Belum lagi wajah mereka yang memerah akibat terik cahaya dari sang surya yang menjadikan hari itu cuacanya sungguh panas tingkat dewa.
Dengan wajah tampak beringas. Dia berjalan menuju Masjid yang hanya beberapa blok dari area rumah sambil menyibak kertas sesekali untuk menyejukan badan kemudian memandangi area sekitar.
“panas banget hari ini”,
kondisi luar kian sepi, sepertinya orang-orang enggan untuk keluar rumah apakah mungkin inisiatifku ini didengar mereka?
Begitulah kira-kira 3 hari perjuangan Zain mengajak kawan-kawan komplek nya untuk memperbaiki akhlak.
Maksudku, setidaknya meramaikan masjid yang sepi dari anak-anak remaja masjid yang berada di komplek blok M.
salah satu masjid yang bisa di bilang tidak memiliki remaja masjid, selain banyaknya anak-anak remaja yang sibuk dengan aktivitas sekolahnya, lebih banyak lagi remaja yang membuang buang waktunya untuk hal yang tidak berguna.
Zain yang merasa berteman dekat dengan mereka yang sering membuang-buang waktu, berinisiatif untuk mengajak temannya berpatisipasi untuk membentuk remaja masjid komplek tempat mereka tinggal.
Disaat-saat seperti ini, memang paling enak tentu menyeruput es marimas dari warteg Lia, berteduh dibawah atap bangunan yang desainnya menyejukan hati yang menjadi sumber energi tiada dua.
Namun, karena tekad Zain sudah bulat untuk melangkahkan kaki ke masjid. Jadilah Zain urungkan niat untuk menyeruput minuman itu.
Tepat dari jarak 1 km sesosok laki-laki bertumbuh gembul.
Namanya Brivio, merupakan teman satu gengnya. terlihat lesuh letih dan kepanasan. Tampaknya ia sudah tak tahan ingin masuk masjid lalu berteduh.
Kemudian Salah satu jamaah dari masjid tersebut dilihat keberadaannya, tampak seorang wanita bercadar bernama Oktavia tersebut didatanginya untuk ditanya.
“emang sepi ya?”, Tanya dia pada wanita bernama Oktavia.
Kendati tak terucap dari mulut bibir yang tersembunyi itu, ia hanya terdiam memilih bungkam kemudian beranjak pergi dari pandangan lawan bicaranya yang mungkin terasa asing untuk dijawab.
Sontak membuat Zain dan juga Azka, teman satu gengnya yang baru keliatan sejak tadi pun langsung tertawa melihat temannya dihiraukan.
Tak ingin beranggapan lain. Memang barangkali saja wanita itu mempunyai sifat pemalu tingkat dewa.
Ya, kami termasuk orang baru yang terlalu banyak tingkah, terlebih Brivio.
Kini, tanpa banyak menunggu akhirnya Kami memasuki pintu ruangan masjid.
Seperti kondisi pada umumnya.sajadah tersusun di atas lantai dengan hawa yang begitu sejuk serta mikrofon yang tertata di atas mimbar juga kitab suci Al-Qur’an yang tersusun di dalam lemari etalase.
mengingat alat rebana yang dulu pernah Zain mainkan masih tersimpan pula disana.
“Ngakak tolong pio”, Azka masih dengan tawanya.Datanglah sesosok perempuan namun bukanlah orang yang sama yakni Oktavia melainkan Yasmin, ia mengenakan kerudung dibalut warna merah muda, ia berjalan mengarah pada Kami.
Seperti biasa, Nampaknya Brivio terpukau dengan perempuan yang terkenal menjadi kembang desa itu.
Beralih pandangan lain, dimana mereka bergerombol datang yang membuat Kami sontak kaget tak terkecuali dengan Zain.
mereka, yakni Jeff, Riri, Olif, Denan, Jefri, dan Farel.
Nyatanya ajakan Zain didengar oleh mereka bukan sekedar hanya menyetujui saja.
"aku kira kalian gak bakal datang, cuma omongan aja", Ujar Zain yang sontak disambut jawaban oleh salah satu dari mereka.
"yakali kita gak Dateng, kan aku yang ngebersihin semuanya, rugi kali kalau ketinggalan takjil", Farel yang katanya marbot dadakan.
“bulan puasa baru 1 bulan lagi, mana ada takjil”, sahut Zain.
“terus sekarang gimana, balik?”, Tanya Jefri.
