Tiba saatnya pernikahan Kenan dan Nayla. Tidak banyak orang yang datang. Hanya penghulu, ibu, ayah sambung, beberapa saksi juga hakim yang akan menjadi wali nikah untuk Nayla. Sedangkan keluarga dari pihak Nayla tidak ada yang menghadiri karena sudah tidak ada komunikasi lagi, bahkan dari dulu Nayla sudah diasingkan karena dianggap telah mempermalukan nama baik keluarga, hanya ada putrinya dan seorang pembantu saja. Nayla datang bersama sopir yang diutus Kenan untuk menjemput. Ia berjalan diapit oleh Inah dan Allea. Kenan terpana melihat penampilan Nayla yang begitu memukau. Seperti yang ada dalam angannya; Nayla benar-benar terlihat begitu cantik. "Mommy cantik, kan, Dad?" Allea bertanya saat tatapan Kenan begitu lekat pada ibunya. "Sangat, Sayang. Mommy sangat cantik sepertimu," ucap Kenan sambil mencubit pelan hidung putrinya. Allea tersenyum, ia begitu bahagia saat ini. "Belum juga jadi ayah udah panggil Daddy," sindir Kinan yang begitu terlihat tidak suka pada bocah kecil ya
Sudah sekitar lima hari pernikahan Kenan dan Nayla digelar. Saat ini di rumah Kenan bertambah ramai, harusnya Kinan senang karena rumahnya sudah tidak sepi dengan hadirnya cucu di tengah keluarganya. Namun, nyatanya Kinan malah membenci keadaan itu. "Sayang, jangan nakal di rumah, ya? Daddy mau ke kantor," ucap Kenan pada putrinya yang sedang bermain boneka di teras rumah bersama Inah. "Iya, Daddy hati-hati, ya?" jawab Nayla sambil tersenyum. Kenan mengangguk dan ikut tersenyum ia mengusap pucuk kepala Allea dengan belaian lembut. Sungguh ia benar-benar bersyukur saat ini. Sudah menikahi kekasih hati dan juga berkumpul dengan anak kandungnya. "Kak, tunggu!" Suara Nayla memanggil dari dalam. Kenan melirik saat istrinya sudah ada di depan pintu rumah tengah berdiri dengan dress di bawah lutut berwarna putih yang membalut tubuhnya. Ia begitu terlihat cantik pagi ini. "Loh, kamu mau ke mana, Nay?" tanya Kenan heran. "Aku mau ke toko kue, Kak." "Loh, nanti kamu dibantu siapa? Bi Ina
Keduanya saling mengulum senyum saat menyadari kegilaan yang baru saja mereka lakukan. "Kakak nakal, ih! Udah kayak enggak ada tempat aja," ujar Nayla. "Ya enggak apa-apa, kita, kan, udah nikah, Sayang. Sah-sah aja." Kenan mengecup bibir Nayla. Cukup lama mereka berada dalam toko kue dan akhirnya Kenan memutuskan untuk makan siang bersama di restoran yang tidak jauh dari toko kue milik mereka. Namun, Nayla menolak ia lebih memilih makan di rumah makan sederhana.Dua porsi sate kambing, nasi putih dan es teh manis menjadi menu santap siang mereka setelah bercinta. "Gimana setelah beberapa hari tinggal di rumah, Nay? Betah?" tanya Kenan pada istrinya. Nayla tersenyum."Iya, Kak." Nayla hanya menjawab sekenanya dan itu pun dengan senyum yang terlihat tertekan. Kenan mengerti apa yang dirasakan oleh istrinya melalui ekspresi wajah. Ia berusaha menutupi apa yang ia rasa agar hubungan antara anak dan ibu tetap harmonis meski sesungguhnya Nayla benar-benar tidak betah berada di rumah it
Sekitar jam setengah sebelas siang Nayla memutuskan untuk pergi ke toko kuenya karena sudah ada janji dengan seseorang yang menghubunginya untuk melamar pekerjaan. Nayla berharap ia bisa cocok dan membantu dirinya untuk menjadi karyawati di toko kue yang sudah lebih dari satu Minggu tutup. Nayla mengenakan dress di bawah lutut berlengan panjang dan sudah membawa tas untuk segera ke halaman rumah karena taksi online yang ia pesan sudah menunggu di depan sana. Namun, langkahnya terhenti saat ia melirik ke ruang makan, di sana ada Kinan yang sedang membuka tudung nasi. Nayla masih berdiri memperhatikan dan ternyata Kinan menyungkil nasi serta sayur sup yang ia masak tadi pagi. Kinan terlihat lahap menyuap dan mengunyahnya seperti orang kelaparan. Mungkin lebih tepatnya ia lahap karena memang masakan Nayla enak. Perhatian Nayla terpecah ketika ponsel yang sedang ia genggam berdering. Siapa lagi kalau bukan taksi online yang menghubunginya. Gegas Nayla berjalan cepat menuju pintu ruang u
