Share

05. Apa ini firasatnya?

Jeno berhenti saat sampai di depan lobi apartmen. Tanpa kata dia langsung pergi membuat Yuna memandangnnya dengan hati ngedumel tapi tetap tahu diri untuk tidak menjulidi atau menyumpahi Jeno karena sudah mengantarnya ke apartmen kekasihnya.

"Sial! Gue lupa kasih tahu Jeno jangan bilang ke Daniel." Monolog Yuna lalu merogoh ponsel untuk mengirim pesan ke Jeno agar tidak melapor ke Daniel, kembarannya.

Yuna masuk dengan riang. Dia segera masuk lift lalu menekan tombol untuk membawanya ke lantai 20 di mana apartmen kekasihnya berada. Sebenarnya itu apartmen milik Yuna, dia membelinya dari uang jajan yang di tabung selama kurang lebih sebulan.

Yuna berikan pada kekasihnya karena tidak tega dengan kekasinya yang tinggal di kosan kecil. Bukan di berikan secara cuma-cuma tapi hanya untuk di tempati. Apartmen itu tetap atas nama Yuna Mananta.

Di dalam lift sudah ada pasangan muda-mudi yang kira-kira berusia 20 tahun keatas. Sepertinya mereka habis bertengkar, terlihat wajah mereka saling merengut dan merah. Ada urat-urat wajah yang menegas juga rahang yang mengerat. Kemungkinan mereka berhenti bertengkar karena ada orang lain di lift. Yuna menipiskan bibir, diam-diam melirik perempuan yang sedang memegangi perut.

Dia hanya masuk angin atau sakit perut kan ya ?!!!

Pintu lift terbuka. Yuna segera keluar. Saat pintu lift tertutup secara naluri dia menoleh untuk melihat pasangan tadi walau yang nampak di depannya pintu lift yang tertutup. Tidak mau peduli banyak, Yuna segera ke ke apartmen kekasihnya yang berjarak lima pintu ke kiri dari lift.

Yuna mengetuk pintu sekali lalu menekan kode kamar. Setelah berhasil terbuka, Yuna segera masuk yang langsung mendapati kekasihnya di dapur. Yuna tersenyum, dia melepas kardigannya lalu mengantung di stand hanger menyisakan tank top hitam "Lagi apa, kak Jo?" Tanya Yuna.

Cowok berusai sekitar 25 tahun itu mengangkat wajah melihat Yuna "masak, sayang. Aku lagi buat mufin. Kamu coba ya?!" Tawar dan titah Jonathan sambil mengambil piring kecil yang ada di rak.

Yuna duduk di kursi bar. Secara naluriah manusia normal mencolek-colek mufin yang sudah di hias lalu menjilatnya. "Sejak kapan kamu bisa buat mufin?"

"Sejak SMP. Pas jadi cameo artis koki cilik yang shooting ke tempatku." Jawab Jonathan yang sudah kembali dari mengambil piring kecil, kini mengambilkan Yuna mufin.

Yuna sumringah, dia menggeser piring kecil lebih dekat dengannya. Tangannya bergerak mengambil "Ehh! Kamu udah cuci tangan belum, sayang?" Tanya Jonathan membuat gerakan Yuna berhenti di udara lalu tersenyum simpul. "Sana cuci tangan dulu!" Titahnya perhatian. "Habis dari mana kamu tadi?"

Yuna turun dari kursinya menuju wastafel "dari GOR ikut Daniel biar bisa keluar rumah."

"Memangnya masih belum boleh keluar rumah?"

Yuna yang sudah selesai dengan kegiatan mencuci tangan menggeleng dengan mulut mencuat seperti bebek "belom. Padahal bunda dulu enggak serepot tante Jesica." Curhat Yuna yang tidak di perbolehkan keluar rumah oleh ibu tiri yang di panggilnya tante, karena nilai UASnya banyak yang merah. "Padahal udah dua bulan lewat. Ngeselin banget di suruh jadi sempurna."

Jonathan mengusak puncak kepala Yuna sambil tersenyum. Ingin sekali mengatai Yuna 'bocah' tapi nanti Yuna marah "tante Jesica kan pengen kamu maju, sayang."

Yuna yang selesai menelan mufinnya merengut "tapi kan setiap anak punya kemampuan dan kapasitas otak yang beda, kak!" Amuk Yuna tidak mau kalah "kayaknya Jeno seneng banget bebas dari tante Jesica."

"Terus nanti kalau kamu di cari gimana?" Tanya Johnatan sibuk menghias mufin yang tersisa.

"Biarin aja. Paling Daniel ke kafe Yedam atau ke kos dulu sebelum aku ketemu."

