Part 1
"Mas, aku ingin bercerai"Kata keramat itu keluar begitu saja, aku sudah tak sanggup lagi memendam nya."Apa katamu Mirna ? Cerai? "
Tanya Mas Farid, suamiku. Ia seperti tak percaya dengan apa yang kukatakan.Ia Kaget mendegar ucapanku, ya aku yang dulu adalah seorang istri yang patuh dan penurut kini dengan berani meminta cerai.
Bukan mudah bagiku bertahan selama Lima tahun dengannya, banyak duka dan Air mata yang entah sudah berapa banyak terkuras.
"Aku tidak akan pernah menceraikan mu Mirna"
Ia bersikeras tak mau menceraikanku, sudah tentu, selama menjadi istrinya tak pernah aku melakukan kesalahan apapun, justru dialah yang banyak menoreh luka di hatiku.
"Baiklah, jika Mas tidak mau menceraikan aku, aku yang akan menggugat cerai di pengadilan"
Entah dari mana datangnya keberanian itu, ini jelas bukan aku yang ia kenal.Bukan, aku bukanlah Mirna yang dulu, ini adalah Mirna yang sudah lelah dan sudah tak tahan lagi dengan suaminya yang bernama Farid.
. Aku menikah dengan Mas Farid sudah berjalan Lima tahun, entah mengapa aku dulu mau menikah dengan laki laki seperti dia?Ya, aku dulu begitu cinta padanya. Meski banyak yang melarangku menikah dengannya, tapi aku kekeuh ingin menikah dengannya karena cinta. Ya karena cinta juga aku menerima dia yang hanya bekerja sebagai supir ojek. Dengan wajah pas pasan, dan tanpa harta dan tahta, Aku terima segala kekurangan nya.
Aku dan Mas Farid selisih umur sembilan tahun, dia sangat dewasa. Aku menyukai sifat dewasa nya, sifat kalemya, kerja keras nya, tanggung jawabnya, selalu meminta maaf setelah kami bertengkar itu yang membuat aku suka padanya. Tapi, kadang sifat tempremen dan emosionalnya sedikit mengganggu pikiranku.
Beda halnya dengan Chalil, mantan pacarku. Ya, sebelum mengenal Mas Farid aku pernah menjalin hubungan dengan Chalil sewaktu SMA dulu.
Aku dan Chalil satu angkatan di SMA, seumuran, lahir di tahun yang sama hanya beda bulan lahir saja.
Dengan Chalil, aku merasa menjadi diriku sendiri. Dia punya selera humor yang tinggi, membuat aku selalu tertawa saat bersamanya, wajahnya yang manis dilengkapi dengan dua gigi gingsulnya membuat aku selalu gemas melihatnya.
Dia juga tidak suka marah apabila aku berbuat salah, selalu saja menasehatiku jika aku salah. Dia juga selalu memberikanku kata kata romantis, Itulah yang membuat aku jatuh hati padanya.
Beda dengan Mas Farid, jika dia marah. Maka dia akan menunjukkan sifat tempremennya, sedikit saja aku salah maka dia akan memarahiku lalu pergi begitu saja.
Dia sangat mudah sekali marah, pernah juga ketika dia marah, benda yang ada di hadapannya dia tendang, bahkan kipas angin kami ikut rusak karena di tendang olehnya.
Aku sangat takut dibuat olehnya, aku takut jika sewaktu waktu dia marah, dia akan memukulku seperti apa yang dia lakukan pada barang yang jadi pelampiasan kemarahannya.
Kadang, pernah terbersit dalam hatiku.
Mengapa aku harus menikah dengan mas Farid jika di dalam hati ku masih ada Chalil?Sungguh, takdir Allah tak ada yang tahu.
Kita hanya menjalankan apa yang telah digariskan dalam takdir Nya.
*
Aku sudah menikah dengan Mas Farid selama Lima tahun, di tahun pertama pernikahan kami begitu sulit.
Aku harus pindah tempat tinggal dalam setahun tujuh kali, pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain.
Pekerjaan mas Farid pun tidak tentu, kadang jika sehari ada uang, maka tiga hari berikutnya kami kekurangan uang, pernah kami tak punya uang untuk beli beras dan gas pun habis, kami hanya beli nasi satu bungkus makan berdua. Betapa menyedihkan nasibku setelah menikah dengannya, aku bahkan terkadang terpaksa meminta beras kepada ibuku.
