Share

Bab 6

Author: Sunshine
Alvaro menggelengkan kepalanya dan terkekeh.

Dia tahu Siti membencinya.

“Biar kutunjukkan …”

Alvaro ingin menunjukkan sedikit identitas aslinya pada Siti, tapi dia malah berpaling dan berjalan ke tempat parkir.

Sebuah Porsche Panamera berkursi empat dan berwarna putih berhenti di depan mereka.

Seorang wanita muda yang cantik pun keluar dari mobil dengan anggun. Gaunnya yang elegan dan perhiasannya yang berkilau memperkuat aura glamornya.

“Siti.” Wanita ini memeluk Siti.

“Lora, makasih sudah datang,” balas Siti dengan riang.

“Begitu terima pesanmu, aku langsung datang secepat mungkin.”

Lora tersenyum sambil memperhatikan Alvaro dari ujung kepala ke ujung kaki, lalu menggelengkan kepalanya.

Nggak ada satu pun barang berharga yang terdeteksi dari atas ke bawah.

Selain wajahnya yang agak tampan dan tubuhnya yang lumayan kekar, pria ini sama sekali nggak berharga.

Saat Siti mengirimnya pesan, memberitahunya bahwa dia dipaksa nikah sama pecundang dan memerlukan bantuan, Lora kira Siti terlalu lebay.

Tapi begitu melihat Alvaro, Lora menyadari betapa sialnya si Siti.

Kebanyakan pengejar Siti biasanya punya uang jajan miliaran rupiah.

Pria ini paling cuma punya ratusan ribu saja.

“Alvaro, ini Lora, teman baikku.” Siti menahan ketidaksukaannya dan mencoba terdengar sopan.

“Senang bertemu denganmu, Lora,” ucap Alvaro sambil mengulurkan tangannya pada Lora dengan sopan.

Namun, Lora malah mundur dengan tatapan jijik di matanya.

“Kau tahu nggak? Orang yang nggak berguna harus sadar diri.”

Lora mengabaikan tangan Alvaro dan malah melingkarkan tangannya di tubuh Siti.

Alvaro terkekeh dingin dan menurunkan tangannya.

“Cepetan, kita sudah telat untuk acara Candra di Klub Nobela,” ucap Lora sambil tersenyum nakal.

Hampir semua orang di Kota Vilego tahu bahwa Candra adalah salah satu pengejar Siti yang paling setia.

Lora percaya bahwa Candra akan menikahi Siti.

Ayah Candra berkerja untuk Febrian, sementara Candra adalah direktur perusahaan Solusi Biokesehatan yang mendukung bisnis Febrian.

Selain kelompok elit seperti Kusuma di Kota Vilego, ada empat lapisan tingkatan kekayaan di bawahnya.

Keluarga Candra termasuk dalam lapisan ketiga, satu tingkat lebih tinggi dari kekayaan Sarjono.

Oleh karena itu, menurut Lora, Candra dan Siti adalah pasangan yang sempurna.

“Tentu saja,” jawab Siti dengan senang. “Alvaro, kau harus ikut bersama kami.”

“Oke,” jawab Alvaro sambil mengangkat alisnya.

Mungkin Siti masih menuruti perintah kakeknya untuk membawa Alvaro jalan-jalan.

Sementara Lora sudah mencibir pada dirinya sendiri.

Dia sudah memperingatkan Candra sebelumnya.

Candra sangat emosi dan ingin memberi Alvaro pelajaran yang bakal membuatnya merenung di ranjang rumah sakit.

Supaya Alvaro tahu dirinya bagaikan katak dalam tempurung. Dia benar-benar nggak cocok dengan kehidupan orang kaya dan gaya hidup Siti.

“Kalau gitu, ayo kita ke sana.”

Mereka pun masuk ke dalam mobil Lora dan pergi ke Klub Nobela.

Itu adalah salah satu klub seni bela diri tereksklusif di kota, diperuntukkan hanya bagi para bangsawan dan orang kaya.

Masyarakat kelas menengah nggak bisa masuk karena harganya yang tinggi.

Bahkan lapisan elit terendah di Kota Vilego pun menganggap klub ini terlalu mahal.

Kalau lapisan terendah datang, mereka akan kaget melihat anggota klub menghabiskan gaji setahunnya dalam sehari saja.