Yang rupanya anak tongkrongan depan gang super malesan itupun ikut datang.
“BISMILLAHIRAHMANIRROHIM DINGIN”, kalau ini bernama Olif, perempuan dengan sejuta kata alias cerewet itupun memanas akibat terlalu lama di luar.
Sementara Denan, teman sejawat dari Jefri pun sudah lebih dulu terbakar maka dari itu ia memasuki ruangan untuk berteduh,
“sejuk sekali tidak seperti di luar : )”. Katanya.
Mendekati bulan suci Ramadhan, membuat Zain semakin menggebu-gebu mengajak teman-temannya untuk datang ke masjid, mumpung teman-temannya masih menetap disini dan libur baru saja dimulai, yang membuat suasana menjadi ramai, sebelum semua kembali sepi Zain merencakan sesuatu dengan mengambil alat rebana serta menciptakan kondisi layaknya anak remaja masjid.
“ngapain nih”, Tanya Azka.
“ngambil gendang, nih suling lu pegang”, jawab Zain.
Berkat suling sakti dimainkan, masjid komplek itu yang semula ramai atas kehadiran mereka menjadi semakin heboh seperti malah tak kondusif.
Nampaknya niat mulia Zain ini tidak terlalu baik untuk dijalani sekarang. malah membuat curiga penjaga marbot yang terlihat menatap arah masjid.
Ia Bernama Fathur, kini ia berjalan menuju masjid dengan lagak seperti ingin memberi perhitungan.
Memang ini bukanlah kali pertama. bagaimana tidak, setiap kali sampai ke masjid bukan hal baik yang mereka lakukan, kawan-kawan Zain lebih memilih rusuh, bercanda yang mungkin bisa di katakan tidak kelewat batas namun tetap saja bercanda di tempat ibadah bukanlah hal yang baik.
Lantas kini kondisi diatur oleh perempuan pemilik warteg.
Entah kapan keberadaannya tiba. ia Melangkah maju dengan percaya diri membawa kitab, mendekati mimbar Lia bersua saat itu juga.
“ada yang mau belajar sullam taufik?” Tanyanya.
Cewek itu berdiri di atas mimbar mengajukan tawarannya.
“mau lia..”, jawab salah satu dari Kami.
“baca doa dulu anak-anak sebelum belajar”
“robbi zidni ilman warzukni fahman aamin ya robbal a’lamin..”, berdoa yang dibarengin komat-kamit nya Azka.
“ini bahas apa ya akhi”, Yasmin bertanya dan disambut lelucon sehingga Yasmin terpaku mendengar pertanyaan limbad.
“bahas pernikahan kita saja bagaimana ukhti?”, Limbad alias Brivio.
Dia duduk persis dekat dengan cewek yang diajak bercanda namun cewek itu tampak serius sehingga menghasilkan wajah datar yang amat membuatnya gagal menggodanya.
Beralih pada cewek yang sibuk pada gadget nya, ia bernama Riri. Dengan wajah cengok ia pun bertanya,
“kalian sekarang mau ngapain”.
“belajar akhlak biar lu punya akhlak”, jawab kagak santé Azka.
Dengan wajah sumringah berharap gugup nya hilang, Lia kini membuka kitab perlahan dan membaca,
“memilih teman sebaiknya adalah seorang yang rajin, menjaga watak, dan peka. Tak lupa kita harus menghindari teman yang pemalas, banyak bicara membuat kerusakan, dan suka fitnah”, terang Lia.
Azka sigab bertanya, “wah saya punya teman seperti ini pemalas banyak bicara berarti saya harus menjauhinya atau menghindarinya?”.
“jebloskan dalam penjara nak”, jawab Zain.
“saya masih punya hati pak”, balas Azka.
Mereka yang ikut menyimak speechless dan kurang percaya pada satu orang ini.
Sementara Zain menjawab, “hati kamu kan mengandung boraks”.
Riri tak cengo pun dengan sigab bertanya, “kalau sahabat tiba-tiba menghilang apakah perlu kita membencinya?”.
Tiba-tiba mata Kami tertuju pada Pria berumur yang bertanya seketika atmosfer yang semula cerah kini suram
“pada ngapain kalian?”, Tanya seorang marbot bernama Fathur ini yang sudah berada menyimak materi pembahasan kami, kemudian kami pun seketika terdiam sementara Lia turun dari mimbar merasa akan terjadi masalah.
saat Fathur mengurungkan niatnya untuk tidak perhitungan pada anak-anak ini karena ia mengetahui niat baik mereka saat dengan ini, salah satu dari kawannya sebut ialah Farel bertanya,
"Pak apakah kami membuat keributan?".
