Share

Banyak yang pahit

Bab 2

Lima tahun pernikahan ku dengan mas Farid, banyak yang pahit kurasa ketimbang yang manis. 

Bayangkan, baru beberapa bulan menikah dengan nya, dia sudah menjual cincin kawin pernikahan kami. Ya, meski hanya 6 gram saja, tapi bagiku itu sangat berharga. 

Ia menjual cincin kawin ku dengan alasan ingin bayar hutang, katanya saat melamar dan menikahiku dulu dia berhutang uang pada temannya yang rentenir. Aku baru tahu itu setelah menikah dengannya, ah betapa bodohnya aku. 

Awalnya aku tak setuju ia menjual cincin kawin ku. Karena itu adalah benda sakral lambang pernikahan kami, lambang harga diri seorang wanita yang sudah di peristri. 

Tapi, ia berkata "kalau mas gak bayar hutang itu, maka mas akan di penjara dek. "

Kata katanya bagaikan godam menghantam ulu hatiku. 

"Apa mas?mas akan di penjara? Kenapa mas berhutang sama orang seperti itu? "

"Mas gak ada pilihan lain dek, itu lah jalan satu satunya agar kita bisa menikah. " Ucapnya memeberi penjelasan yang tak diterima oleh akalku. 

"Mas.. Bukankah abang abang mu ekonomi berkecukupan, kenapa mas fak minjam uang sama abang abang mas saja? " Memang benar, abang abang nya sudah mapan semua, kecuali abang nya yang paling bungsu. 

"Dek, hubungan mas dengan abang abang lagi kurang baik. Mana mungkin mereka mau minjamin abang uang. "

"Apa mas udah pernah coba meminjam? " Tanya ku menelisik sudut matanya. 

Ada keraguan dalam dirinya. 

"Belum"

"Belum kan, kenapa gak mas coba pinjam sama abang abang mas, kan gak akan kayak gini jadinya ? "

"Sudah lah dek, jangan berdebat. Mas lagi pusing nyari uang buat bayar hutang. "

"Mas. Aku gak sedang ajak berdebat, tapi mas gak berhak menjual cincin kawin ini. Ini adalah milikku sepenuhnya. " Ucapku sambil berlinanh air mata. 

Jujur, aku tak ikhlas jika ia menjual cincin kawin ku. Apalagi yang cuma secuil ini, sungguh aku tak rela. 

"Dek. Kamu mau mas dipenjara? " Ucapnya tak kalah sengit. 

"Itu salah mu sendiri mas, kenapa kamu hutang sama rentenir. "

"Aku lakuin itu buat kamu, biar kamu bisa jadi istri ku. Kamu ngerti gak? " Nada bicara nya sudah mulai tinggi. 

"Aku gak maksa kamu mas supaya secepat nya menikahiku, aku bahkan rela nunggu kamu bertahun tahun agar kamu siap secara ekonomi. "

"Udah lah jangan banyak alasan, aku tanya sekali lagi sama kamu, kamu mau aku di penjara atau enggak? " Tanya nya membuatku bingung harus bagaimana. 

Aku berpikir, kenapa harus seperti ini pernikahan ku dengan mas farid. Padahal dua bulan yang lalu dia tak pernah bilang kalau ia tak punya uang untuk membeli mas kawin pernikahan kami. 

"JAWAB" bentak nya membuatku terkejut. 

"Engg... gak... " Jawab ku terbatas bata. 

"Kalau enggak, sini cincin nya biar aku jual. "

"Tapi, mas.... "

"Gak usah takut, nanti aku ganti. "

"Janji kamu mas? "

"Iya janji, kalau ada uang"

Dengan terpaksa aku merelakan cincin kawin ku pada mas Farid. 

"Janji ya mas, kamu ganti cincin nya. "

"Iya, bawel. "

Setelah mendapat apa yang dia inginkan, segera ia pergi begitu saja. 

Aku hanya bisa duduk lemas di kursi, pernikahan ku dengan nya baru dua bulan. Tapi, apa yang harus ku jawab saat ibu dan keluargaku bertanya kemana cincin kawin ku? 

Aku menangis meratapi nasib burukku, aku kira setelah menikah dengan mas Farid aku akan bahagia. Ternyata aku salah. 

Baru dua bulan saja, sudah begini yang dia lakukan, bagaimana kedepan nya nanti, apa yang akan terjadi padaku? 

Rasa sesal timbul dari dalam hati, kenapa aku harus menikah dengan dia? 

Kenapa aku tak mendengar perkataan ibuku dulu? Jangan menikah dengan nya, ibu tidak yakin kamu sama dia, apalagi sama keluarganya. 

Iya, disaat seperti ini semua memori tentang nasihat ibu tiba tiba hadir kembali. 

Ibu ku pernah berkata "nak... Entah kenapa ibu merasakan gak yakin sama si Farid, apalagi keluarga si Farid kayak gak suka sama kita"

"Kok ibuk bilang gitu sih? "

"Nak.. Apa kamu gak bisa lihat? Di hari lamaran mu, keluarga si Farid gak bawa cincin lamaran, gak bawa hantaran, gak bawa petua kampung, apa itu nama nya nak? Itu sama saja mem permalukan keluarga kita. 

Sehari sebelum hari lamaran kamu, si Farid datang sendiri kerumah kita, dia bilang akan bawa tetua kampung, orang tua nya, dan akan membawa tanda( Emas). Tapi buktinya, di hari kamu di kamar, dia cuma bawa ibunya, abang, dan abang iparnya. 

Dan sakaleng roti kaleng yang dibungkus plastik hitam. 

Apa itu namanya lamaran? Coba kamu pikir nak? Se umur umur ibu gak pernah lihat lamaran kayak gitu."

Benar juga kata ibu,mas Farid dan keluarga nya tega ingkar janji dan membuat keluarga kami malu. 

Tapi, entah kenapa bodoh nya aku masih saja mau menerima dia dan menikah dengannya. Padahal ibu dan keluargaku sudah dibuat malu oleh dia dan keluarga nya. 

Aku menyesali. Menyesali keputusan ku yang salah. 

Oh mengapa sekarang aku baru sadar, kenapa tidak dari dulu? 

Sekarang aku sudah menjadi istri nya, apa mungkin aku akan menjanda di usia dua bulan pernikahan ku? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status