Johnatan mengangguk, dia yang selesai dengan kegiatan menghias mufin segera membereskan perkakas yang memenuhi meja membuat Yuna menatapnya berbinar "kamu itu idaman banget sih, kak. Nyanyi bisa, main alat musik bisa, bersih-bersih rumah bisa, masak bisa, dewasa, bikin hati aku gemetar juga bisa." Johnatan tertawa dengan kalimat terakhir Yuna. "Enggak kayak aku yang enggak bisa apa-apa. Olahraga enggak jago, masak apalagi, pelajaran bego. Cuman bisa main pianika, itu aja yang biasa-biasa aja."

"Kamu kan bisa ambil kursus, sayang." Saran Johnatan.

"Males! Aku pengen menikmati diriku yang gini-gini aja. Masih nyaman seperti ini." Ucap Yuna berjalan kearah Johnatan sambil membawa piring kecilnya.

"Harusnya kamu belajar banyak hal mumpung masih muda, sayang." Nasihat Johnatan sambil menerima piring kecil dari Yuna lalu mencucinya. "Kamu itu beruntung, enggak perlu memikirkan biaya kalau ingin ambil kursus ini-itu. Harusnya memanfaatkan dengan baik, sayang."

"Apa kamu enggak takut suatu saat di bilang cuman parasit karena hanya mengandalkan privilage tanpa timbal balik?" Johnatan balik badan karena tidak mendengar jawaban dari Yuna. Dia melebarkan mata lalu mendekat saat melihat mata Yuna berkaca-kaca. "Sayang ... sayang aku enggak bermaksud--"

"Emang aku parasit ya?" Tanya Yuna dengan suara serak dan bergetar. Matanya menatap Johnatan yang memegang sisi wajahnya.

Johnatan dengan cepat menggeleng. Dia mengumpati dirinya sendiri karena salah memilih kata. "Bukan begitu, sayang. Maksud aku itu ... bukan begitu. Aku cuman pengen ngasih kamu motivasi. Tapi ternyata kamu tersinggung ya?! Maaf ya."

Yuna memajukan bibir bawahnya yang bergetar karena menahan tangis. Dia melihat Johnatan dengan mata membulat yang penuh genangan air mata. Johnatan yang melihat itu jadi gemas sendiri, tidak tahan untuk tidak mencium Yuna. "Maaf ya. Jangan nangis lagi."

Yuna mengangguk. Dia menghapus air matanya dengan punggung tangan. Terlihat semakin lucu dan menggemaskan seperti bayi.

Johnatan tidak tahan, dia maju selangkah lalu mengambil sisi kiri wajah Yuna kemudian mengecup bibirnya. Kecupan halus yang kemudian menjadi lumatan halus. Bagaikan candu, lumatan halus Johanatan menjadi lumatan menuntut. Padahal tadinya dia hanya ingin mengecup sekali untuk menyalurkan rasa gemasnya tapi merasakan bibir Yuna yang lembut dan manis dari lipbalm dan sisa-sisa mufin, membuat Johnatan ingin lagi dan lagi.

Yuna menunduk, dia merauk udara sebanyak mungkin. Ini bukan pertama kalinya mereka berciuman tapi tetap saja Yuna tidak bisa mengimbangi Johnatan. Cowok berusia 25 tahun itu jagonya berciuman sedangkan Yuna masih amatiran.

Yuna mendongak, dia kembali mengecup bibir Johnatan dengan kaki berjinjit membuat Johnatan menurunkan lehernya lalu menggendong Yuna ke sofa terdekat dengan tautan bibir yang tidak lepas.

Johnatan mendudukan diri di sofa dengan Yuna di gendongan membuat tanpa sengaja badan mereka bersentuhan. Johnatan mengenggam tangannya di sisi badan dengan tangan yang satu meremat punggung Yuna tanpa sadar.

"Kak?" Protes Yuna merasa punggungnya kebas.

Ciuman mereka terlepas. Johnatan bergerak salah tingkah, dia menggaruk rambut dan melakukan kegiatan tidak menjurus lainnya. "Kenapa sih?" Tanya Yuna gatal untuk tidak berkomentar.

Johnatan tidak menjawab, dia kembali mencium Yuna, membuat Yuna terlena dan terbawa suasan hingga tangan kirinya memegang pundak Yuna lalu menurunkan tali tanktop Yuna perlahan.

Pancingan Johnatan berhasil, dia smirk saat melihat ekspresi Yuna yang sudah berkabut dan penuh gairah. Johnatan melepas ciuman mereka, dia menatap Yuna lekat mengunci matanya lalu memberi kode yang di balas Yuna anggukan. "Tapi aku takut."

Johnatan tersenyum. "Trust me. Kalau kamu kesakitan kita berhenti." Ucap Johnatan memberi ketenangan. Yuna mengangguk membuat Johnatan kembali menggendonganya menuju kamar.

