"Hai Ra," sapa Irwan ketika bertemu Adara di depan warung Acil.
"Hai, Wan." Adara berjalan berdampingan dengan Irwan menuju parkiran bis karyawan.
"Ntar malam aku boleh main ke kos ngga Ra?" Tanya Irwan.
"Boleh kok Wan," sahut Adara.
"Oke, ntar malam aku ke rumah ya," ucap Irwan senang, Adara mengangguk.
Tiinnn Tiiinnntt.
Sebuah LV putih berhenti di depan Adara dan Irwan, Arya melongok dari kaca. "Dek, naik.""Wan, sorry aku duluan ya," pamit Adara pada Irwan.
"Iya Ra duluan aja," ucap Irwan raut kecewa tersemat diwajahnya.
Adara melambai pada Irwan sesaat, LV putih milik Arya melaju meninggalkan Irwan yang menatap kepergian mobil itu dengan tatapan kecewa.
"Centil amat dek, pakai lambai-lambai segala kayak pohon kelapa," sindir Arya.
"Ihh Abang, pagi-pagi udah sewot kayak nenek-nenek," sahut Adara.
"Eh, Bang. Mampir kantin dulu adek mau ambil sarapan," teriak Adara ketika mobil Arya melewati mes PT. BIMA.
Suara riuh dari Workshop PT. BIMA membahana menyambut kedatangan Adara dan Aqilla bahkan suara riuh itu mampu mengalahkan deru suara mesin Haul Truck yang sedang di uji coba.Hari ini adalah hari pertama Adara bekerja, namun ia tak menyangka bila ia harus bekerja di lingkungan kaum Adam yang mempesona tepatnya Workshop, dimana ratusan mekanik berkumpul di situ.Entahlah ... apakah Adara harus bersyukur atau harus menangis dengan kenyataan yang ada sekarang? Di satu sisi ia sangat bahagia dan merasa beruntung bekerja dilingkungan yang dipenuhi lelaki tampan, siapa tahu ada salah satu dari mereka yang bisa mencoret wajah Faris dari ingatannya. Tapi di satu sisi ia merasa takut, takut kalau mereka tak bisa menerimanya dan hanya memanfaatkan ia saja sama halnya seperti Faris.Adara dan Aqilla melangkahkan kedua kakinya dengan tenang menaiki tangga menuju lantai kedua, melewati ruangan pertama yang merupakan toilet dan masuk ke ruangan yang kedua. Di ruangan itu m
Sebagai anak seorang tukang bangunan Adara sudah terbiasa hidup susah. Jadi, apa pun keadaannya sekarang ia sudah terbiasa walaupun letih yang mendera cukup berat. Saat pulang kerja jangan kalian pikir Adara akan langsung mandi dan menikmati makan malam serta tidur dengan nyenyak. Tidak, tidak seindah itu kawan.Saat pulang kerja Adara harus membawa dua derigen yang berukuran tiga puluh liter ke sebuah terminal kran air bersih yang sudah disediakan oleh perusahaan untuk masyarakat, karena di kampung ini belum tersedia air PAM dan air sumur yang ada pun cenderung berwarna hitam atau oren serta berbau. Satu derijen untuk mandi malam ini dan satunya lagi untuk besok subuh.Listrik pun hanya menyala dari jam enam sore sampai jam enam pagi, jangan membuka mulut terlalu besar karena keheranan kawan. Beginilah nasib bekerja di dunia tambang jika berada di site atau lokasi yang berada di pelosok pedalaman.Adara membuka mata dengan berat dan malas, pikirannya i
Aduh!"Saat refleks berbalik Adara tak sengaja menabrak seseorang yang lewat di belakangnya. Isi dari Tools Box yang orang itu bawa berserakan di lantai, botol oil sampling yang dia pegang pecah dan isinya mengenai seragam Adara dan seragam dirinya."Kalau jalan itu pakai mata bukan pakai dengkul! Dasar buta!"Teriak seorang lelaki bertubuh tinggi dan kurus dengan tatapan mata yang tajam sehingga memancing keributan dan sorak nakal disekitar workshop. Adara segera memungut berkas yang ikut terjatuh, si Cecunguk itu mencoba membantu namun Adara menepis tangannya. Adara berdiri dan segera berlari menuju ruangan admin."Hei!"Seru Cecunguk itu diantara gelak tawa dan siulan nakal dari para mekanik yang berada di workshop, namun Adara tak memperdulikannya. Adara terus berlari, Adara ingin segera pergi dari tatapan beberapa mekanik yang melihat kejadian memalukan yang baru saja terjadi. Adara menangis di dalam kamar mandi menumpahkan segala rasa yang ada, ra
Makan di luar yuk."Tanpa menunggu jawaban Hanz langsung menarik tangan Adara, dengan buru-buru kaki Adara menarik sandal dan memakainya."Pintu ....""Nggak papa di sini aman, palingan kamu juga nggak punya barang berharga di sana," ucapnya memotong.Adara pasrah menaiki motor Satria FU berwarna biru milik Hanz, tak lama mereka tiba di depan sebuah warung sederhana yang berada tak jauh dari kosan Adara."Ya, ampun. Jalan kaki aja udah bisa nyampai kali, cuma beberapa langkah aja dari kosan," celetuk Adara."Harusnya kamu bersyukur Ndut, jarang-jarang ada yang bisa naik motor keren itu," ucap Hanz."Ndut?'' Kedua alis Adara terangkat."Iya, emang kamu mau dipanggil kurus? Nggak cocok. Apalagi seksi." Hanz tertawa menatap Adara.Adara hanya tersenyum tipis mendengarnya, hal semacam ini sudah biasa terngiang di telinganya karena tubuhnya yang lumayan berisi. Tawa Hanz seketika langsung berhenti melihat reaksi Adara.
