Home / Romansa / Aku menyerah Mas / Bukan pernikahan impian

Share

Bukan pernikahan impian

Author: Amy Sity
last update Last Updated: 2022-02-27 14:36:30

Bab 3

Pernikahan yang aku idam idam kan, pernikahan yang aku impikan, pernikahan yang membahagiakan. Pupus sudah semua impian ku. 

Dulu, aku bermimpi akan duduk di atas pelaminan bersanding dengan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bagai raja dan ratu sehari. Ah betapa muluk nya impian ku dulu. 

Tidak. Itu bukanlah impian yang muluk, tetapi itu impian bagi setiap gadis di dunia ini.

 Disaat seorang gadis akan dinikahi oleh seorang lelaki, pasti ia bahkan keluarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemberitahuan kepada para kerabat dan saudara bahwa anaknya kini sudah menikah. 

Meskipun pesta yang digelar ala kadarnya, pasti semua gadis menginginkannya. 

Namun, aku harus menguburnya dalam dalam. Aku tak pernah merasakan duduk di atas pelaminan dengan mas Farid, suamiku. 

Jangan kan untuk menggelar pesta resepsi pernikahan, emas kawin ku saja dia berhutang. 

Teman teman dan saudara ku semua bertanya, "mirna kapan pesta nya jangan lupa undang kita ya? "

Aku bingung harus menjawab apa kala itu. Aku hanya membalas pertanyaan mereka dengan senyuman. 

"Insya Allah kalau ada rejeki" Hanya itu yang bisa ku jawab setiap kali teman tamanku bertanyan. 

Aku ingin sekali bahkan sangat iri ketika melihat teman teman ku yang baru menikah, lalu menggelar pesta. Ah betapa aku ingin seperti mereka. 

Kadang aku sangat sedih, si A teman ku sepermainan dulu, berasal dari keluarga kurang mampu, wajahnya  juga bisa dibilang biasa biasa saja, tapi ia bisa menikah dengan laki laki mapan dan menggelar pesta pernikahan yang mewah. 

Berbanding terbalik denganku, aku yang kata tetangga dan teman memiliki paras yang lumayan cantik, kulit kuning langsat, postur tubuhku yang langsing. Tapi mendapat suami yang pekerjaannya gak tetap, dan tak pernah duduk di pelaminan merasakan resepsi pernikahan. 

Entah berapa kali aku harus merutuki nasib. 

Entah berapa banyak air mata yang harus ku tumpahkan. 

pernah aku bertanya pada mas Farid 

"Mas. Kapan kita pesta? Mirna pingin sekali kita di buat acara pesta pernikahan kayak teman teman mirna"

Apa jawab nya " Nanti kalau ada uang kita buat pesta"

Aku terus menunggu terwujudnya kata kata mas Farid sampai ia punya uang. 

Namun, hingga dua tahun pernikahan kami. Tak jua ia mewujudkan keinginan ku ini. 

"Mas.. Kita kapan pesta nya, nanti kalau sudah punya anak kan gak mungkin lagi kita pesta mas? "

"Dek.. Yang penting kita sudah sah jadi suami istri. Pesta itu gak wajib"

Mendengar jawaban nya membuat hatiku kembali sedih. 

"Tapi mas, mirna pingin seumur hidup sekali merasakan duduk diatas pelaminan, meskipun pesta nya kecil kecilan gak apa apa mas. Kita undang saudara dekat aja"

"Dek. Jangan kan untuk pesta, buat makan sehari hari aja kita masih susah" Ucapnya membuat impianku hancur. 

"Mas... Kamu kan pernah janji sama aku, kamu akan buat acara resepsi pernikahan kita jika kamu punya uang"

"Iya, tapi buktinya mas sampai sekarang belum punya uang dek, kamu harusnya ngerti kondisi mas. Jangan terus terusan minta dibuatkan pesta resepsi. Siapa yang gak mau, mas juga kepingin merasakan duduk dipelaminan seumur hidup sekali. 

Tapi mas gak punya uang dek"

Entah kenapa air mata ku jatuh begitu saja. 

Impian dan cita cita ku kandas, tak pernah terwujud. 

Kini, aku sudah memiliki anak. Tak mungkin lagi pesta itu akan terwujud. Kecuali jika aku menikah dengan laki laki lain. 

***

Setiap kali ada undangan pesta pernikahan dari teman atau kerabat. Aku merasa malas untuk menghadirinya. 

Bukan karena aku tak punya uang, bukan karena aku tak memenuhi amanah. 

Tapi, setiap kali aku melihat pasangan pengantin baru di atas pelaminan. Maka saat itu hatiku kembali sedih. 

Sedih mengingat nasibku tak seberuntung mereka. 