***

Yosi mengangkat wajah saat Daniel yang ada di sampingnya berdiri. "Mau kemana?" Tanyanya peduli.

Daniel bergerak gelisah, dia menggaruk rambut sambil melipat bibir dengan hati tidak tenang. "Yuna tadi kemana, ya? Perasaan gue jadi enggak enak."

"Ck!" Yohi berdecak. "Ketularan Jeno apa kena tulah gara-gara ngeledek Jeno?" Sindir Yosi membuat Daniel menendang kaki Yosi secara reflek.

"Gue cabut deh. Mau cari Yuna." Pamit Daniel tapi langkahnya berhenti saat mendengar suara nafas memburu mendekat. Ternyata Yedam.

"Mau kemana, bang?" Tanya Yedam yang datang dengan nafas tersenggal. Dia duduk sembarang lalu meraih minum yang ada di dekat Yosi.

Yosi memukul kaki Daniel yang ada di serongnya "tau nih, katanya perasaannya enggak enak. Padahal tadi nyuruh Jeno ngenakin sama kasih garam."

Daniel melengos. Dia yang di ledek seperti itu memilih pergi dari pada meladeni karena perasannya semakin tidak tenang.

"Yah ngambek." Ucap Yedam.

Daniel berjalan sembarang, dia menuju kerumunan cewek-cewek lalu berhenti agak jauh kemudian melihat mereka satu persatu, siapa tahu Yuna di sana karena Daniel tidak begitu mengenal dan tahu siapa saja teman Yuna. "Ck! Nyusahin banget!" Dumel Daniel saat tidak menemukan Yuna di sana.

Daniel kearah taman GOR, dia memanjangkan leher sambil mengelurkan ponsel. Sambungannya terhubung tapi tidak di angkat. "Ck. Kemana ni anak?"  Daniel memainkan kakinya, dia menginjak apapun di bawahnya dengan keras untuk menyalurkan kekesalan.

Daniel belok ke arah gazebo tepat dimana banyak orang sedang belajar sambil menyambung wifi, dia kembali berhenti tak jauh dari kerumunan untuk melihat satu persatu cewek-cewek seusia Yuna yang duduk bergerombol maupun sendiri. "Pusing, anjing!" Keluh Daniel mulai pening.

Daniel menyambar dahan yang ada di depannya, di pukulnya sembarang sampai rontok. "Bodo amat, setan!" Umpat Daniel berniat pergi tapi langkah terhenti saat matanya melihat sesuatu yang tidak asing berwarna putih di dekat batu hias. Kalau dari jauh terlihat samar dan menyatu dengan batu hias.

"Flashdisk?!" Gumam Daniel. Reflek dia menoleh kesana-kemari mencari pemiliknya. "Pasti pemiliknya lagi bingung." Gumam Daniel berjalan kearah rerumputan berniat meletakkan di sama agar tidak samar dengan batu hias. Baru membungkuk suara langkah dari arah samping membuatnya menegakkan badan lalu menoleh.

"Punya gue! Flasdiks itu punya gue ..." ucap orang yang baru datang dengan nafas tersenggal.

"O ... oh." Jawab Daniel melihat flashdisk lalu memberikannya ke orang itu.

"Thanks, Daniel."

"Lo kenal gue?" Bingung Daniel menunjuk dirinya sendiri. Seingatnya baru pertama kali dia melihat orang itu, entah kalau pernah bertemu tapi Daniel tidak terlalu memperhatikannya.

Orang itu mengangguk "gue teman kelas Yuna."

"Terus Yuna kemaan?" Tanya Daniel langsung.

Orang itu menggeleng lalu mengedikkan bahu ragu-ragu "kita enggak sekelompok. Jadi gue enggak tahu." Jawabnya membuat Daniel mendengus panjang. "Emang Yuna kemana?"

"Di kolong meja kali." Jawab Daniel kesal. Dia saja sedang mencari Yuna malah di tanyai Yuna kemana. "Btw nama lo siapa?"

"Geriyana. Temen-temen manggil gue Jeje."

"Korelasinya?. Nama Jeje munculnya dari mana coba?" Daniel terkekeh.

"Nama lengka gue Geriyana Galih. Di singkat GG, di baca Jeje." Jelas Jeje membuat Daniel mangut sambil ber-oh ria. "Gue coba tanyain temen-temen deh, siapa tau mereka ada yang tahu."

"Nomor lo?"

Jeje mengangkat sebelah alis "buat?"

"Kalau ketemu Yuna lo bisa hubungi gue, biar gue gelindingin tu anak. Nyusahin banyak orang!"

Jeje terkekeh, dia menerima ponsel Daniel yang di berikan padanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status