["Sudah sarapan, Ra?"]Sebuah pesan masuk ketika Adara selesai sarapan.["Sudah."] send["Maaf ya, Ra."] reply.["Kamu nggak capek apa minta maaf mulu, udah aku maafin keles dari kemarin-kemarin."]send.["Makasih."] reply."Apa-apaan sih Cecunguk itu, kurang kerjaan akut kayaknya," gerutu kecil Adara.Segerombolan mekanik tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Beberapa menghampiri meja Aqilla dan sebagian menghampiri meja Adara."Aduh, ada bidadari baru nih. Nggak tanggung-tanggung dua lagi, enak nih bisa cuci mata," ucap seorang mekanik."Namanya siapa, Neng?" ucapnya lagi.Adara menjawabnya dengan menunjukkan name tag yang ada di saku bajunya."Oh ... Adara ... kenalin, Randy," ucapnya.Satu per satu mekanik itu memperkenalkan diri dan menyapa mereka, hanya satu orang yang tidak menyapa mereka. Dia sibuk berbincang dengan Mbak Orien, dari gelagat yang terlihat sepertinya mereka mempunyai hubungan yang spesial
Cecunguk itu kini berdiri di hadapan Adara."Hai, Ra. Makan yuk?" ajak Cecunguk itu."Nggak ah, ada makanan dari kantin. Sayang kalau di buang, kamu benaran Hanz?" Adara celingukan seolah mencari sesuatu."Benaran lah, kenapa emangnya?" tanya Hanz."Tumben sopan," jawab Adara."Ye ... masih marah, ya. Maaf deh, ngeri amat dendamnya," ucap Hanz."Nggak, lah. Yuk, masuk." Adara mengajak Hanz masuk ke dalam kosannya.Karena lapar, Adara langsung meraih kotak makan dan melahap isinya di depan Hanz, Hanz langsung merampas kotak makan itu dari tangan Adara. Dia menyendokkan lauk dan nasi lalu mengarahkan sendok itu ke mulut Adara."Sini, aku suapin. Kasihan ... kayaknya kamu nggak pernah disuapin sama cowok," ucap Hanz."Kampret."Ucap Adara seraya meninjukan tangan ke arah Hanz. Adara sedikit baper dengan ucapannya, karena apa yang diucapkan oleh Hanz memang benar. Bak anak kecil yang disuapin makan oleh ibunya yang
Jantung Adara berdebar tak menentu memandangi punggung si Cecunguk yang ada didepannya itu, perkataannya di bank membuat hati Adara sedikit berbunga. Adara tersentak dari sebuah rasa indah yang menyelimuti hati ketika sebuah telapak hangat menyentuh tangannya dan langsung menarik ke depan dan dilingkarkan pada pinggangnya.Dengan cepat ia menarik kembali tangannya, namun sekali lagi Hanz menarik tangan Adara dan menjepitnya sehingga Adara hanya pasrah."Pegang, Ndut. Kalo kamu jatuh kasian aspalnya," ucap Hanz yang mampu menyulut bara dihati Adara"Apa?!" kesal Adara.Lucunya, walaupun kesal tapi Adara tetap melingkarkan tangannya dipinggang atletis milik Hanz."Kita mau kemana sih?'' tanya Adara."Udah, penumpang diam aja," jawab Hanz.Adara hanya bisa berpasrah diri, duduk manis di belakang sambil memeluk tubuh hangatnya. Aroma tubuh Hanz yang berbau maskulin, parfum khas laki-laki hampir saja membuatnya tertidur andai saja sepeda mo
Sambil mengunyah makanan dengan lahapnya, mulut Aqilla juga bercerita tentang apa yang dialaminya. Hal itu tentu saja membuat Adara harus fokus mencermati setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Aqilla.Sementara disudut kamar mes PT. BIMA, Raffa gamang dengan sikap yang telah ia lakukan pada Aqilla sore tadi.***Dengan pikiran yang kacau Raffa menyendok nasi dan lauk lalu meletakkannya pada piring yang ia pegang, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan menyapanya dengan riang."Hai, Abang ganteng," sapa Aqilla riang.Raffa yang terkejut tentu saja menjatuhkan semua isi yang ada dalam piring yang ia pegang, tak pelak ia pun marah dan membentak Aqilla. Raffa terus berbicara tanpa memberikan celah untuk Aqilla membela dirinya hingga gadis itu berlari meninggalkannya.***"Dasar bodoh! Kenapa Aku kepikiran cewek centil itu terus," umpat Raffa pada dirinya sendiri.Raffa memejamkan matanya dengan paksa namun hal itu baru membuahkan ha