Aku sedih jika mengingat tahun tahun pertama pernikahan kami. Mas Farid juga terlilit hutang disana sini, ia terpaksa berhutang untuk menutupi kebutuhan kami, apalagi penghasilan dari pekerjaannya sebagai tukang ojek tidak seberapa.
Mas Farid sangat susah sekali mencari uang kala itu, tapi aku selalu bertahan dan memberinya semangat agar Mas Farid tidak mudah menyerah.
Barulah ditahun kedua pernikahan kami, kondisi ekonomi kami mulai membaik. Aku diterima mengajar di sebuah TPA, meski dengan gaji sedikit, aku tak masalah. Dari pada duduk berdiam diri dirumah sepeserpun tak dapat uang.
Setelah mengajar, sedikit banyak aku bisa membeli kebutuhan didapur, aku mulai menabung dan bisa membantunya membayar hutang. Enam bulan aku mengajar di TPA, aku dinyatakan positif hamil.
Antara senang dan sedih bercampur aduk, ya senang karena aku tidak mandul, sedih karena aku takut tak bisa bekerja dan kondisi keuangan kami masih belum mampu, apalagi kami masih tinggalkan dikontrakan yang kapan saja bisa banjir.
Aku tetap mengajar meski sedang hamil, pulang pergi mengajar selalu diantar Mas Farid, karena kelelahan dan kecapean aku harus masuk rumah sakit karena ketubanku merembes dan tinggal sedikit.
Setelah keluar dari rumah sakit, aku terpaksa harus berhenti dari mengajar. Mas Farid melarangku bekerja demi keselamatan calon anak kami.
"Mir, kamu berhenti mngajar dulu ya, kasian anak kita kalau kamu terlalu capek, Mas gak mau anak kita kenapa napa"
Ucapnya kala itu melarangku mengajar.Meski berat, terpaksa aku menuruti keinginan suamiku, aku berhenti mengajar, dengan begitu otomatis aku tidak mendapat penghasilan lagi.
Sembilan bulan telah berlalu, aku melahirkan seorang bayi laki laki tampan yang kuberi nama Azka Askara. Aku menangis saat pertama melihat wajahnya, aku takut anakku nanti akan hidup susah seperti ayah dan ibunya.
"Semoga kamu jadi anak yang sholeh ya nak, yang berbakti pada orang tua"
Setelah anak pertama kami lahir, kami memberanikan diri membangun rumah, meskipun diatas tanah sewa. Dari pada harus sewa rumah kontrakan kesana sini, lebih baik punya rumah sendiri meskipun gubuk.
Di tahun ketiga pernikahan kami, kehidupan kami terasa lengkap. Apalagi putra pertama kami sudah berumur satu tahun, bisa berjalan dan mengoceh, membuat hari hari semakin berwarna.
Namun, sifat mas Farid semakin lama semakin nampak aslinya.
Dia lebih sering marah marah, emosi, bahkan suka banting pintu.
Jika saat di pulang rumah dalam keadaan berantakan dia pasti marah marah. Bagaimana rumah bisa bersih, si kecil kami sedang aktif aktifnya. Segala benda dia pegang, lalu di hamburkan.
Lalu, saat dia pulang aku masih dengan daster kumal dan rambut acak acakan, dia pun akan marah. Apalagi tubuhku yang semakin gemuk setelah melahirkan, dia pun semakin uring uringan.
Kadang aku lelah, capek, dan ingin istirahat sehari saja. Istirahat dari segala rutinitas ibu rumah tangga. Aku ingin sekali sehari saja tak mencuci, tak memasak, tak menyapu, tak belanja, tak buat kue ke warung.
Tapi, semua itu hanya ada dalam hayalanku saja.Jika sehari saja aku sakit, maka rumah akan berantakan. Anak tak ada yang urus, makanan tak ada yang memasak, baju kotor dimana mana, rumah kotor, anak kelaparan, suami marah marah.
Itulah mengapa, aku merasa kehidupan rumah tangga ku sudah sangat melelahkan bagiku. Suami, apa ia tak membantu?