Sekitar jam dua siang Nayla sudah ada di rumah. Seperti biasa ia bermain dengan putri tercintanya. Entah disengaja atau tidak, Kinan mengobrol dalam sambungan ponsel di dekat Nayla. "Iya, Sayang. Kapan pun kamu mau, Mama selalu siapin tempat teristimewa untuk kamu. Kapan kamu mau ke Indonesia lagi?" Kinan bercerita di ponsel dengan bibir yang terus tersungging, ia terlihat bahagia sekali saat mengobrol di depan Nayla. "Tiga hari lagi? Ah ... Mama seneng banget deh hari ini dengar kabar kalau kamu mau ke rumah ini. Mama bahagia banget, Sayang." Obrolan Kinan memicu rasa penasaran Nayla, tetapi ia masih bisa menahannya. Namun, tidak dengan putrinya yang masih polos. "Oma, lagi ngobrol sama siapa, sih?" Tiba-tiba saja Allea bertanya dan spontan Nayla membekap bibir mungil putrinya. Kinan mendelik kesal pada cucunya. "Heh! Siapa yang ijinin kamu bertanya?" Mata Kinan menyorot tajam ketik memandang putrinya."Maafkan anak saya," ucap Nayla yang tidak direspons oleh Kinan yang berlalu
Hari ketiga akhirnya datang juga. Rebecca kembali ke Jakarta dan tentunya disambut senang oleh Kinan dan senyum-senyum nakal dari Yoga. "Hai, Sayang!" Kinan memeluk Rebecca pun dengan Rebecca yang membalas pelukan sama eratnya. "Tau, gak, Mama kesepian di rumah semenjak kamu pulang ke Singapur," ucap Kinan. Keduanya mengobrol hangat dan terlihat bahagia hingga akhirnya Allea sampai di rumah bersama Inah. Sorot mata Allea terlihat heran ketika neneknya mengobrol dengan orang asing yang sepertinya sudah akrab. "Tante itu siapa, Bi?" tanya Allea sambil menunjuk pada Rebecca yang sedang tertawa dengan neneknya. "Mungkin keluarganya, Non. Udah, kita ke kamar aja, ya?" ucap Inah. Allea memang ke kamar menuruti ajakan pengasuhnya, tetapi rasa penasaran bocah kecil pintar itu sepertinya memuncak saat melihat neneknya memperlakukan wanita itu dengan begitu baik bahkan selalu tersenyum. Sedangkan pada diri dan juga ibunya seolah membenci. "Non, Bibi masak dulu buat Mommy di toko, ya? Kita,
Kini tiba saatnya pulang. Reynand sudah bersiap dengan tas ransel yang selalu ia bawa, pun dengan Nayla, Allea juga Inah. "Saya pamit, Tant!" ucap Reynand pada Nayla. Ia memang sudah terbiasa menyebutnya Tante karena baginya usia Nayla belum dikatakan tua untuk dipanggil ibu. Padahal, bukan perkara dari umur saja seseorang mendapat gelar jadi ibu karena ia sudah memiliki keturunan pun sama. "Hati-hati, Kak Rey!" jawab Allea manja. Reynand tersenyum kaku. Sementara Nayla sepertinya belum menyadari ada kejanggalan dari sang putri.Sepasang mata Allea terus menatap lekat Reynand yang berjalan menuju pintu bahkan hingga ia menaiki angkot di depan toko kue miliknya. "Ayok, kita pulang, Sayang!" ajak Nayla pada putrinya. Allea terperanjat karena ia terlalu fokus memandang Reynand yang bahkan sudah tidak ada di hadapannya. Inah merasa ada yang tidak beres dengan anak majikannya, tetapi ia berusaha menepis. Allea memang besar dan tumbuh oleh orang tua tunggal. Ia diasuh oleh pembantunya
Rebecca menyunggingkan senyum saat melihat Kenan mengejar istrinya. Ia merasa bahagia ketika sepasang suami-istri tersebut menjadi salah paham atas ulahnya. "Kamu bikin ulah apa lagi, Sayang?" bisik Yoga di telinga Rebecca. Rebecca menoleh, lalu tersenyum. "Entah, aku seneng ngeliat mereka berdua berantem," ucap Rebecca dengan mata yang masih fokus pada Kenan yang sedang mengejar istrinya. "Apakah itu tandanya kamu masih ada cinta untuk Kenan?" Pertanyaan Yoga mampu membuat Rebecca bungkam seribu kata. Mungkin rasa itu masih ada, tetapi ia begitu takut kalau Yoga nantinya akan cemburu, lalu menjauhinya. Rebecca mencoba santai dan tersenyum manis pada Yoga. "Kalau sudah ada yang sayang sama aku, ngapain cari yang lain?" ucap Rebecca sambil membenahi kemeja yang sedang dikenakan oleh Yoga. "Serius?" tanya Yoga dengan tatap tajam. Rebecca mengangguk kemudian mencium pipi Yoga secepat kilat agar kecemburuan Yoga hilang begitu saja. Sedangkan di sudut kamar lain ada Allea yang teng