Jeno berhenti saat sampai di depan lobi apartmen. Tanpa kata dia langsung pergi membuat Yuna memandangnnya dengan hati ngedumel tapi tetap tahu diri untuk tidak menjulidi atau menyumpahi Jeno karena sudah mengantarnya ke apartmen kekasihnya.
"Sial! Gue lupa kasih tahu Jeno jangan bilang ke Daniel." Monolog Yuna lalu merogoh ponsel untuk mengirim pesan ke Jeno agar tidak melapor ke Daniel, kembarannya.
Yuna masuk dengan riang. Dia segera masuk lift lalu menekan tombol untuk membawanya ke lantai 20 di mana apartmen kekasihnya berada. Sebenarnya itu apartmen milik Yuna, dia membelinya dari uang jajan yang di tabung selama kurang lebih sebulan.
Yuna berikan pada kekasihnya karena tidak tega dengan kekasinya yang tinggal di kosan kecil. Bukan di berikan secara cuma-cuma tapi hanya untuk di tempati. Apartmen itu tetap atas nama Yuna Mananta.
Di dalam lift sudah ada pasangan muda-mudi yang kira-kira berusia 20 tahun keatas. Sepertinya mereka habis bertengkar, terlihat wajah mereka saling merengut dan merah. Ada urat-urat wajah yang menegas juga rahang yang mengerat. Kemungkinan mereka berhenti bertengkar karena ada orang lain di lift. Yuna menipiskan bibir, diam-diam melirik perempuan yang sedang memegangi perut.
Dia hanya masuk angin atau sakit perut kan ya ?!!!
Pintu lift terbuka. Yuna segera keluar. Saat pintu lift tertutup secara naluri dia menoleh untuk melihat pasangan tadi walau yang nampak di depannya pintu lift yang tertutup. Tidak mau peduli banyak, Yuna segera ke ke apartmen kekasihnya yang berjarak lima pintu ke kiri dari lift.
Yuna mengetuk pintu sekali lalu menekan kode kamar. Setelah berhasil terbuka, Yuna segera masuk yang langsung mendapati kekasihnya di dapur. Yuna tersenyum, dia melepas kardigannya lalu mengantung di stand hanger menyisakan tank top hitam "Lagi apa, kak Jo?" Tanya Yuna.
Cowok berusai sekitar 25 tahun itu mengangkat wajah melihat Yuna "masak, sayang. Aku lagi buat mufin. Kamu coba ya?!" Tawar dan titah Jonathan sambil mengambil piring kecil yang ada di rak.
Yuna duduk di kursi bar. Secara naluriah manusia normal mencolek-colek mufin yang sudah di hias lalu menjilatnya. "Sejak kapan kamu bisa buat mufin?"
"Sejak SMP. Pas jadi cameo artis koki cilik yang shooting ke tempatku." Jawab Jonathan yang sudah kembali dari mengambil piring kecil, kini mengambilkan Yuna mufin.
Yuna sumringah, dia menggeser piring kecil lebih dekat dengannya. Tangannya bergerak mengambil "Ehh! Kamu udah cuci tangan belum, sayang?" Tanya Jonathan membuat gerakan Yuna berhenti di udara lalu tersenyum simpul. "Sana cuci tangan dulu!" Titahnya perhatian. "Habis dari mana kamu tadi?"
Yuna turun dari kursinya menuju wastafel "dari GOR ikut Daniel biar bisa keluar rumah."
"Memangnya masih belum boleh keluar rumah?"
Yuna yang sudah selesai dengan kegiatan mencuci tangan menggeleng dengan mulut mencuat seperti bebek "belom. Padahal bunda dulu enggak serepot tante Jesica." Curhat Yuna yang tidak di perbolehkan keluar rumah oleh ibu tiri yang di panggilnya tante, karena nilai UASnya banyak yang merah. "Padahal udah dua bulan lewat. Ngeselin banget di suruh jadi sempurna."
Jonathan mengusak puncak kepala Yuna sambil tersenyum. Ingin sekali mengatai Yuna 'bocah' tapi nanti Yuna marah "tante Jesica kan pengen kamu maju, sayang."
Yuna yang selesai menelan mufinnya merengut "tapi kan setiap anak punya kemampuan dan kapasitas otak yang beda, kak!" Amuk Yuna tidak mau kalah "kayaknya Jeno seneng banget bebas dari tante Jesica."
"Terus nanti kalau kamu di cari gimana?" Tanya Johnatan sibuk menghias mufin yang tersisa.
"Biarin aja. Paling Daniel ke kafe Yedam atau ke kos dulu sebelum aku ketemu."
