Share

5

Ririn menempati bangku belakang sementara Krisna di depan kemudi dengan Alma duduk di sampingnya. Rupanya Krisna cukup terampil dalam mengemudikan mobil mewah dan ia terlihat seksi di mata Alma.

Entah mengapa, Alma sangat suka melihat pria yang sedang mengemudi. Wajah mereka yang fokus dengan tangan-tangan yang terampil mengemudi selalu membuat Alma tergoda untuk melakukan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian mereka.

Alma tau hal itu berbahaya, namun ia menyukai ketegangan saat hal itu terjadi. Dan kali ini Krisna pun tidak lolos.

Ririn sedari tadi sibuk mengoceh dari bangku belakang. Ntah apa yang ia bicarakan, Alma tidak begitu memperhatikannya. Satuhal yang pasti, Alma tau pasti bahwa Ririn akan terlalu sibuk untuk menyadari hal yang akan ia lakukan berikutnya.

Sambil sesekali meilirk ke arah Krisna, Alma dengan sengaja melipat kakinya, membuat gaun diatas lututnya sedikit tertarik semakin keatas, mendekati pahanya. Namun Krisna tidak bergeming.

Lalu ia pura-pura menjatuhkan korek yang sedari tadi ia mainkan. Untuk dapat mengkau korek yang jatuh di bawah kursinya, Alma pun harus membuka kakinya lebar-lebar, membuat rok nya semakin tertarik ke batas pahanya. Lalu ia merunduk dan berpura-pura meraba ke bawah kursi seakan ia belum menemukan korek yang sudah ada dalam genggamannya.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Krisna tiba-tiba sambil memandangi entah punggung Alma atau paha mulus Alma yang sedikit terbuka

Sepertinya rencana Alma berhasil.

Sangat tidak mungkin bagi pria mana pun untuk bisa mengabaikan paha mulus itu, tidak terkecuali dengan Krisna.

Untuk dapat menyentuhnya, Krisna cukup meregangkan elapak tangannya yang berada di atas perseneling. Namun sebaliknya, Krisna justru menggenggam perseneling itu lebih erat.

Ini sungguh merupakan sebuah siksaan bagi naluri pria Krisna. Semua hal mengenai Alma sungguh memabukkan. Sepertinya ia sengaja melakukan semua itu pada Krisna. Entah kesalahan apa yang ia perbuat sehingga ia pantas menerima siksaan ini. Sementara celana di pangkal pahanya terasa semakin ketat dan sempit.

 “Apa kau tidak lihat? Aku sedang mencoba mengambil korekku yang terjatuh.” Jawab Alma santai setelah kembali ke posisi duduknya. Merasa puas melihat Krisna yang mulai terlihat gelisah.

 “Wah, mbak merokok juga?” tanya Ririn melihat korek dalam genggaman Alma.

“Hanya sesekali.”

“Wah, mbak keren sekali!” seru Ririn takjub.

“Haha, apanya yang keren? Ini hanyalah rokok. Aku yakin banyak wanita selain aku yang merokok diluar sana” Alma tertawa mendengar pujian Ririn.

“Memang sih, tapi tidak ada satu perempuan pun di kantor yang merokok. Kecuali mbak Alma tentunya sekarang.”

“Kalau begitu, apa kamu mau coba untuk bergabung denganku?” goda Alma pada Ririn.

“Haha, tidak mbak, terima kasih. Aku bisa-bisa dibunuh ibuku jika ia tahu aku merokok.” Ujar Ririn dengan wajah ngeri membayangkan apa yang ibunya mampu lakukan padanya.

Tidak terasa, mobilpun mulai menepi ke sebuah tempat makan yang terlihat sederhana namun nyaman. Di bangun di tanah yang cukup luas, bebrapa gazebo berdiri dengan konsep lesehan. Setiap gazebo di isi oleh sartu atau dua meja pendek serta bantalan-bantalan duduk dengan lampu pijar berwarna jingga terpasang di sekelilingnya. Menciptakan suasana romantis bagi pasangan yang berkunjung.

“Ayo turun,” ajak Krisna wajah datar, telihat masih tergangu dengan perbuatan Alma sebelumnya.