Memang, pesta yang mewah tak menjanjikan langgeng nya sebuah pernikahan. 

Tapi, kesannya kalau kita menikah tidak membuat pesta, tidak mengundang orang, seolah olah kita di anggap menikah secara diam diam, gak kasih kabar kalau udah menikah. Dan yang lebih parah lagi kita di anggap marriage by accident. 

Aku bahkan sering di sindir oleh keluarga  bahkan teman temanku, kata mereka :

" Kasian ya si mirna, gak pernah merasakan duduk di pelaminan "

"Si mirna mana tau soal beginian, dia kan gak pernah duduk di pelaminan"

"Mirna, kenapa kamu gak undang undang kalo udah nikah? "

"Mir. Kok gak bilang bilang sih udah merid? "

"Mir, kapan pesta nya. Kok gak undang aku? 

" Mirna, kok kamu gak buat pesta sih? "

Hatiku sakit saat mendengar kata kata mereka. Entah jawaban apa yang pantas aku jawab. 

Antara sedih, kesal, kecewa, bercampur semua dalam hatiku. Aku hanya bisa memendamnya sendiri. 

Jika aku bercerita pada mas Farid, maka hanya kecewa yang akan ku dapat. 

Bercerita soal pesta padanya sama saja menghancurkan impian berkali kali. 

Entahlah, kini tiga tahun sudah berlalu. Keluarga, tetangga, bahkan teman teman mungkin sudah jengah bertanya tentang "pesta pernikahan ku"

Dan aku juga sudah mulai melupakan dan menguburkan impianku itu. 

Mungkin sudah menjadi takdirku, aku dan pernikahan ku tak sebahagia teman temanku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Askania
kamu pasti berhasil. semangat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku menyerah Mas   Resmi berpisah

    Part 41Dua Minggu telah berlalu, hari ini sidang kedua gugatan cerai aku dan Mas Farid akan dimulai. Aku susah bersiap siap untuk mendatangi kantor pengadilan Agama. Kali ini Ibu tidak bisa menemaniku karena ada kesibukan. Sendiri aku menghadiri sidang kedua ini, masih seperti sidang yang pertama, Mas Farid tidak hadir untuk kedua kalinya, dia benar benar menepati kata katanya. Pukul 10.00 sidang kedua ditutup, dua minggu lagi aku harus menghadirkan saksi untuk persidangan ini. Saksi yang melihat saat ijab kabul aku dengan mas Farid dulu. Siapa yang harus aku panggilan untuk menjadi saksi? Oiya, aku baru ingat, aku bisa memanggil Tanteku untuk menjadi saksi, beliaua menemaniku saat pernikahanku dulu di KUA. Hati yang ditentukan telah tiba, aku bersama tante Ratna mendatangi kantor pengadilan Agama. Sidang telah dimulai, Mas Farid masih sama, dia tidak datang untuk sidang yang ketiga ini. Tante Ratna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dengan tenang dan santai. Be

  • Aku menyerah Mas   sidang cerai

    Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku mendengar suara tangisan Azka. "Ma... Ma... " Rengekan Azka terdengar dikamar Ibu. Aku segera bangun untuk melihatnya. Ternyata Azka menangis dikamar ibu, sedangkan ibu sedang shalat. "Sayang... Sini sama mama yuk" Swgwrqa Ku gendong Azka keluar dari kamar Ibu. "Azka kenapa nangis nak? ""Mama... laper... " Ternyata anakku lapar, makanya ia menangis. Karena lelap tertidur aku sampai lupa memberi makan malam untuk Azka. "Yaudah kita makan dulu yuk" Anakku pada Azka yang berada dalam gendonganku. Aku segera mengambil nasi didapur. Aku melihat jam didinding, rupanya sudaah pukul 20.00 malam, wah sudah malam rupanya. Untung aku sedang datang bulan, kalau tidak aku sudah ketinggalan shalat magrib dan isya. "Azka makan sendiri atau mama suapin Nak? ""Malam sendiri"Anakku sudah mandiri ternyata, dia sudah mulai melakukan berbagai hal sendiri. Aku senang anakku tidak kekurangan apapun, meski dia jauh dari ayahnya. "Azka, tadi siang Ay

