Share

06 || Sosok Tangguh.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!"

Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.

Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu.

"Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja.

"Gak pa-pa," jawab Nayla singkat.

Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla.

"Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya.

Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah atau pun kecewa. Perlahan mobil berjalan mundur kemudian melesat meninggalkan Nayla yang berdiri di halaman rumah.

"Dasar gak peka!" gerutu Nayla.

Nayla dan Kenan memang merupakan dua pribadi yang berbeda. Di mana Kenan yang cuek terkadang membuat Nayla kesal. Padahal, Kenan hanya seorang yang tidak ingin berpura-pura. Namun, bagi Nayla ia ingin diperhatikan ketika sedang kesal atau marah padanya.

Prahara tersebut menjadi pemicu ribut antara dirinya dan Kenan. Namun, tidak jarang sikap manis Kenan membuat luluh hati Nayla. Tidak diungkiri hanya Kenan yang mampu mengisi relung kosong hingga akhirnya ia memutuskan pergi dari laki-laki yang sesungguhnya sangat ia cintai.

"Mommy?" Suara Allea memanggil.

Nayla yang sedang mengunci pintu rumah akhirnya terperanjat ketika menyaksikan putrinya masih terjaga dengan binar mata seolah menunggu cerita indah dari ibunya saat berada di rumah Kenan.

"Sayang? Kok, belum bobok?" tanya Nayla ketika ia sudah berjongkok di depan putrinya.

"Maaf, Non. Non Lea enggak mau tidur katanya sebelum mendengar cerita Non Nayla," ucap Inah.

Mendengar kata dari pembantunya, Nayla hanya bisa menarik napas dalam serta mengembuskan perlahan. Memberikan senyum termanis meski ia harus menahan semua ucapan yang bisa saja dapat menyakiti hati putrinya.

"Kalau begitu, kita ngobrol di kamar aja, yuk? Sekalian biar Lea langsung bobok, ya?!"

Nayla menggendong putrinya dan masuk ke kamar. Membaringkan tubuh kecil itu di sampingnya. Saat ini kepala Allea ada di pangkuan Nayla yang sedang duduk bersandar pada head board. Sungguh sangat jelas terlihat ekspresi mengantuk putrinya yang ditahan hanya karena ingin mendengar cerita dari sang ibu.

Nayla mulai bercerita tentang perjalanannya menuju rumah Kenan. Ia juga menceritakan rumah Kenan yang begitu besar dengan halaman luas dan disertai kolam renang seperti rumah-rumah yang ada dalam khayalan putrinya. Lambat-laun mata Allea semakin berat, ia mulai diserang rasa kantuk hingga akhirnya terlelap di pangkuan sang ibu dengan usapan pada pucuk kepalanya.

"Namun keindahan yang kamu dengar ini hanya awal, Lea. Karena Mommy tidak diterima berada di tengah-tengah keluarga Uncle Ken," gumam Nayla ketika Allea sudah terlelap.

Air mata hampir saja terjatuh, tetapi Nayla dengan cepat mengusap dengan punggung tangannya.

***

Sesungguhnya Nayla tidak terlalu memikirkan hal itu untuk dirinya. Namun, penolakan itu pasti akan melukai hati putri kecilnya yang sudah banyak mengharapakan Kenan menjadi sosok ayah untuknya. Bagi Nayla prioritas utama hanya Allea, ia merasa tidak membutuhkan pendamping karena lukanya sudah terlalu dalam di masa lalu, masa di mana ia harus berjuang seorang diri saat mengandung Allea tanpa sosok pendamping sehingga membentuknya menjadi sosok wanita tangguh.

Nayla sudah bersiap ke tempat kerja saat jarum jam mengarah ke angka tujuh. Langit gelap menandakan kalau dirinya harus bekerja membanting tulang demi anak dan hidup mereka. Nayla––wanita kuat dan hebat yang memiliki satu orang anak bernama Allea. Anak kecil itu yang membuat sosok Nayla menjadi tangguh dengan mendengar tangis awal saat ia dilahirkan membuat Nayla menjadi lebih semangat lagi untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

"Mommy udah mau kerja, ya?" tanya Allea pada ibunya.

"Iya, Sayang. Kenapa belum bobok? Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Nayla memastikan karena wajah Allea terlihat sedikit pucat.

Allea hanya memandang wajah ibunya dengan binar mata sedikit berkaca––tidak seperti biasanya. Sorot matanya layu saat ini membuat Nayla menjadi khawatir.

Nayla meletakkan punggung tangannya ke dahi Allea, ada sedikit kenaikan suhu badan sehingga ia ragu untuk meninggalkan putrinya malam ini. Nayla menggendong Allea dan masuk ke kamar, ia gegas mengambil kotak obat, lalu mencari obat sirup turun panas.

"Non Lea kenapa, Non?" tanya Inah saat melihat majikannya masih sibuk mengurusi putrinya.

"Badannya anget, Bi. Sepertinya mau demam dia. Aku mau kasih obat dulu," ujar Nayla.

