil itu. Tapi yang tidak ia sangka adalah, wanita itu tidak mengizinkannya bekerja lagi.

Sebagai opsi lain, Madame Jane mengatakan bahwa pria yang paling dibencinya justru menawarkan harga tinggi untuk kembali menghabiskan malam dengannya.

Adam Kingsley.

“Maaf, Erica. Karena kau pergi begitu saja, kau tidak bisa diterima di sini lagi. Tapi tenang, ada pria yang masih ingin memakai jasamu. Tuan Kingsley meninggalkan pesan beberapa waktu lalu dan mengatakan ia ingin menghabiskan waktu denganmu lagi. Jika kau setuju, kau bisa datang ke mansion-nya. Tentu dengan harga yang sangat tinggi.”

Dan sore ini, dia sudah berada di dalam taksi menuju alamat mansion milik Adam yang diberikan Madame Jane padanya.

Erica sebenarnya tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi, tapi seolah takdir kembali mempermainkannya ketika satu-satunya jalan keluar yang ia miliki datang dari pria masa lalunya itu.

“Nyonya, sudah sampai,” suara sopir taksi itu membuyarkan lamunannya.

Setelah membayar biaya transportasi, Erica turun di depan sebuah gerbang tinggi yang menyembunyikan sebuah mansion megah di baliknya. Pintu besi itu terbuka beberapa saat kemudian, menampilkan seorang pria berseragam hitam yang berdiri tegak dengan ekspresi datar.

“Mari, masuk, Nyonya Leanor,” ucapnya sopan.

Erica sedikit terkejut saat pria itu mengetahui nama belakangnya. Ya, mungkin Adam sudah mengatakan pada anak buahnya bahwa ia akan datang.

Dengan langkah ragu, Erica melangkah melewati gerbang itu. Jalan setapak marmer membentang menuju mansion besar berarsitektur klasik Eropa dengan dinding tinggi berwarna abu keperakan. Di setiap sisi, taman tertata rapi dengan patung-patung batu putih yang tampak seolah mengawasinya.

Begitu melewati pintu utama, hawa dingin dari pendingin ruangan menyambut kulitnya. Aroma kayu mahal dan wangi cologne maskulin samar tercium di udara. Lantai marmer putih berkilau memantulkan langkahnya, sementara lampu gantung kristal di langit-langit menjuntai megah, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan.

Namun, yang paling mencuri perhatian Erica adalah deretan kamera pengawas kecil yang menempel di hampir setiap sudut — di lorong, di dekat tangga melingkar, bahkan di atas pintu ruang tamu. Setiap langkahnya terasa dipantau dan setiap geraknya terekam.

Erica menelan ludahnya pelan. Ada perasaan aneh yang berputar di dadanya—antara takut, cemas, dan pasrah. Seolah seluruh tempat ini bukan sekadar rumah, melainkan sangkar mewah tempat seseorang seperti Adam Kingsley mengatur segalanya sesuai kehendaknya.

Saat sampai diruang tengah, seorang pelayan berseragam hitam-putih langsung menyambutnya. Ia membungkuk sambil tersenyum sopan.

“Nyonya, Tuan Adam sudah menunggu Anda di ruangannya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 7

    "Maaf, Nyonya Erica. Kami sudah menemukan pendonor yang sesuai, tapi... mereka memasang harga tiga kali lipat dari sebelumnya," ucap dokter di hadapan Erica. Erica hanya termenung dengan kedua tangannya saling memilin di atas pangkuan. Jumlah uang yang disebutkan dokter itu terasa mustahil untuk ia dapatkan, apalagi dalam waktu dekat. "Nyonya Erica?" panggil dokter itu lagi, kali ini terlihat sedikit cemas karena Erica tidak menjawab sejak tadi. Erica mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Tolong sampaikan pada keluarga pendonor, beri aku waktu beberapa hari, Dokter. Aku janji akan membawa uang itu." Dokter itu tampak ragu, namun melihat kondisi Erica yang begitu memprihatinkan membuatnya tak tega untuk menolak. Akhirnya, ia hanya mengangguk pelan. Siang itu, Erica keluar dari area rumah sakit, berjalan dengan langkah yang gontai. Dari mana bisa ia mendapatkan uang sebanyak itu? Ia benar-benar merasa sangat frustasi saat ini. Apalagi mengingat

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 6

    Adam baru saja keluar dari kantornya dan kini berada di dalam mobil, dengan Sebastian yang setia duduk di kursi kemudi. Gila kerja adalah julukan yang sudah mendarah daging dalam diri Adam Kingsley. Sejak kepergian Erica, hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja—seperti mesin tanpa jiwa. Tapi jika harus bekerja hingga tengah malam? Itu sudah masuk dalam kategori kegilaan yang tak tertoleransi. Bahkan sekarang waktu sudah menunjukan dini hari. Adam menoleh ke arah Sebastian dengan nada datar. “Bagaimana kabar terbaru dari Leanor?” Dari helaan napas Sebastian yang berat, Adam langsung tahu bahwa berita yang akan ia dengar bukan kabar baik. “Nyonya Leanor pergi ke bar langganannya dan mabuk-mabukan bersama seorang gadis berambut pirang.” Adam mengusap wajahnya dengan frustasi sebelum mendesis, “Kenapa Leanor masih berteman dengan gadis aneh itu?” Adam menatap lurus ke depan, matanya tajam dan suaranya penuh sarkasme. “Kau tahu, Sebastian, namanya Lusy Smith. Campuran Rusia, da

