Share

Di Suasana Kota

Di Suasana Kota

Rizki terbangun dari mimpi. Dimana ini,   Ucapnya.  Ah, ini bukan tempat singgah ku.                                                      Di tempat ku seharusnya tidak ada aroma polusi udara: asap pembakaran dimana-mana. Pemikiran yang masih buram. Ia memincingkan mata untuk cantik melirik sosok wanita yang menghampirinya.

“ Ibu?  kita dimana ini?.” omongannya masih ngelantur.

“ kita di bogor nak.” Ucap ibunya yang duduk manis.

“ Papa kemana Bu?.“ tanya rizki yang masih setengah sadar.

“ Papamu, pergi tadi subuh. Katanya ada urusan penting dikantornya.” Sahut Ibu yang duduk manis.

Tiba-tiba datang seorang gadis berhijab cantik dan menawan, yang sedang menghampirinya. Gadis itu lalu menyapa Rizki yang lagi keheranan entah siapa gadis berhijab itu.

“ baru bangun tidur?.“ Ujar gadis berhijab.

‘’ Iyaa nih... Baru bangun tidur." Sahut Rizki yang sudah sadar kembali.

“ Yaa sudah,,, saya ada urusan dulu. Duluan yaa.’’ Ucap gadis berhijab sembari melangkahkan kakinya dan pergi.

Seorang pria berkameja merah datang menghampiri kediaman Rizki dan Ibunya. Pria berkameja itu meminta Rizki keluar ikut bersamanya, ada yang hendak ia bicarakan. Tampaknya akan serius. Mereka berdua kemudian pergi.

Rizki yang amat heran kebingungan, dan bersikap dingin muka kepada pria berkameja merah tersebut. Dan bersikap murah senyum.

“ Ada apa bapak memanggil saya?.’’ Tanya Rizki tampak kebingungan.

“   Jadi begini nak, saya akan mengajak kamu mengelilingi desa ini.” Ucap pria berkameja merah dengan senyum.

“ Ouh iya pak, terima kasih banyak. Kemungkinan saya belum paham banget dengan tempat ini." ucap Rizki kepada pria berkameja merah.

Pria berbaju merah mengajak Rizki mengelilingi desa yang asri itu, dengan melewati pemandangan indah sawah yang luas dan jernihnya air sungai di desa itu. Dan tak lupa mengajak ke tempat warung terdekat untuk sekedar melepas lelah, setelah menikmati pemandangan desa tersebut.

Waktu menunjukan pukul sepuluh pagi, Rizki melihat gadis yang ditemuinya tadi pagi saat berada dirumahnya.  Gadis itu hanya terdiam memandang tempat yang indah didepannya. Tanpa fakta pendukung ia hanya sekedar berkhayal, melihat gadis hijab itu dari kejauhan.

Seperti apa gadis berhijab itu wajahnya? Apakah wajahnya cantik ? Apakah rambutnya menyentuh pundak? Apakah dia baik ? Atau...? semua terasa samar di bneak Rizki, kecuali hanya perasaanya saja yang tak kunjung pudar.

“ Baiklah Rizki kita pulang, waktu sudah mau masuk siang.” Ujar pria berbaju kameja merah.

“ Iya mari kita pulang. ” Jawab Rizki yang masih memikirkan gadis berhijab tadi.

Rasa penasaran Rizki yang menjadi ritual ingin mengunjungi gadis berhijab tadi. Pintu kamar  yang tertutup membuat Rizki dapat bebas berhalusinasi tentang gadis hijab tadi, membuka  buku-buku tentang asmara, bermain-main dengan gitar kesayangannya mengingatkan dirinya pada gadis lamanya. Rizki adalah musisi  amatiran dalam melodi kenangan. Pun siang itu tatkala langkahnya ingin beranjak dari kamar,  di mana notifikasi whatsapp berdering. Rasa penasaran akhirnya membuka whatsapp tersebut dengan pesan grup masa-masa SMA. Akhirnya Rizki menyimpan kembali ponsel miliknya dan beranjak pergi untuk mandi.