Saat tiba, Alvaro menyadari ini adalah klub seni bela diri dan klub mesin perang.

Seni bela diri sangat populer belakangan ini, terutama ilmu pedang. Kebanyakan orang setidaknya menguasai beberapa teknik dasar.

“Aku sudah nggak sabar melihat Candra dalam pertandingannya,” teriak Lora. Dia segera menarik Siti menuju pintu masuk klub dan meninggalkan Alvaro di belakang.

Pintu kaca otomatis terbuka saat sistem pengenalan wajah memverifikasi anggota, sementara penjaga di luar membungkuk dengan hormat.

Saat Alvaro mendekati pintu masuk, pintu kaca tertutup pas di depan mukanya.

Penjaga menatapnya dan mengejek, “Supir dan pelayan nggak boleh masuk. Minggir sana.”

Lora menyeringai sambil menarik Siti pergi.

“Biar dia tahu diri. Dia selamanya nggak bakal selevel dengan kita.”

“Siapa bilang aku supir atau pelayan? Aku mau masuk,” ucap Alvaro dengan tenang.

“Kalau gitu, jadilah anggota klub.” Penjaga itu menguap.

“Kau kira sembarang orang sepertimu bisa masuk sesuka hatinya? Pergilah sebelum kau menyesal.”
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 389

    Alvaro bisa saja membunuh para preman itu tanpa bersusah payah, tapi dia datang ke sini bukan untuk mereka.Dia membutuhkan Marwan, dan masih ada hal-hal lain yang tidak dia ketahui. Jadi, alih-alih terpancing, dia duduk di lantai, kakinya terentang, setenang batu.Para preman itu melirik ke arahnya, mengamatinya, lalu mengabaikannya.Perhatian mereka beralih ke rekan-rekan Marwan lainnya, entah itu para pengawal, klien, atau siapa pun mereka.Tujuh dari mereka dipaksa berlutut. Alvaro tetap di sudut, diam memperhatikan.Pria tua itu mengalihkan pandangannya ke Marwan, bibirnya melengkung membentuk seringai kejam."Hei, berandal. Bukankah kau bertingkah sangat arogan tadi? Merampas wanitaku? Mengancam akan mematahkan lenganku?"Dia melemparkan pentungannya ke lantai di depan Marwan. "Nah, ini kesempatanmu. Lakukan. Patahkan lenganku."Marwan memaksakan senyum lemah. "Itu salah paham. Dia melirikku sebentar, jadi aku lupa dia sedang bersama siapa. Aku bodoh.""Bagaimana kalau begini, ak

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 388

    "Tembak dia!" Suara-suara berkumandang, senjata diacungkan ke segala arah."Siapa pun yang membunuhnya akan mendapatkan uangnya!"Puluhan senjata berayun ke arah Alvaro. Namun, saat peluru beterbangan, kekacauan melanda kerumunan."Berhenti menembak! Kalian menembaki anak buah kalian sendiri!" teriak seseorang, tepat sebelum peluru nyasar menembus dadanya.Tembakan menderu dari segala arah, peluru-peluru memelesat ke sasaran yang salah.Alvaro bergerak bagai hantu, meliuk-liuk di tengah badai.Setiap tebasan, setiap langkah menghindar, amarah mereka berbalik menyerang diri mereka sendiri.Pedang-pedang meleset darinya dan menebas sekutu. Peluru-peluru mengoyak tubuh-tubuh yang seharusnya menjadi rekan.Semakin mereka bertarung, semakin mereka saling menghancurkan.Orang-orang berjatuhan di tempat mereka berdiri, beberapa mencengkeram luka, yang lain jatuh tak bernyawa dengan tembakan tepat di kepala.Keadaan berubah menjadi kekacauan. Darah, jeritan, dan tembakan kawan sendiri mengubah