Dia pergi pagi pulang sore, hanya malam lah waktu dia dirumah. Dan jika saat dia dirumah, kondisi rumah seperti kapal pecah karena ulah anak lelaki ku. Maka siap siap aku dimarahinya.
Bab 2Lima tahun pernikahan ku dengan mas Farid, banyak yang pahit kurasa ketimbang yang manis.Bayangkan, baru beberapa bulan menikah dengan nya, dia sudah menjual cincin kawin pernikahan kami. Ya, meski hanya 6 gram saja, tapi bagiku itu sangat berharga.Ia menjual cincin kawin ku dengan alasan ingin bayar hutang, katanya saat melamar dan menikahiku dulu dia berhutang uang pada temannya yang rentenir. Aku baru tahu itu setelah menikah dengannya, ah betapa bodohnya aku.Awalnya aku tak setuju ia menjual cincin kawin ku. Karena itu adalah benda sakral lambang pernikahan kami, lambang harga diri seorang wanita yang sudah di peristri.Tapi, ia berkata "kalau mas gak bayar hutang itu, maka mas akan di penjara dek. "Kata katanya bagaikan godam menghantam ulu hatiku."Apa mas?mas akan di penjara? Kenapa mas berhutang sama orang seperti itu? ""Mas gak ada pilihan lain dek, itu lah jalan satu satunya ag
Bab 3Pernikahan yang aku idam idam kan, pernikahan yang aku impikan, pernikahan yang membahagiakan. Pupus sudah semua impian ku.Dulu, aku bermimpi akan duduk di atas pelaminan bersanding dengan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bagai raja dan ratu sehari. Ah betapa muluk nya impian ku dulu.Tidak. Itu bukanlah impian yang muluk, tetapi itu impian bagi setiap gadis di dunia ini.Disaat seorang gadis akan dinikahi oleh seorang lelaki, pasti ia bahkan keluarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemberitahuan kepada para kerabat dan saudara bahwa anaknya kini sudah menikah.Meskipun pesta yang digelar ala kadarnya, pasti semua gadis menginginkannya.Namun, aku harus menguburnya dalam dalam. Aku tak pernah merasakan duduk di atas pelaminan dengan mas Farid, suamiku.Jangan kan untuk menggelar pesta resepsi pernikahan, emas kawin ku saja dia berhutang.&n
Bab 4"Mirna...? "Aku mendengar suara yang tak asing ditelingaku. Seperti suara laki laki yang sering ku dengar.Aku menoleh, dan mencari tahu siapa yang memanggilku.Dan ternyata..."Chalil? " Tanyaku tak percaya.Dia yang selama ini mati matian aku mencoba melupakan. Ternyata berdiri tepat di depan mataku."Iya mirna, ini aku Chalil. Kamu apa kabar? " Tanya laki-laki yang tak lain adalah Chalil, Cinta pertama ku."Kamu beneran chalil? Apa aku sedang bermimpi? ""Jika iya, maka jadikanlah ini mimpi yang indah untuk kita" Ucapnya dengan pokesan senyum yang selalu membuatku tergila gila padanya."Chalil, kamu kok sekarang banyak kumis sama jenggot nya, kamu gak cukuran ya? " Celetuk ku membuat chalil tertwa geli."Iya mirna, semenjak aku berpisah dengan kamu, aku jadi kehilangan semangat. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Badan pun tak terawat"
Bab 5Jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, mataku belum bisa terpejam.Dalam pikiranku masih terngiang ngiang mimpi tadi.Kenapa sampai sekarang aku masih saja bermimpi hal yang sama berulang ulang, entah berapa puluh kali aku bermimpi bertemu dengan chalil. Hingga membuatku susah melupakan nya.Aku tidak bisa terus terusan seperti ini, aku sudah bersuami. Tak boleh aku mengingat laki laki lain selain suamiku. Meskipun kehidupan rumah tangga ku tak bahagia, bukan berarti aku harus mengkhianati ikatan suci ini dengan mengingat masa lalu.Tidak, aku tidak boleh terus begini. Aku harus melupakan dia. Aku akan berdosa jika sampai terus terusan mengingatnya.Ku bangkitkan tubuh dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Segera ku hidupkan kran air dan membasuh wajah. Ku ambil wudhu dan melakukan shalat malam.Ku tunaikan shalat sunnah dua rakaat, tak lupa ku mengadu pada Rabb ku.Ku cerit