*****

Dua cangkir teh belum tersentuh, asapnya mengepul menjembatani manusia yang telah usai mandi.

“ Hari ini makan apa bu.? “ Tanya Rizki kepada ibunya.

“  Kita makan sayur sop Ki.” Sahut ibu Rizki.

Rizki menyantap makanan itu dengan lahap, cangkir teh hangat minuman favoritnya sejak lama membuat otaknya tetap segar dibelantara kegamangan.

 “ Paman jarang mengabari orang rumah. Dia cuma datang setau sekali di waktu lebaran. Ego papah dan paman sama-sama besar. Mereka sempat beradu argumen tentang hal politik, hari dimana sepantasnya berdiskusi dan menghiasi ruangan bukan adut mulut. Paman enggan mengabari orang rumah saat sejak itu. Ibu sejenak berhenti dari makannya untuk melihat ekspresi wajah Rizki. “ ibu sering menguntit paman lewat dunia maya. Bahkan, sampai dia pergi ke Jakarta pun saya cuma tau dari jejaring sosial miliknya.

Jelang beberapa menit, Rizki pergi dari rumah untuk mencari ketenangan pada dirinya yang sedang dilanda pilu. Tak lama duduk sendiri gadis yang dipikirkan Rizki datang dan duduk disampingnya, menanyakan “ kenapa kamu sedih?’’. Rizki hanya terdiam seribu bahasa karena tidak ingin menceritakan masalahnya kepada orang lain, ia hanya senyum kapada gadis yang ada disebelahya.

****

“ Kamu siapa namanya?.’’ Tanya Rizki yang penasaran kepada gadis itu.

“  Namaku Cahyani, panggi saja aku. ”  Ucap gadis hijab sambil mengenalkan namanya.

“ Nama yang bagus, ouh iya nama saya Rizki.“ Ujar nya kepada gadis hijab tersebut.

‘’ Kita jalan-jalan yuk, keliling desa ini.” tanya  Cahya  kepada Rizki.

Mereka pergi menjelajah desa yang indah dan sangat sejuk, Entah kenapa perasaanku tidak begitu nyaman. Entah kenapa pikiranku tidak begitu bersahabat. Dimana yang seharusnya rumah adalah tempat untuk berdiskusi buakn untuk saling adu ilmu politik, telah berapa lama aku menanti seseorang? Dan harapanku kapan dia bisa berkumpul bersama keluargaku lagi. Ingin rasanya seperti dulu lagi bisa bersama, menikamati obrolan sampai ceria, tidak ada rasa egois untuk saling memihak mana yang baik mana yang buruk. 

 “ pergi” adalah satu kata yang membuat ku berani melihat,menilai, dan menyambangi hal-hal baru. Disaat yang sama “pergi” juga menjadi hal yang menakutkan bila itu bimbang dengan ku. Tapi aku berterima kasih kepada kata “pergi” karena , aku paham bahwa aku butuh rindu. Dan bila mana rasa ini tidak bermakna aku yakin hangatnya akan tetap sama. Suatu ketika tatkala bintang bersinar  menyinari dunia malam harapan ku hanya ingin berkumpul kembali. Dengan setumpuk harpan dan permohonan aku akan membutuhkan keharmonisan.

 Mata Cahya berkaca-kaca saat mendengar kata-kata Rizki yang dicermatinya.  Betulkah begitu Ki? Tak lama ponselnya berbunyi. Paman berkata bahwasannya dia akan datang bersama anak-anak nya tiga hari dari sekarang, kini Cahya paham bahwasannya air mata dapat menetes dengan air kebahagiaan.

Ada suatu yang menarikku pada tempat ini 

Mungkin karena permohonannya dengan usahannya

Menjejaki pintas jalan dan lukisan dinding jalanan

Menggoreskan cerita canda, tawa, dan gurauan

Aku terpikat berjuta kali oleh pesona langkah

Di tempat ini aku temukan rangkuman persahabatan 

Dan rasa cinta...

Kota hujan,  takkan terlupa.

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status