Share

Bab3-At Library

"Alex, kenapa kau berkemas? mau pergi kemana?"

Pergerakan tangan seketika berhenti tatkala mendengar sapaan sang ibu dari ambang pintu kamar. Carlotte masih memakai baju lusuh beraroma matahari karena terlalu lama berjemur di tempat panas, Alex menduga ibu baru pulang dari pasar, dan bahkan belum sempat mencuci tangan.

Si bungsu hanya membalas dengan cengiran lebar. Sebelum Helena datang dan berakhir memancing kemarahan Carlotte.

Wanita itu menggelengkan kepala, reaksi yang tidak jauh berbeda dari Helena dan Johanesse tunjukkan ketika mengetahui betapa keras kepala putrinya, "Ibu sudah mendengar informasi ini di pasar, tentang sayembara pergi ke hutan utara. Jadi kau sudah terlanjur mendaftarkan diri tanpa bertanya pada ibu? kau mau mati, Alexia Sawyer?"

Sontak gadis itu melontarkan tatapan tajam ke arah si sulung sembari mencibir pelan. Kepalanya lantas beralih menunduk saat mendapati perubahan drastis raut Carlotte, "Kalian tidak perlu khawatir, aku pasti bisa menjaga diri. Aku juga mendapat firasat kalau akan baik-baik saja di sana."

"Kenapa kau keras kepala sekali? kau egois dan tidak tahu diri, Alexia!"

Alexia tak menggubris, ia kembali mengemas barang bawaannya berupa makanan kering tahan lama dalam jumlah yang tidak banyak, selebihnya senjata sederhana seperti pisau dapur yang biasanya dipakai Helena untuk memotong daging. Mungkin ia juga memerlukan tombak atau pedang sebagai senjata utama, Alex berniat membelinya dari penempa secara langsung, "Aku memang perlu melakukan ini, seandainya saja aku tidak kembali, kalian boleh melakukan apapun untuk rumah ini atau menjual ternak kita. Tapi aku memastikan kalau akan pulang dengan selamat."

Tidak ada yang membalas, Ibu justru bergegas pergi seolah tidak berniat mendengarkan terlalu lama. Sementara Helena menutup pintu kamar rapat-rapat.

"Aku punya keyakinan akan selamat dan pulang dengan uang yang ku perjuangkan," ucap Alexia lirih, namun masih terdengar jelas di telinga Carlotte yang sudah berjalan menjauh.

•••

Satu minggu sudah termasuk waktu yang sangat cukup bagi Alexia untuk mempelajari semua hal tentang hutan utara di perpustakaan milik keluarga baron Rompero. Di sana Johanesse dengan senang hati membiarkan Alexia memasuki rumah mewah tersebut dan meminjamkan buku koleksi miliknya, sekalipun penampilan gadis itu seperti kain lap yang kumuh.

Keluarga Rompero sebenarnya juga tidak mempermasalahkan keberadaan si gadis jerami—panggilan khas Alexia—mereka membiarkan putra tunggalnya berteman dengan siapapun, baik itu lelaki atau perempuan dan dari kalangan atas atau rendahan, asalkan tidak membawa pengaruh buruk bagi Johanesse. Bahkan Tuan dan Nyonya Rompero sudah mengenal Alexia dengan baik seolah menganggapnya anak sendiri.

Semenjak siang, Alexia menghabiskan waktu di karpet sutra sembari membaca tumpukan buku yang membahas tentang hutan utara atau hal berkaitan dengannya. Johanesse sesekali ikut membaca, tapi dia lebih sibuk dengan biola yang dilantunkan secara sempurna. Mereka tertawa, bercanda, membahas masalah serius, tapi tak dipungkiri, Johanesse memendam kekhawatiran mendalam mengenai langkah yang ingin diambil teman perempuannya. Mau bagaimana lagi, Jo tentu sama kesulitannya dengan Carlotte dan Helena untuk menghentikan tindakan keras kepala Alexia.

"Kau masih yakin akan pergi ke tempat terlarang itu? ibumu mengizinkan?"

"Tidak, tapi aku akan tetap pergi apapun yang terjadi. Sudah ku katakan sebelumnya," balas Alex masih tak mengalihkan pandangan dari lembaran buku tebal.