Konsep lesehan tempat makan ini pun seakan memperburuk keadaan. Entah bagaimana, lagi-lagi Krisna terjebak untuk duduk di samping Alma. Dengan caranya duduk, sudah pasti Krisna dapat melihat dengan jelas paha Alma setiap kali ia bergerak. Lututnya yang terbuka bahkan berkali-kali menyentuh lutut Krisna. Membuat Krisna sesekali tersentak seakan ada aliran listrik dalam tubuh Alma.

Acara makan malam berlangsung dengan sangat menyenangkan setelah tidak lama rombongan pak Haryo menyusul dan bergabung dengan mereka.

Alma tidak yakin jika ia bisa mengafal semua nama yang hadir saat itu. Namun sangat mudah untuk mengingat para wanitanya, karena hanya ada tiga wanita yang hadir. Alma, Ririn, Nina dan Vera, satu-satunya pekerja wanita di  lantai dua.

Dari percakapan dan ledekan antar mereka, Alma mendengarkan beberapa cerita mengenai orang-orang di kantor. Termasuk cerita mengenai Krisna.

“Krisna ini, kalau tidak di paksa, mana mungkin dia ikut datang hari ini. Kuliahnya pasti selalu saja di jadikan alasan.” Cibir Ririn

“Bukannya beralasan, malam ini aku memang ada jadwal kuliah.” Krisna membela diri. “Tapi toh sekarang aku di sini.”

“Sejak kapan kamu memperhatikan kuliahmu?” Frans menambahkan.

“Sejak aku lelah karena kuliah ku tidak kunjung selesai.” Gerutu Krisna.

“Makannya kau jangan lembur terus di kantor. Kau lembur pun bukannya bekerja, tapi nonton itu kan...” ledek pak Burhan penuh arti, membuat Krisna salah tingkah.

“Wah, benar tuh pak, saya juga pernah menangkap basah mereka sedang melihat foto-foto wanita seksi!” timpal Ririn membuat Krisna makin salah tingkah dan entah mengapa malah melirik Alma, seakan takut ia salah paham.

“Hei, kau jangan sembarang bicara ya. Kapan aku pernah melakukan itu!” sungut Krisna.

“Tuh, benar kan pak. Wajah Krisna memerah,” ucap Ririn masih meledek, memancing tawa semua orang.

“Ah, sudahlah. Aku mau pergi merokok dulu.” Akhirnya Krisna beranjak dan berjalan kebelakang menjauhi gazebo.

Krisna sedang asik menikmati rokoknya, menghisapnya dalam-dalam. Kepulan asap putih berhembus melalui mulut dan hidungnya. Sementara satu tangannya ia masukkan kedalam saku celana.

Rasanya lega sekali punya waktu sendiri, jauh dari Alma dan yang lainnya. Krisna merasa sedikit lelah akibat reaksi-reaksi aneh pada tubuhnya yang tidak dapat ia jelaskan. Mungkin juga kelelahan akibat pekerjaan.

Krisna sedang sibuk memandangi kerikil yang ia tendang-tendang di bawah kakinya saat sebuah tangan halus meraih tengkuknya dan memijatnya lembut. Membuatnya berjengit, tersentak kaget.

“Sedang apa kau?!” seru Krisna menepis tangan Alma dan menjauh dari jangkauannya.

“Hei, tenang saja, aku tidak akan mencelakaimu kok.” rupanya Alma meyusul untuk ikut merokok.

“Kau tidak menjawab pertanyaanku.” Sungut Krisna

“Aku hanya kasihan, sepertinya kau kelelahan. Maka aku dengan baik hati coba menolong dengan memijatmu. Apakah sesulit itu mengendarai mobilku?” tanya Alma basa-basi sambil menyulut rokoknya dengan santai dan berdiri disamping Krisna.

“Jangan membuat alasan yang tidak-tidak.” Balas Krisna ketus.

“Kenapa kau galak sekali sih? Aku tidak akan melakukan hal-hal yang tidak ingin kau lakukan kok.” gerutu Alma.

“Aku tidak paham maksudmu.”

“Tidakkah kau ingin menyentuhku?” tanya Alma dengan penuh percaya diri.