Johnatan mengangguk, dia yang selesai dengan kegiatan menghias mufin segera membereskan perkakas yang memenuhi meja membuat Yuna menatapnya berbinar "kamu itu idaman banget sih, kak. Nyanyi bisa, main alat musik bisa, bersih-bersih rumah bisa, masak bisa, dewasa, bikin hati aku gemetar juga bisa." Johnatan tertawa dengan kalimat terakhir Yuna. "Enggak kayak aku yang enggak bisa apa-apa. Olahraga enggak jago, masak apalagi, pelajaran bego. Cuman bisa main pianika, itu aja yang biasa-biasa aja."
"Kamu kan bisa ambil kursus, sayang." Saran Johnatan.
"Males! Aku pengen menikmati diriku yang gini-gini aja. Masih nyaman seperti ini." Ucap Yuna berjalan kearah Johnatan sambil membawa piring kecilnya.
"Harusnya kamu belajar banyak hal mumpung masih muda, sayang." Nasihat Johnatan sambil menerima piring kecil dari Yuna lalu mencucinya. "Kamu itu beruntung, enggak perlu memikirkan biaya kalau ingin ambil kursus ini-itu. Harusnya memanfaatkan dengan baik, sayang."
"Apa kamu enggak takut suatu saat di bilang cuman parasit karena hanya mengandalkan privilage tanpa timbal balik?" Johnatan balik badan karena tidak mendengar jawaban dari Yuna. Dia melebarkan mata lalu mendekat saat melihat mata Yuna berkaca-kaca. "Sayang ... sayang aku enggak bermaksud--"
"Emang aku parasit ya?" Tanya Yuna dengan suara serak dan bergetar. Matanya menatap Johnatan yang memegang sisi wajahnya.
Johnatan dengan cepat menggeleng. Dia mengumpati dirinya sendiri karena salah memilih kata. "Bukan begitu, sayang. Maksud aku itu ... bukan begitu. Aku cuman pengen ngasih kamu motivasi. Tapi ternyata kamu tersinggung ya?! Maaf ya."
Yuna memajukan bibir bawahnya yang bergetar karena menahan tangis. Dia melihat Johnatan dengan mata membulat yang penuh genangan air mata. Johnatan yang melihat itu jadi gemas sendiri, tidak tahan untuk tidak mencium Yuna. "Maaf ya. Jangan nangis lagi."
Yuna mengangguk. Dia menghapus air matanya dengan punggung tangan. Terlihat semakin lucu dan menggemaskan seperti bayi.
Johnatan tidak tahan, dia maju selangkah lalu mengambil sisi kiri wajah Yuna kemudian mengecup bibirnya. Kecupan halus yang kemudian menjadi lumatan halus. Bagaikan candu, lumatan halus Johanatan menjadi lumatan menuntut. Padahal tadinya dia hanya ingin mengecup sekali untuk menyalurkan rasa gemasnya tapi merasakan bibir Yuna yang lembut dan manis dari lipbalm dan sisa-sisa mufin, membuat Johnatan ingin lagi dan lagi.
Yuna menunduk, dia merauk udara sebanyak mungkin. Ini bukan pertama kalinya mereka berciuman tapi tetap saja Yuna tidak bisa mengimbangi Johnatan. Cowok berusia 25 tahun itu jagonya berciuman sedangkan Yuna masih amatiran.
Yuna mendongak, dia kembali mengecup bibir Johnatan dengan kaki berjinjit membuat Johnatan menurunkan lehernya lalu menggendong Yuna ke sofa terdekat dengan tautan bibir yang tidak lepas.
Johnatan mendudukan diri di sofa dengan Yuna di gendongan membuat tanpa sengaja badan mereka bersentuhan. Johnatan mengenggam tangannya di sisi badan dengan tangan yang satu meremat punggung Yuna tanpa sadar.
"Kak?" Protes Yuna merasa punggungnya kebas.
Ciuman mereka terlepas. Johnatan bergerak salah tingkah, dia menggaruk rambut dan melakukan kegiatan tidak menjurus lainnya. "Kenapa sih?" Tanya Yuna gatal untuk tidak berkomentar.
Johnatan tidak menjawab, dia kembali mencium Yuna, membuat Yuna terlena dan terbawa suasan hingga tangan kirinya memegang pundak Yuna lalu menurunkan tali tanktop Yuna perlahan.
Pancingan Johnatan berhasil, dia smirk saat melihat ekspresi Yuna yang sudah berkabut dan penuh gairah. Johnatan melepas ciuman mereka, dia menatap Yuna lekat mengunci matanya lalu memberi kode yang di balas Yuna anggukan. "Tapi aku takut."
