Share

8. Kita Jadian Yuk!

Sambil mengunyah makanan dengan lahapnya, mulut Aqilla juga bercerita tentang apa yang dialaminya. Hal itu tentu saja membuat Adara harus fokus mencermati setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Aqilla.

Sementara disudut kamar mes PT. BIMA, Raffa gamang dengan sikap yang telah ia lakukan pada Aqilla sore tadi.

***

Dengan pikiran yang kacau Raffa menyendok nasi dan lauk lalu meletakkannya pada piring yang ia pegang, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan menyapanya dengan riang.

"Hai, Abang ganteng," sapa Aqilla riang.

Raffa yang terkejut tentu saja menjatuhkan semua isi yang ada dalam piring yang ia pegang, tak pelak ia pun marah dan membentak Aqilla. Raffa terus berbicara tanpa memberikan celah untuk Aqilla membela dirinya hingga gadis itu berlari meninggalkannya.

***

"Dasar bodoh! Kenapa Aku kepikiran cewek centil itu terus," umpat Raffa pada dirinya sendiri.

Raffa memejamkan matanya dengan paksa namun hal itu baru membuahkan hasil saat waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Pukul lima dinihari.

Tiga orang pemuda  berjalan dari kamar mes menuju kantin, Nata dan Irwan tengah asyik bersenda gurau tanpa menghiraukan Raffa yang terdiam. Ketika  pintu kantin sudah di depan mata Adara dan Aqilla muncul dari dalam hendak keluar.

Nata dan Irwan berdehem nakal, Raffa menatap Aqilla yang ada di depannya. Aqilla dengan cuek berjalan melewati mereka tanpa menoleh sedikitpun. Adara jadi bingung dengan keadaan yang terjadi barusan dan berusaha mengejar Aqilla yang sudah menjauh darinya.

Raffa pun terkejut dengan reaksi Aqilla barusan, matanya terus mengekor kepergiannya hingga mereka berdua hilang diantara kerumunan karyawan lainnya.

Nata dan Irwan tersenyum jahil melihat ekspresi dan tingkah Raffa namun untuk menggodanya mereka urung, mereka tak ingin memancing sebuah erupsi sepagi ini.

"La, tunggu!" Adara menyambar lengan Aqilla dan menggapitnya, mengatur pernafasannya yang hampir tersumbat akibat mengejar langkah Aqilla yang berjalan dengan cepat.

"La, kamu kenapa sih? Capek tau. Lagian tumben kamu ngeliat Raffa kayak ngeliat hantu, ada apa sih?" tanya Adara lagi setelah mereka tiba di parkiran bis karyawan.

"Haduh, Markonah! Kamu amnesia? Padahal baru semalam aku ceritain semuanya," jawab Aqilla.

"Iya ingat, sih. Tapi kan biar gimanapun kamu pasti tetap godain dia biasanya," bingung Adara.

"Udah ah, Ra. Aku capek, mulai detik ini aku nggak akan peduliin tu si es batu lagi. Dia pikir aku bucin banget sama dia, idih ... ogah! Aku cuma iseng doang gangguin dia," gerutu Aqilla.

"Awas, ntar dari iseng jadi kesemsem benaran loh, La." Adara terkekeh.

"No ... lagian sekarang udah ada gantinya kok." Aqilla menyilangkan kedua tangannya dan mengedip manja pada Adara.

"What, siapa lagi? Enak yah, kalo cewek cantik tinggal pilih sana sani, apalah gadis langka macam aku cuma bisa menangis dipojokan." Kepala Adara bersandar dibahu Aqilla dan bibirnya mencebik  sedih pada Aqilla.

Aqilla mendorong kepala Adara dari bahunya, "Banyak gaya kamu, Ra. Itu si Hanz ngapain mepetin kamu, nagih utang?"

Aqilla berlari meninggalkan Adara dan segera menaiki bis karyawan.

"Kamu napa sih? Hobinya ninggalin aku mulu dari tadi," rutuk Adara ketika sudah duduk di dalam bis.

"Biar kamu kurus, Ra." Ejek Aqilla.

"Asem!" maki Adara.