Bab 6Mentari kembali bersinar, hari baru telah dimulai.Aku kembali pada tugasku dirumah, mencuci, menyapu, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, tak ada hari libur untuk pekerjaan ini.Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi, semua pekerjaan sudah beres, si kecil pun sudah tidur. Waktu nya untukku beristirahat dan me time.Ku buka aplikasi berwarna biru, berselancar di dunia maya untuk sekedar menghilangkan penat dan mencari hiburan.Di tengah asik nya aku berselancar di aplikasi biru, tiba tiba masuk sebuah pesan atau inbox.Ting...Bunyi pesan melalui aplikasi sejuta umat itu.[Assalamu'alaikum] bunyi pesan tersebut.Aku penasaran, siapa orang yang tiba tiba mengirim pesan, kalau dari foto profilnya menandakan seorang laki laki.Akunnya bermana "Sang kelana"Penasaran, ku buka profil nya, dan mencari tahu siapakah dia?Setelah
Part 7Selepas kepergian mas Farid, aku hanya bisa terduduk diam, lemas tak betenaga.Kesalahan apa yang telah ku perbuat sehingga begitu marahnya ia padaku?Padahal, aku tak membalas pesan yang dikirim chalil padaku. Bahkan aku tak menerima permintaan pertemanannya.Mas Farid benar benar terbakar cemburu buta, cemburu yang berlebihan.Kini, benda berharga satu satunya yang kupunya telah diambil olenhya. Entah benda itu akan dijual olehnya, entah kemana uang itu akan ia pakai aku tak tahu.Yang ku tahu, sifat nya semakin lama semakin membuatku jengah.Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan dariku.Sakit sekali rasanya nya diperlakukan begini, aku seperti tak ada harga dimatanya.Percuma aku berjuang mati matian memperjuangkan dia dulu di hadapan ibuku. Ah kembali lagi aku mengingat masa itu. Kembali lagi aku teringat perkataan ibu.Betapa bodohnya aku dulu tak mend
Bab 8Aku mencoba menahan tangis sekuat tenaga, ku lihat mas Farid mulai menunjukkan amarah."Aku yakin, kau pasti telah bermain api dibelakang ku mirna" Ucapnya semakin membuat hati ini sakit."Terserah kau mau menuduh ku apa Mas, yang jelas aku sudah tak tahan lagi. Aku sudah sangat lelah menjalani rumah tangga ini""Katakan Mirna, apa laki laki yang bernama Chalil itu penyebab kau meminta pisah dari ku? ""TIDAK" Bantahku."Aku bahkan tak pernah membalas pesan dari nya, bukankah kau telah melihat dan membaca pesan darinya? Apa kau lihat aku membalas pesan nya? Tidak pernah""Lalu apa? Kenapa? Kenapa kau tiba tiba ingin pisah? Apa kau tidak memikirkan nasib anak kita? "Anak selalu menjadi senjata agar perempuan mengalah."Justru karena anak lah aku sudah bersabar selama ini, kalau bukan karena anak sudah dari dulu aku ingin bercerai dari mu""Enggak... Aku gak akan pernah menceraikan mu
"Dan kau percaya begitu saja omong kosong itu? " Tanya mas Farid menyangkal apa yang ku katakan."Percaya atau tidak, itulah kenyataan yang sebentar lagi akan kamu hadapi" Ucapku tegas."Mirna, kalau hanya gara gara mas kawin nu yang belum bisa ku ganti kau minta cerai, kau sungguh keterlaluan, kau matre, hanya karena harta kau tega ingin meninggalkanku""Apa kau bilang? Aku keterlaluan? Sudah berpuluh bahkan ratusan kali aku sudah mencoba sabar menghadapi keangkuhan dan keegoisan mu, bertahun tahun merasakan tekanan batin akibat perbuatan mu dan keluarga mu, bertahun tahun aku sabar, tapi kali ini aku sudah tak sanggup lagi"Aku berkata sambil menahan sesak yang semakin lama semakin membuncah di dadaku."Setelah mengalahkan ku, sekarang kau menyalahkan keluarga ku juga? ""Iya. Memang benar, keluargamu lah sebab aku semakin ingin cerai darimu. Apa kau tak ingat, ketika aku operasi cesar, satu pun keluargamu tak