"Biar sama Bibi aja, Non. Tadi pagi padahal Non Lea baik-baik aja. Apa yang salah, ya Allah ...." ucap Inah yang sepertinya menyesal.

"Enggak apa-apa, semoga hanya demam bisa aja."

"Kalau Non Nayla mau kerja enggak apa-apa, Non Lea biar Bibi yang jaga."

Nayla sesungguhnya merasa berat meninggalkan putrinya dalam keadaan sakit. Namun, ia juga berpikir kalau bukan dirinya yang mencari nafkah, lalu siapa lagi yang akan mencukupi kebutuhan diri dan putrinya?

Nayla hanya mengirimkan pesan singkat kepada Madam Sahara, ia menceritakan keadaan putrinya dan meminta waktu untuk telat masuk kerja malam ini. Untung saja Madam Sahara berbaik hati mau memaklumi keadaan Nayla.

Sudah setengah jam Nayla harusnya sudah bekerja, tetapi ia masih diliputi kekhawatiran putrinya hingga memutuskan masih menunggu panas Allea hingga turun. Tiba-tiba saja suara bel rumah berbunyi, Inah yang sedang duduk di samping kasur akhirnya bangkit untuk membukakan pintu.

"Siapa, Bi?" teriak Nayla dalam kamar, tetapi Inah tidak menjawab.

"Ini aku, Nay." Suara bariton yang sangat Nayla kenal.

"Kamu?" Sepasang mata Nayla membulat saat melihat Kenan sudah duduk di sampingnya.

"Lea sakit apa?" tanya Kenan yang kemudian meletakkan punggung tangannya pada dahi Allea.

"Panas."

"Kita bawa ke rumah sakit saja, yok?" ajak Kenan.

"Sepertinya enggak perlu, ini panasnya mulai turun, kok." Nayla menjawab sambil menempelkan handuk kecil basah untuk mengompres dahi Allea.

Berkali-kali ponsel Nayla berdering, tetapi wanita berusia dua puluh lima tahun itu tidak kunjung mengangkatnya hingga membuat Kenan bertanya.

"Kenapa enggak kamu angkat ponselnya, Nay?"

"Enggak penting, paling temanku yang menanyakan masuk kerja atau tidak," jawab Nayla tanpa memandang wajah Kenan.

"Kalau kamu mau kerja, berangkat saja. Biar Lea aku yang jaga dan enggak usah khawatir karena aku bisa menjaganya dengan baik," ucap Kenan yang buat Nayla menimbang-nimbang usulnya.

"Enggaklah, aku enggak mau repotin kamu," jawab Nayla.

"Repot?" ujar Kenan dengan bibir tersenyum sarkas. "Apa yang membuatku kerepotan? Lea anakku," jawab Kenan yang kemudian memandang wajah cantik anak kecil yang sudah terlelap.

Sepasang mata Nayla membulat saat mendengar jawaban Kenan.

"Ke––kenapa kamu bicara seperti itu?"

Kenan yang sedang fokus memandang wajah Allea akhirnya berpindah pada Nayla yang malah terlihat khawatir.

"Aku, kan, akan menikahimu. Anakmu, ya, anakku juga, kan?" jawab Kenan yang membuat Nayla bisa bernapas lega.

Melihat Kenan yang begitu peduli pada putrinya, akhirnya Nayla memutuskan untuk pergi bekerja meski waktu kerjanya harus terlewat hampir satu jam.

"Maaf, ya, aku jadi ngerepotin kamu karena Allea," ujar Nayla pada Kenan.

"Lagi-lagi kamu bilang merepotkan, Nay. Aku bilang tidak, tidak merepotkan sama sekali karena Lea itu anak aku, aku sayang sama dia. Pergilah, tidak usah mengkhawatirkan Lea, aku janji akan merawatnya dengan baik," ucap Kenan yang membuat Nayla yakin menitipkan putrinya pada orang tepat.

Akhirnya Nayla berjalan ke kamarnya dan meraih tas juga perlengkapan yang ia butuhkan saat bekerja nanti. Ia pun kembali ke kamar putrinya hanya untuk mencium kening Allea dan mengecek suhu tubuhnya sebelum ia berangkat kerja.

Terima kasih, Tuhan ... suhu tubuh Lea berangsur normal. Nayla berucap dalam hatinya. Ia mengusap pucuk kepala putrinya dan kembali mengecupnya hangat seolah berat meninggalkan bekerja ketika putrinya sedang sakit.

"Aku titip Lea, ya?" ucap Nayla pada Kenan.

"Kamu tenang aja, enggak usah khawatir. Hati-hati, ya?" ucap Kenan yang disambut dengan senyum manis Nayla.

Baru saja Nayla berjalan tiga langkah dari sisi Kenan, laki-laki itu kembali memanggil nama Nayla hingga langkahnya terhenti.

"Ya, ada apa?" Nayla menjawab dengan pandangan menoleh ke arah Kenan.

"Sesungguhnya kamu kerja di mana, sih? Kok, malam-malam begini?" tanya Kenan yang membuat Nayla bingung harus menjawab apa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status