Mereka berdua pun terkekeh, begitulah Adara dan Aqilla walaupun saling mengejek tak pernah sedikitpun tersimpan bara amarah dalam hati mereka berdua

Seperti biasa, saat tiba di workshop kehadiran tiga wanita cantik seperti mereka selalu disambut dengan riuh oleh para mekanik yang bekerja, siulan nakal sampai teriakan godaan selalu meluncur ke arah mereka. Dari sekian ratus penghuni Departemen Plant hanya mereka bertiga yang berstatus wanita.

"Pagi Ndut." Sapaan Hanz membuyarkan kefokusan Adara pada komputer yang ada di depan mata.

"Hem," jawab Adara malas.

"Badmood amat sih, kurang puas yang kemarin?" Hanz mengerling nakal.

"A ...hem ...."

Aqilla berdehem nakal, Adara membulatkan kedua matanya ke arah Aqilla dan Hanz bergantian, "Apa-apan sih."

"Habis kamu jutek amat, ketularan si Orien ya?" bisik Hanz pada Adara.

"Banyak kerjaan nih. Jadi tolong ya, jangan gangguin aku dulu sekarang!" perintah Adara.

"Oke. Tapi, ntar malam aku jemput ya." Hanz beranjak pergi tanpa memberikan kesempatan Adara untuk bertanya.

Hari ini waktu berjalan begitu cepat, banyaknya pekerjaan yang menumpuk serta energi yang terkuras untuk menyelesaikannya membuat Adara sudah ambruk di kasur pada jam delapan malam. Saat mata sudah hampir hanyut dalam lelapnya tidur tiba-tiba pintu kosan diketuk dengan nyaring.

"Syukurlah masih hidup. Kirain udah tewas kamu Ndut," ucap Hanz ketika pintu terbuka.

"Apaan sih,  ganggu istirahat aja! Stop Hanz, aku lelah banget nggak ada waktu buat ladenin kamu becanda," pinta Adara.

Diluar dugaan Hanz tiba-tiba meraih tangan dan memeluk tubuh Adara.

"Maaf, Ndut. Kamu lelah? Yuk, duduk sini." Hanz menggiring Adara duduk di kursi teras kosan.

Ia meraih kepala Adara dan disandarkan pada bahu kirinya, tangan kiri Hanz meraih tangan kanan Adara, menggenggamnya lalu tangan kanannya mengusap-usap punggung tangan yang ia genggam. Hangat, tenang, dan nyaman itulah yang 

Adara rasakan.

"Ndut," panggil Hanz.

"Hem," jawab Adara pelan.

"Capek?" tanya Hanz.

"Iya," jawab Adara.

"Ngantuk?" tanyanya lagi.

"Iya," jawab Adara lirih.

"Pacaran yuk,"

"Iya ... eh, apa? Kamu ngomong apa barusan?" Adara tersentak dan kaget pada ucapannya sendiri.

"Yes. Hore, mulai sekarang kita resmi jadian," girang Hanz.

"Eh, tunggu. Tunggu, nggak bisa gitu dong," sergah Adara.

"No ... no ... no tadi aku udah nembak kamu en kamu udah jawab iya jadi mulai sekarang kita resmi jadian," ucap Hanz.

"Ih ... nggak gitu juga kali, itu mah ngejebak aku namanya. Nggak, nggak bisa pokoknya," tolak Adara.

"Nggak mau tahu. Pokoknya kita resmi jadian, titik." Tegas Hanz.

Adara masih memandang Hanz dengan ekspresi wajah yang kesal walau sebenarnya ia ingin melompat- lompat kesenangan.

"Kenapa, Ndut? Marah, ya." tanyanya.

"Iya," bohong Adara.

"Alah, bohong kamu Ndut. Ngaku aja kalo kamu senang ditembak cowok ganteng kayak aku." Hanz mengerling nakal.

"Asem! siapa juga yang senang, nggak banget apalagi macam cecunguk kayak kamu," Adara mengomel pada Hanz.

"Ya udah nggak usah ngomel-ngomel, jelek tahu kayak nenek-nenek. Lagian aku juga cuman becanda," Hanz mengusap rambut Adara.

"Udah sana pulang! Aku ngantuk," usir Adara pada Hanz.

"Oke, oke, aku pulang. Good night n nice dream ya Ndut," pamit Hanz sebelum menghilang dan melaju kencang di kegelapan malam.

Adara melongo menatap kepergian Hanz yang macam jelangkung datang dan pergi sesuka hatinya, Hanz selalu datang tanpa kabar dan pergi begitu saja tanpa menunggu kata dari Adara.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status