Johnatan tersenyum. "Trust me. Kalau kamu kesakitan kita berhenti." Ucap Johnatan memberi ketenangan. Yuna mengangguk membuat Johnatan kembali menggendonganya menuju kamar.
***
Yosi mengangkat wajah saat Daniel yang ada di sampingnya berdiri. "Mau kemana?" Tanyanya peduli.
Daniel bergerak gelisah, dia menggaruk rambut sambil melipat bibir dengan hati tidak tenang. "Yuna tadi kemana, ya? Perasaan gue jadi enggak enak."
"Ck!" Yohi berdecak. "Ketularan Jeno apa kena tulah gara-gara ngeledek Jeno?" Sindir Yosi membuat Daniel menendang kaki Yosi secara reflek.
"Gue cabut deh. Mau cari Yuna." Pamit Daniel tapi langkahnya berhenti saat mendengar suara nafas memburu mendekat. Ternyata Yedam.
"Mau kemana, bang?" Tanya Yedam yang datang dengan nafas tersenggal. Dia duduk sembarang lalu meraih minum yang ada di dekat Yosi.
Yosi memukul kaki Daniel yang ada di serongnya "tau nih, katanya perasaannya enggak enak. Padahal tadi nyuruh Jeno ngenakin sama kasih garam."
Daniel melengos. Dia yang di ledek seperti itu memilih pergi dari pada meladeni karena perasannya semakin tidak tenang.
"Yah ngambek." Ucap Yedam.
Daniel berjalan sembarang, dia menuju kerumunan cewek-cewek lalu berhenti agak jauh kemudian melihat mereka satu persatu, siapa tahu Yuna di sana karena Daniel tidak begitu mengenal dan tahu siapa saja teman Yuna. "Ck! Nyusahin banget!" Dumel Daniel saat tidak menemukan Yuna di sana.
Daniel kearah taman GOR, dia memanjangkan leher sambil mengelurkan ponsel. Sambungannya terhubung tapi tidak di angkat. "Ck. Kemana ni anak?" Daniel memainkan kakinya, dia menginjak apapun di bawahnya dengan keras untuk menyalurkan kekesalan.
Daniel belok ke arah gazebo tepat dimana banyak orang sedang belajar sambil menyambung wifi, dia kembali berhenti tak jauh dari kerumunan untuk melihat satu persatu cewek-cewek seusia Yuna yang duduk bergerombol maupun sendiri. "Pusing, anjing!" Keluh Daniel mulai pening.
Daniel menyambar dahan yang ada di depannya, di pukulnya sembarang sampai rontok. "Bodo amat, setan!" Umpat Daniel berniat pergi tapi langkah terhenti saat matanya melihat sesuatu yang tidak asing berwarna putih di dekat batu hias. Kalau dari jauh terlihat samar dan menyatu dengan batu hias.
"Flashdisk?!" Gumam Daniel. Reflek dia menoleh kesana-kemari mencari pemiliknya. "Pasti pemiliknya lagi bingung." Gumam Daniel berjalan kearah rerumputan berniat meletakkan di sama agar tidak samar dengan batu hias. Baru membungkuk suara langkah dari arah samping membuatnya menegakkan badan lalu menoleh.
"Punya gue! Flasdiks itu punya gue ..." ucap orang yang baru datang dengan nafas tersenggal.
"O ... oh." Jawab Daniel melihat flashdisk lalu memberikannya ke orang itu.
"Thanks, Daniel."
"Lo kenal gue?" Bingung Daniel menunjuk dirinya sendiri. Seingatnya baru pertama kali dia melihat orang itu, entah kalau pernah bertemu tapi Daniel tidak terlalu memperhatikannya.
Orang itu mengangguk "gue teman kelas Yuna."
"Terus Yuna kemaan?" Tanya Daniel langsung.
Orang itu menggeleng lalu mengedikkan bahu ragu-ragu "kita enggak sekelompok. Jadi gue enggak tahu." Jawabnya membuat Daniel mendengus panjang. "Emang Yuna kemana?"
"Di kolong meja kali." Jawab Daniel kesal. Dia saja sedang mencari Yuna malah di tanyai Yuna kemana. "Btw nama lo siapa?"
"Geriyana. Temen-temen manggil gue Jeje."
"Korelasinya?. Nama Jeje munculnya dari mana coba?" Daniel terkekeh.
"Nama lengka gue Geriyana Galih. Di singkat GG, di baca Jeje." Jelas Jeje membuat Daniel mangut sambil ber-oh ria. "Gue coba tanyain temen-temen deh, siapa tau mereka ada yang tahu."