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 5

    Enam tahun yang lalu Erica menatap Adam yang tengah memakai kembali pakaiannya. Seperti malam sebelumnya, pria itu juga menginap di kamar asrama Erica. Malam itu mungkin menjadi malam terakhir mereka, karena keesokan harinya Adam akan pergi ke Swiss untuk menemani ayahnya dalam perjalanan bisnis. Meski ini adalah tahun terakhir Adam di perguruan tinggi, tapi ayah Adam sangat berambisi untuk memberi teori-teori kepemimpinan kepada putranya—meski Erica tidak terlalu yakin dengan itu. Kepergian Adam seolah hanya siasat agar pria itu menjauh darinya—menjauh dari gadis beasiswa yang digosipkan sering menghabiskan malam dengan Adam. Sadar diperhatikan, Adam akhirnya membalikkan badan. Ia tersenyum saat melihat Erica menatapnya sambil berbaring dengan selimut menutupi tubuh telanjangnya. Itu adalah pemandangan paling seksi menurutnya. "Sayang, jangan menatapku seperti itu. Kau tidak akan mengambil risiko jika aku membatalkan keberangkatanku, kan?" ucap Adam dengan suara lembut.

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 4

    Pagi itu Adam bangun karena cahaya matahari menerobos melalui tirai dan mengganggu pandangannya. Setelah menggerak-gerakkan tubuh dan mengerjab beberapa kali, akhirnya Adam bisa membuka matanya dengan sempurna. Satu hal yang langsung terbesit dalam benaknya adalah Leanor Erica. Rahang Adam perlahan mengeras saat melihat ruangan itu sudah sepi, tidak ada tanda-tanda gadis bergaun ketat yang mendesah di atas tubuhnya tadi malam. Dan Adam benci setiap kali teman satu ranjangnya pergi sebelum ia bangun. Dimatanya itu seperti sebuah peghinaan. Adam meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang. Pada dering kedua, seorang wanita menyahut dari sana. “Nyonya Jane, tidak ku sangka pelayanan yang kau berikan sangat buruk. Aku membayar satu setengah juta dolar bukan untuk melihat ranjang di sebelahku kosong. Rosse kecilmu kabur sebelum aku membuka mata pagi ini.” Suara gugup Madame Jane terdengar dari sana. “Maaf, Tuan Adam. Jika itu mengecewakanmu, aku akan mengirim gadis terbaik ka

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 3

    Malam itu Erica melayani Adam, tapi ada yang berbeda dengan kliennya kali ini.Adam bermain dengan sangat kasar, ia bahkan memasuki Erica tanpa pemanasan atau pelumas, membuat Erica mengerang kesakitan sepanjang malam.Setelah berjam-jam dalam permainan panas, akhirnya Adam tumbang juga. Tubuhnya terkapar di sisi ranjang dengan selimut menutupi sebatas pinggang.Kesempatan itu digunakan Erica untuk melihat wajah pria itu lebih jelas, karena sejak pertama kali bertemu tadi ia bahkan belum bisa menatap Adam dengan benar.Wajahnya masih tampan dengan sudut rahang yang tegas, hanya ada beberapa perubahan seperti bulu-bulu halus di sekitar rahangnya dan jakun yang mulai terbentuk semakin seksi, menandakan bahwa pria itu sudah berubah lebih dewasa. Tapi di mata Erica, saat Adam memejamkan mata, ia masih mirip dengan pria yang selalu menemani kamar asramanya bertahun-tahun silam.Erica menghela napas panjang, berusaha menepis perasaan aneh itu. Bagaimanapun ia melihatnya, pria yang sedang be

  • Aku (bukan) Jalangmu   Bab 2

    Suasana Ruangan VVIP yang semula tenang berubah menjadi tegang saat Adam mulai bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan ke arah Erica. Cahaya lampu kristal yang mewah memantul di lantai marmer, menciptakan kilauan yang kontras dengan ketegangan yang terasa di udara.“Sudah berapa tahun kita tidak bertemu Leonor?” tanyanya menggelegak tenggorokan. “Ah, enam tahun sekiranya sejak kau menghilang?”Setiap langkah Adam terasa ringan dan seakan bisa mencuri detak jantung Erica. Ia ingin kabur, melarikan diri dari tatapan intens Adam yang seakan menusuk jiwanya. Namun, tubuhnya terasa membeku, seolah terpaku di tempat.Aroma parfum mahal dan aroma anggur mahal memenuhi ruangan, tetapi Erica hanya mampu merasakan keringat dingin yang membasahi kulitnya. Ia merasa tercekik, sesak napas. Ketakutan yang amat sangat menguasai dirinya. Adam terus mendekat dan mempersempit jarak di antara mereka. Ia berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkannya dari situasi yang mencekam ini."Maukah kau men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status