Pria berumur tersebut memberikan senyuman,“Saya yakin kalian mempunyai tekad untuk menghidupkan masjid, lakukanlah sebaikmu”, tak menyangka Fathur kini mempersilahkan mereka beraktivitas di masjid.
Tampak Pria tersebut menaruh keyakinan bahwasannya mereka adalah para kandidat anak-anak pencetak remaja masjid.
Waktu yang paling nyaman serta aman itu adalah sendiri. Ya, sudah seminggu atas kabar kak Fariz dibawakan ke rumah sakit akibat pembengkakan di kakinya, kegiatan kami yang semula akan aktif terhenti sejenak.Tepat Di Hari minggu setelah Zain memutuskan untuk tidak mengikuti acara rekreasi keluarga besar dan lebih memilih rekreasi di rumah sambil bermalas-malas sangat menyenangkan rasanya.Walaupun lebih memilih tetap tinggal dirumah, tetap saja tugas rumah menantiku untuk bertumbuk sehingga energiku akan terkuras juga.Kalau saja bukan soal komputer baru—nghh…ah gapapalah hitung-hitung mengisi waktu luang.Kata bunda anak lelaki itu juga harus tau betapa beratnya pekerjaan wanita di rumah, nah mumpung kamu dirumah mending bantuin selesain tugas-tugas bunda biar pas bunda pulang kan enak, ya perkataanya teringat betul di gendang telingaku.Namun, bukan Zain kalau tidak meminta imbalan komputer baru haha.  
Seseorang pernah berkata kepadaku, tulislah jika ingin menulis.Semua cerita bisa kamu tuangkan dalam sebuah bentuk tulisan yang kamu ciptakan, tak terkecuali peristiwa serta kejadian yang pernah dialami.Lambat laun manusia pasti akan menua. Dalam artian bukan tua, melainkan mereka tumbuh menjadi pribadi kuat.Dimana kuat bertempur dalam lingkungan pergaulan baru, kuat menghadapi masalah, serta kuat menerimanya, begitupun hal semacam lainnya.Setiap kisah selalu punya makna.“Genggam pena catat peristiwa”Begitulah kalimat spontanitas yang dilontarkan pemuda-pemudi yang jauh kulihat namun bisa ku pandang wujudnya, dilihatnya sambil membawa bendera kebangsaannya.Semangatnya 45, teriaknya sungguh menembus gendang telingaku. Kalau saja pisau yang menjadi deskripsi sebuah teriakan itu, mungkin ku sudah tertusuk.Dan cerita pun berakhir.Terbesit dalam sanubariku, ada hal ganjal dingatan.Bukan mereka, na
Perjuangan dilewati dengan berkorban.Penurut, kreatif, penuh semangat, mungkin tidak salah pula jika dikatakan rupawan. Semua ada pada Zain, menjadi calon sejarawan baginya merupakan sebuah hasil usaha dan kemampuannya.Sejak ia mencoba mengajukan rapot nilai hasil kelulusannya dua tahun lalu.Zain bukan satu-satunya seseorang yang tak sesempurna dibayangkan di lingkungannya, semenjak di bangku madrasah tsanawiyah (Mts) , Zain yang penurut hanya memenuhi semua kebutuhan yang terbaik untuk dirinya ditangan orangtua.Tidak jarang, keinginannya selalu ia batalkan karena fikiran negatifnya selalu menghantui jika ia melangkah sendiri.Semua orang bangga pada Riri, begitu juga Zain. Ingatkanku kembali di masa dimana Riri, ia sesosok sebagai perempuan yang pintar juga optimis.Selain bertetangga, Zain dan Riri juga merupakan teman sekelas di waktu SMA, jika jam sekolah berakhir, tak jarang mereka pulang bersama.Kami berkenalan sepintas dis