"Nomor lo?"
Jeje mengangkat sebelah alis "buat?"
"Kalau ketemu Yuna lo bisa hubungi gue, biar gue gelindingin tu anak. Nyusahin banyak orang!"
Jeje terkekeh, dia menerima ponsel Daniel yang di berikan padanya.
***
Juwi pusing. Matanya terasa juling saat melihat banyaknya pakaian, aksesoris, sepatu, tas dan lain sebagainya yang menunjuang penampilan, mengelilinginya. Rasanya mual saat melihat sepatu atau tas dengan model dan merek sama hanya beda warna berjejer rapih di lemari penyimpanan. Atau saat jam dan kaca mata berjejer rapih di dalam estalase. Atau pakaian yang di susun rapi berdasarkan warna dan penggunaan.Juwi terkekeh dalam hati, mengumpati dirinya 'anak kampung' karena hanya melihat pakaian dan aksesoris dirinya pusing dan mual.Miss Dara mengajak Juwi ke Dara's colection untuk praktik secara langsung. Miss Dara akan melihat selera fashion Juwi lalu memberi tahu atau mengoreksinya saat mix and match Juwi tidak cocok atau bertabrakan dengan selera fashion Dirgantara.Miss Dara mengajak Juwi duduk di sofa yang ada di depan fitting room, dia menjelaskan banyak hal. Mengulang pembelajaran saat di rumah agar
Yuna duduk di atas kasur sambil memeluk kakinya yang tertekuk. Dia memejamkan mata sambil mengepalkan tangan kuat-kuat sampai bisa merasakan kukunya menancap di telapak tangan dengan hati bergemuruh tidak tenang memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.Hembusan nafas berat berkali-kali berhembus dari hidung Yuna. Kepalanya tiba-tiba pening yang tak lama bahunya bergetar sambil menoleh pada Jonathan yang sedang tidur di sampingnya dengan badan polos yang hanya tertutup selimut hitam tebal.Yuna terisak, dia menutup wajahnya dengan telapak tangan kiri, sedangkan tangan kanan meremat selimut yang menutup badan polosnya. Yuna benar-benar menyesal. Dia ingin memutar waktu. Andai saja tadi bisa menahan diri. Andai saja tadi tidak terbawa suasana, andai saja saat Jonathan menawarkan untuk berhenti dia menurut. Andai saja dia tidak kabur dari Daniel. Andai saja ... arghh kenapa penyesalan selalu datang terlambat?"Sa
Yuna melangkah lebih dulu memasuki rumah. Nuansa Eropa klasik langsung terasa saat permainan piano dengan melodi lembut terdengar di seluruh penjuru ruang, yang berati ayahnya di rumah. Karena Mananta tidak suka kesepian. Bukan berati suka keributan. Lebih tepatnya suka musik yang menenangkan.Sedangkan Daniel memarkir motor di garasi hidrolik yang ada di bawah tanah.Seorang maid menghampiri Yuna, dia sedikit mendenguskan hidung membuat Yuna mengambil jarak. "Memang sebau itu?" Batin Yuna sambil membau dirinya sendiri."Nona, sudah di tunggu tuan dan nyonya di meja makan." Ucap maid memberi tahu dengan sopan.Yuna memanjangkan wajah ke arah ruangan yang terhalang akurium api besar sebagai pembatas ruangan. Dia melihat ke arah meja makan yang sudah ada ayahnya dan Jesica, dengan tatapan tak terbaca. Apalagi saat melihat mereka mengbrol sambi sesekali tertawa dan bermesraan. "Mau mandi. Suruh mereka makan duluan. Gue mandinya lama!"