  • Aku menyerah Mas   mendaftarkan berkas

    " Silakan Masuk" Ujar kepala Desa setelah tamunya keluar. "Asalamualaikum" Ucapku memberi salam ketika memasuki ruangan 3x3 meter itu. "Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu? " Tanya laki laki berkumis tebal itu. "Ini Pak... saya mau minta tanda surat keterangan untuk mengurus berkas kepengadilan Agama""Ada masalah apa ya Mbak Mirna, begini saya harus tahu dulu permasalahan yang dihadapi warga baru saya bisa menanda Tangani berkasnya""Baiklah, saya mau menggugat cerai Pak. ""Apa? Benarkah? Mbak Mirna mau menggugat cerai Si Farid? "Wajah Pak kepala Desa berubah kaget, aku maklumi itu. Rumah tanggaku yang tak pernah terlihat bermasalah dimata warga kampung ini tiba tiba aku menggugat cerai. "Ada masalah dalam rumah tangga saya Pak, sudah lima tahun saya bersabar, tapi kali ini saya sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini, dari pada saya menderita lahir dan batin, lebih baik kami berpisah"Pak Kepala Desa masih belum puas dengan jawaban dariku, beliau sep

  • Aku menyerah Mas   gugatan cerai

    "Kau semakin hari semakin berani melawan ku Mirna, kau sudah sangat berubah, tidak seperi dulu" Tatapamnya tajam seperti hendak menerkamku. Tapi aku tidak lagi takut padanya. Aku sudah terlalu lama patuh dan menurut pada laki laki ini. Namun tidak untuk kali ini. "Aku begini juga karena ulahmu, aku sudah terlalu telah kau sakiti, aku lelah hidup dalam kekanganmu, dan kini aku tak mau lagi tunduk padamu. Aku ingin terlepas darimu" Akupun membalas kata katanya dengan sangat tajam. Raut mukanya berubah pias, mungkin saja ia tersinggung dengan ucapanmu. "Kau semakin lancang Mirna, aku tak menyangka kau yang dulu pendiam jadi seperti singa. Apa karena kau sudah bekerja, jadi kau tak patuh lagi pada suamimu? ""Kita sebentar lagi akan jadi mantan, jadi tak usah kau sebut dirimu suami ku. Bukankah saat aku keluar dari rumahmu aku bahkan tak punya uang sepeserpun? Apakah aku harus duduk diam saja dirumah sampai anakku mati kelaparan? "Mas Farid terdiam, wajahnya yang awalnya garang kini m

  • Aku menyerah Mas   Dibuntuti

    "Kamu gak usah bohongi aku lagi Mas, aku gak akan tertipu oleh kebohonganmu lagi. Aku sudah kenyang selama ini kamu bohongi, oiya aku rasa cincin itu tak usah kau kembalikan lagi, anggap saja itu sedekahku untukmu" "Apa maksud kamu berkata begitu? " Tanya Mas Farid pura pura bodoh. Aku yakin, pasti dia belum punya uang untuk membeli cincin itu, dia hanya ingin membujuk ku saja, begitu saja jurusmu dari dulu, gak pernah berubah. "Apa aku harus mengulangi kata kataku kembali, aku tidak membutuhkan cincin itu lagi. Aku menyedekahkan cincin itu untukmu, jika kamu ingin kawin lagi dengan perempuan itu, pakai saja cincin itu, sebagai Mas Kawin. Aku sudah ikhlas melepaskan mu mulai saat ini""Apa yang kamu bicarakan Mirna, perempuan yang mana? Siapa yang mau kawin lagi? ""Sudah lah Mas, tak usah mengelak. Aku sudah tahu jika kamu sudah punya wanita lain. Jadi, jika kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku tak akan mengganggu pernikahan keduamu itu. Pakai saja cincin itu untuk Mas kawin, aku

  • Aku menyerah Mas   Gajian pertama

    Part 37 Tak terasa sebulan kini telah berlalu, akhirnya tiba masanya aku mendapatkan gajian pertama dari tempatku bekerja. Aku sudah menantikan hati ini selama sebulan, dan ketika Bos ku yang tak lain adalah temanku sendiri datang ke Toko pagi ini, aku langsung menyapa dan menghampiri nya. "pagi Da.. ""Pagi Mir, gimana kabarmu Hari ini? ""Alhamdulillah Baik Da, ""oiya Mirna.. Ini buat kamu, Maaf ya aku harus pulang terus, soalnya aku harus kerumah ibuku, ibuku minta ditemani kerumah sakit untuk cek up" Ida menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. "Iya Da Gak apa apa, Semoga ibu kamu lekas sembuh ya Da, dan makasih ya kamu ingat tanggal gajian aku""Pasti dong Mir, aku pasti ingat kok. aku pergi sekarang ya Mir, bye""iya Da, hati hati. Bye"Hatiku berdebar debar mendapatkan amplop ini, aku tidak tahu berapa isinya, dan aku juga tidak pernah bertanya pada Ida berapa gajiku sebulan bekerja ditoko miliknya. Setelah memberikan amplop padaku, Ida pamit pulang. Mumpung Toko masih s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status