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 387

    Keesokan paginya, Alvaro duduk menonton berita, matanya menyipit saat pembawa berita melaporkan kerusuhan yang mengguncang Kota Raspadi.Semua orang membicarakan Julian.Mereka bilang dia telah berubah setelah kematian putranya dan cedera yang dialami istrinya.Sekarang dia sedang "bersih-bersih rumah", membasmi para pejabat korup yang berusaha menjatuhkannya.Spekulasi menyebar seperti api.Untuk menjawab panggilan Julian, para loyalis lama, yaitu orang-orang yang pernah berjuang bersamanya dalam pemberontakan untuk menggulingkan gubernur tiran, bangkit kembali.Kota Raspadi sedang menyaksikan badai, Julian mempererat cengkeramannya pada kekuasaan."Alvaro! Alvaro! Ada sesuatu yang terjadi!"Suara Joselin terdengar tajam dan mendesak saat dia bergegas menuruni tangga.Hari sudah siang, tetapi dia baru saja keluar dari kamarnya. Dia belum pernah bangun setelat ini sebelumnya."Ada apa?" tanya Alvaro, perutnya menegang."Ada ... sesuatu di dalam diriku." Dia menunjuk perutnya, wajahnya

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 386

    Wajah Kapolres makin memucat."Nggak .... Maksudku, ya! Ya, Anda berani menarik pelatuknya.""Nggak." Julian menghela napas pelan, tampak lelah. "Aku nggak berani. Tahu kenapa?""Saya ... saya nggak tahu, Gubernur. Mohon pencerahannya.""Kali terakhir aku membunuh adalah saat masa pemberontakan 40 tahun lalu. Orang itu adalah pendahuluku, Gubernur kala itu. Aku bersumpah kepada semua orang bahwa darahnya akan menjadi hal terakhir yang kutumpahkan, semuanya demi kedamaian Kota Raspadi."Kapolres mengangguk dengan cepat, berusaha sebaik mungkin agar tidak salah bicara. "Ya, ya, Gubernur. Anda benar. Membunuh itu sia-sia, terutama kalau yang dibunuh adalah saya ....""Tapi aku keliru," tukas Julian, suaranya rendah dan berat."Saat aku menjabat, masyarakat diam-diam menyebutku lemah karena mengabaikan cemooh-cemoohan yang mengarah padaku begitu saja, karena aku nggak menghukum para bajingan yang bertingkah seolah aku buta, seolah aku adalah gubernur payah yang duduk di atas takhta yang ra

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 385

    Bastian F. Pranata adalah Wakil Gubernur Kota Raspadi.Di usia 50, dia masih dianggap muda untuk seorang politisi dan ambisi yang sejak dulu dia pegang tidak pernah luntur. Dia mengincar kursi Gubernur.Namun, mimpi itu tidak pernah terwujud.Julian, sang Gubernur yang tak tergoyahkan, masih memenangkan hati rakyatnya.Setiap kali Bastian mencoba meyakinkan rakyat bahwa Kota Raspadi membutuhkan pemimpin yang lebih muda dan kuat untuk membawa kota mereka maju ke era persenjataan dan teknologi modern daripada bertahan pada konsep agraris yang sudah ketinggalan zaman, mereka selalu mengabaikannya.Hanya para generasi muda yang mau mendengarnya."Wisnu, kau pasti bisa jadi gubernur yang hebat," kata Bastian padanya lagi dan lagi. "Ayahmu sudah tua. Sudah saatnya kau memintanya untuk pensiun."Bastian tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyulut ambisi Wisnu, membisikkan racun ke telinganya, mendorongnya menuju takhta.Namun, Bastian tahu kebenarannya. Wisnu sama sekali tidak berguna.

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 384

    Alvaro tertegun mendengar ucapan terakhir Lusiana."Dokter!" teriaknya, lalu mendorong Joselin ke depan dokter itu. "Tes darahnya. Sekarang! Mungkin kita masih punya kesempatan!"Sang dokter mengernyit, tampak masih ragu. "Apa Anda yakin?""Nggak," balas Alvaro cepat. "Tapi kalau memang benar mereka keluarga, harapan masih ada. Atau mungkin keajaiban. Kecuali kau punya jalan keluar lain yang lebih baik."Dokter itu melirik ke arah Julian yang sedang mengangis tersedu-sedu, lalu ke arah Lusiana yang sudah tak sadarkan diri.Saat itu juga, dia sadar, mereka sedang berpacu dengan waktu.Ini sama dengan pertaruhan. Berisiko, tetapi layak dicoba."Baiklah," katanya, lalu membawa Joselin ke lab. "Lebih baik mencoba daripada nggak sama sekali."Sementara itu, Alvaro berlutut di samping Lusiana, lalu menggenggam tangannya yang lemas.Kemudian, dia mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Lusiana, membantu jantungnya untuk tetap bertahan. Saat ini, Julian masih berdiri di sampingnya, air mata tidak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status