Jeno segera menerobos masuk saat gerbang di buka. Dia tidak peduli dengan keributan yang ada di belakangnya karena orang-orang merasa tidak adil dirinya bisa masuk sedangkan yang lain langsung di dorong dan di halangi. Atau multifans yang selain mengidolakan Yama, mengidolakannya juga mengambil foto atau videonya untuk di share ke sosial media yang akhirnya viral.Saat ini yang ada di fikiran Jeno hanya ingin melihat Mika untuk terakhir kalinya. Berharap Mika hanya tertidur, berharap saat dirinya datang Mika bangun."Mika!" Seru Jeno segera ke peti Mika yang masih terbuka membuat pasangan suami istri yang Jeno kenal dari foto yang kerap kali Mika ceritakan dulu, melihat kearahnya.Hati Jeno seketika terjun bebas saat melihat gadis pujannya terbujur kaku dengan sekujur tubuh putih pucat. Batin Jeno rasanya seperti di remat saat melihat Mika memejamkan mata tanpa bernafas. "Astaga, Tuhan." Lenguh Jeno dengan hati teriris. Siapa saja yang mendengar leng
Yuna memejamkan mata, menyamankan posisi di pelukan Jesica lalu membuka mata dengan nafas yang mulai panas. Hatinya menghangat membuat matanya perih dan memerah. Yuna mengepalkan tangan. Jujur dia tidak benci dengan Jesica, dia hanya belum siap menerima kehadirannya karena wanita itu datang saat Yuna maupun Daniel masih belum merelakan kepergian bunda mereka.Juga kesal karena sejak kedatangan Jesica, keadaan rumah mulai berubah. Daniel jadi jarang pulang. Dia sering kali memilih untuk tinggal di kos membuat Yuna kesepian karena tidak ada teman bertengkar.Papahnya jadi sering keluar kota atau keluar negeri karena mengantikan pekerjaan Jesica agar wanita itu tetap stay di Jakarta, bekerja di Jakarta dan lebih banyak di rumah jadi lebih fokus mendidik anak. Tapi didikan Jesica sama sekali tidak di terima Yuna maupun Daniel.Didikan Jesica sangat keras. Yuna di paksa mengasah keahlian yang sama sekali tidak dia suka
Jeno merasakan kepalanya pening, mulutnya pahit, badannya lemas, perutnya kosong. Dia bangun saat merasa perutnya berat. Jeno melenguh kecil, menoleh kesamping tepat saat napas halus menepa wajahnya. "Mommy?" lirih Jeno tanpa suara karena suaranya serak jadi saat melirih suaranya tidak keluar.Hati Jeno jadi menghangat saat melihat Jesica tidur sambil memeluknya.Cowok berambut blonde itu tersenyum lalu mengeratkan pelukan. Rasanya sudah lama Jeno tidak merasakan pelukan Jesica. Terkahir kapan ya? Kayaknya waktu SD. Saat Mika memergokinnya masih manja-manja yang membuat Jeno jadi tidak enak karena Mika tinggal di Indonesia hanya bersama Yama.Astaga, Mika. Jeno baru ingat."Awhhh ..." Jeno melenguh kesakitan sambil memejamkan mata, reflek tangannya memegang kepala saat kepalanya sangat berat dan pusing. Hanya bergerak sedikit sakit langsung menyerang membuat Jeno kembali tidur ke posisi semula.
Juwi menganggukan kepala saat Chef Aron mengajarinya merajang bawang merah agar mata tidak perih. Kini mereka ada di bagian samping restoran tepat area training berada yang langsung berhadapan dengan air mancur yang jatuh ke kolam renang membuat orang yang melihatnya jadi relaxs.Banyak peserta training yang sedang belajar bersama Chef pribadi atau satu Chef untuk satu kelompok membuat Juwi merasa tidak sendirian.Miss Dara ada di sofa ruang tunggu. Dia sibuk dengan laptopnya. Entah apa yang di lakukan, Juwi selalu merasa penasaran tapi tidak berani bertanya. Mungkin menyiapkan materi selanjutnya. Juwi selalu berfikiran positif pada siapa saja."Paham ya, Juwita? Sekarang kamu coba."Juwi mengambil pisaunya, dia memegang bawang sepeeti yang di ajarkan Chef Aron lalu merajang bawang merah sesuai yang telah di ajarkan. Awalnya Juwi merasa sama saja seperti saat dia merajang asal-asalan tapi saat berjalan beb
Jesica membantu Jeno tidur di kasur. Wanita cantik itu menaikkan selimut sambil mengusap kepala Jeno penuh kasih sayang saat sang putra memeluk guling. Kondisi Jeno belum pulih sepenuhnya membuat kepalanya masih terasa hangat."Istirahat nyenyak, sayang. Anggap rumah Jeno sendiri." Ucap Jesica lalu mengecup kening Jeno.Jeno bergumam, cowok berkaos putih oversize itu mulai menyamankan posisi tidur di salah satu kamar di rumah Jesica karena belum siap pulang kerumah Dirgantara. Karena pulang ke rumah Dirgantara sama saja merobek luka yang masih basah.Hati Jeno rasanya perih saat membaca tulisan 'Turut Berduka Cinta' di sepanjang jalanan menuju rumah Mika. Rasanya seperti mimpi buruk Mika pergi secepat ini.Jeno memejamkan mata, berharap tidak bangun lagi.Jesica menutup pintu, bibirnya tersenyum smirk merasa satu langkah di depan Dirgantara karena Jeno mau pulang ke rumahnya dan lebih memilihnya saat dalam keadaan ber