"Masih bisa dibatalkan kalau kau mau berpikir ulang. Hutan itu berbahaya, jauh dari yang kau bayangkan selama ini."

Alexia menggeleng tidak peduli ketika Johanesse terus saja menakutinya, "Aku sudah yakin."

Menurut salah satu buku yang telah ia baca, hutan utara memiliki aura mistis yang berselimut sihir. Dari luar terlihat baik-baik saja, hanya menebarkan aura menakutkan, tapi ketika masuk, dimensi seakan sudah berbeda. Sejauh yang Alexia ketahu, belum pernah ada orang yang berani masuk ke sana, jadi bagaimana cerita dalam buku dibuat? apakah hanya sekedar khayalan fiktif?

"Bukankah belum pernah ada orang yang berani masuk ke hutan utara? jadi apakah cerita yang beredar selama ini cuma karangan manusia yang melihatnya dari luar saja?"

"Kau belum pernah dengar ya, dulu pernah ada dua orang. Tapi hanya satu yang kembali dengan selamat, itu pun butuh waktu ratusan tahun lamanya."

"Ceritakan padaku!" sentaknya antusias ingin mengetahui lebih banyak.

Johanesse dengan senang hati menuruti, sembari menambahkan bumbu kebohongan yang berlebihan agar Alexia berubah pikiran karena takut. Tapi tentunya cerita yang diungkap merupakan kisah nyata yang pernah dibahas semasa sekolah oleh guru sejarah. Johanesse tidak berbohong.

Berawal dari seorang pria yang pertama kali menginjakkan diri di hutan mistis, dan tidak kembali selama beberapa bulan, membuat istrinya menyusul ke sana dengan segenap keberanian. Rumor berkata si pria terjebak di sana dan menjadi kutukan yang kemudian semakin melingkupi aura buruk di hutan utara, tapi sang istri bisa dipulangkan dengan selamat setelah seratus tahun juga terjebak. Kabarnya wanita itu sendiri yang sudah menyebarkan cerita pengalaman hidupnya.

Tapi tidak pernah ada cerita secara jelas tentang kenapa si pria tiba-tiba masuk ke hutan utara, dan apa yang terjadi di sana sampai membuat si wanita sulit kembali.

Potongan cerita Jo yang terdengar membingungkan dan tak masuk akal membuat Alex sulit percaya. Sekalipun lelaki itu sudah berusaha mengungkapkan dengan cara yang amat meyakinkan.

"Pasti ada alasan kenapa pria itu pergi ke sana 'kan?" tanya Alex sembari merebahkan kepala di dekat Johanesse yang telungkuo, sehingga jarak mereka cukup dekat, hampir saja jantung lelaki itu melompat keluar karena terlalu terkejut dengan tingkah Alex yang selalu mendekatinya secara tiba-tiba, "Jawab aku!" gadis itu menyentak.

Johanesse masih berusaha bersikap santai dan menutupi keterkejutannya dengan baik, "Entah, itu masih jadi rahasia besar."

"Lalu bagaimana cara si istri bisa keluar setelah sekian lama?"

"Aku juga tidak tahu, Alex. Hanya itu yang diceritakan guruku."

Alex tidak pernah menyerah mengajukan pertanyaan, "Si istri masih hidup sampai sekarang? kapan cerita itu beredar?"

"Mungkin sudah tiada, cerita itu sudah lama terdengar dari mulut ke mulut, ibuku pun bilang sudah ada sejak dia masih muda," Jo mengangkat bahu, "Tapi keturunannya pasti masih ada dan mungkin mereka yang menyebarkan cerita seperti itu, lalu berakhir jadi konsumsi publik sampai sekarang."

Alexia berubah posisi ikut telungkup, makin tertarik dengan cerita Jo ketimbang membaca, "Siapa nama mereka? ayo beritahu aku."

"Entahlah, Alexia.." Johanesse hampir menyerah menanggapi teman perempuannya yang terlalu antusias.

"Begitulah, cerita selalu berakhir tidak pasti. Membuatku semakin ingin pergi ke tempat itu untuk membuktikan kebenaran perkataan orang yang tersebar kemana-mana padahal belum jelas. Aku jadi sangat penasaran, sebenarnya ada apa dengan hutan itu... dan apa yang membuatnya menjadi tempat terkutuk?"

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status