“Apa? Kau sudah gila. Tidak semua laki-laki seperti yang kau pikirkan.” Krisna balik menggerutu.

“Oh ya? Lalu jelaskan apa yang membuatmu seperti setiap kali berhadapan denganku?” tanyanya sambil merentangkan tangannya ke arah Krisna.

“Jangan mengada-ngada.” Kilah Krisna

Alma memalingkan wajahnya ke wajah Krisna dan berkata. “Aku tidak mengada-ngada, semua itu terlihat jelas di wajahmu, tubuhmu, bahkan nafasmu yang semakin berat. Seperti saat ini” bisik Alma dengan jarak yang cukup dekat dengan telinga Krisna.

Krisna berusaha sekuat tenaga untuk tidak bereaksi pada tindakan Alma. Namun celana di pangkal pahanya kembali terasa sesak dan sempit.

Sambil tersenyum mengejek, Alma kembali menghadap kedepan. “Kenapa, apa kau takut? Takut tertangkap basah atau takut tidak bisa berhenti?”

Krisna cukup terpancing dengan pertanyaan Alma. Membuat ia yang sedari tadi berusaha mengacuhkan Alma kini justru menatap wajahnya dengan ekspersi tidak percaya yang membuat Alma justru semakin ingin menggodanya.

“Mau taruhan?” tantangnya.

Seketika itu juga Krisna merengkuh tengkuk Alma dan menarik wajahnya mendekat. Sementara tangannya yang lain meraih pinggang Alma lalu menarik tubunya mendekat.

Dengan kasar ia mencium Alma. Mengulum dan menghisap bibirnya keras-keras. Melampiaskan semua rasa frustasi yang ia rasakan selama ini. Dan dari balik kemejanya, Krisna dapat merasakan dada Alma yang terasa lembut menekan dadanya. Membuatnya semakin hilang akal.

Krisna bahkan tidak membiarkan Alma untuk mengambil nafas, seakan ingin membalas semua siksaan yang sudah Alma lakukan padanya.

Secara tidak terduga, Alma mulai mengambil alih ciuman mereka. Lidahnya mendesak memasuki mulut Krisna. Menjelajahi dinding mulutnya tanpa ampun dan mengisap lidahnya. Menghisapnya dengan keras dan lembut secara bergantian. Membuat Krisna kewalahan.

“Ehem...”

Deheman seorang pria dibelakang mereka memaksa Krisna untuk melepaskan bibir dan tubuh Alma secara tiba-tiba. Membuat tubuh Alma limbung sesaat. Untung saja Krisna masih sempat menangkap lengan Alma sehingga ia tidak terjatuh.

 “Maaf mengganggu, apakah kalian sudah selesai?” tanya Frans dengan nada mencemooh.

“Kau suka sekali mengganggu kesenangan orang lain,” gerutu Alma setelah menemukan kembali keseimbangannya dan melepaskan pegangan Krisna.

Sementara Krisna memilih bungkam. Ia tidak menemukan sepatah kata pun yang dapat menyelamatkannya dari situasi ini. Maka setidaknya ia meyakinkan bahwa tidak akan ada kata-kata bodoh yang keluar dari mulutnya yang nantinya ia sesali

“Maaf nyonya, tapi kami semua sudah selesai dan akan pulang sekarang. Tapi kalau anda masih membutuhkan waktu lebih banyak, silahkan. Saya akan sampaikan kepada yang lain kalau kalian masih punya urusan yang belum selesai” ujar Frans sarkas.

“Ini tidak seperti yang kau pikirkan Frans. Kami akan ikut pulang sekarang,” seru Krisna.

“Tenang saja Kris, aku sama sekali tidak berminat untuk memikirkan apa pun yang bukan urusanku.” Balas Frans acuh lalu meninggalkan mereka.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Alma meskipun ia tidak yakin itu adalah pertanyaan yang tepat.

“Ayo pulang.” Ajak Krisna tanpa menjawab pertanyaan Alma dan pergi lebih dulu menuju mobil. Berusaha menenangkan diri dan mengembalikan nafas serta kewarasannya yang sempat hilang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status