“Bukannya lu itu nggak jadi putus? Kok malah dibilang mantan?”, Tanya Azka pada Brivio. mereka ada di sisi depan meja. Atmosfer kini mengelilinginya saat ditanya perihal hubungannya dengan sang perempuan yang dibilang mantan oleh Farel.Namanya Atla. Bisa dikatakan ialah cinta pertamanya. Sewaktu dibangku madrasah tsanawiyah (MTs) pertemuan mereka yang singkat pada ujian nasional ternyata menimbulkan suatu getaran asmara diantara keduanya.Laki-laki bertubuh gembul itu merupakan anak dari Ustad di tempat sekolahnya di MTs, Ya, Brivio memang dikenal laki-laki yang mengumbar pesona. maksudku populer. bagaimana tidak? Hampir semua kalangan area tempat perempuan mengenali Brivio. Tak heran ia selalu dicurigai banyak pengintai guru-guru BK namun sejauh ini, Nyatanya belum ada sesuatu kasus pun menimpa Brivio.Hanya saja, saat ujian nasional dimana para murid akhi dan ukhti bercampur sehingga beberapa diantaranya mengambil kesempatan disitu, pada momen selesainy
Aku seperti berada dalam tempo hari yang cukup cerah. Secerah matahari juga hati Jefri saat sekarang ini. Perjalanan kami belum saja tuntas, aku termenung memikirkan surat yang berisi denah lokasi pesantren. Karena mereka masih memenuhi energi untuk berkeliling, maka setelah ke Masjid Sang Cipta Rasa selesai berbuah manis. Tak lama kemudian kami pun menyusuri daerah Pesantren Azzikri untuk dikunjungi.“antum Lurus saja.. ka sana. A…nanti ada perempatan beloklah ke kanan”, ujar bapak-bapak yang kami temui di jalan.Kami mengangguk dan kembali menyusuri jalan. Sekitar waktu 25 menit hampir setengah jam, mobil melaju penuh kebingungan menyesuaikan arah yang benar pada lokasi denah yang tertulis,Belum lama ini aku baru saja mengetahui adanya Pesantren di kawasan ini, Farel mungkin sudah bisa ketebak bahwasannya dia punya pengalaman sewaktu kecil disana, Farel menjelaskan dirinya itu yang pernah tinggal di Pesantren berumur 5 tahun. Semua orang yang ber
“silahkan duduk”, ucap seorang Pria paruh baya tersebut. rupanya beliau adlah Adik kandung dari Fathur, beliau bernama Andi. Wajahnya ternyata agak terlihat lebih muda dari biasanya kulihat waktu itu.Tapi sekilas mirip, seperti saudara kembar seiras.Kami dibawa ke sebuah kantoe miliknya. Santri yang membawa Kami pamit pergi dan meninggalkan Kami dengan Kak Andi di ruangannya.Dengan tampak canggung, banyak diantara Kami diam. Bingung ingin membahas apa. Alhasil Kak Andi membuka suaranya dan memulai sebuah Topik pembicaraan.“Apakah ada kendala untuk, perjalanan menuju tempat ini?”, Tanya nya kepada Kami. Menoleh sebagian dari pada Kami. “tidak ada kak, justru kami sangat antusias karena bisa ditawarin untuk main ke Pesantren”. Jawabnya Farel.Zain memainkan manik matanya, Beliau terlihat sedikit mengenal sosok Farel hanya saja agak lupa darimana, ia mencoba membantunya mengingat siapatau beliau mengetahui Farel yang dulu
Usai berkunjung selesai Kami pulang dengan berpamitan. Sampai rumah pada sekitaran jam setengah lima. Zain berpamitan untuk pulang, dan yang lain juga ikut mengekor pulang ke rumah masing-masing. Sungguh hari yang menyenangkan.Zain sampai rumah. Sebelum membuka pintu, ia merogoh sakunya untuk mengambil kunci rumah cadangan yang di bawanya setiap bepergian ke luar, takutnya seisi rumah tidak ada orang, jadi dia antisipasi dengan membuat kunci duplikat yang saat itu ia pinjam dari bundanya. “cklekk..”,suara kunci membuka pintu rumah.Dan benar keadaan rumah tampak sepi. Kayaknya Via,Bunda, Abang serta Ayah sedang tidak berada di rumah. Sudah kuduga dirinya selalu saja ditinggali tanpa diberi kabar mereka pergi kemana. Zain melepas jaket yang terpasang di badannya. Ia selempangkan di atas tiang gantungan dekat laci ruang televisi. Lalu badannya ia lemparkan ke setumpuk bahan empuk yakni sofa. Ia rentakan kaki disana. Rebahan dimulai.Tepat setengah jam kedep
Jam 00.00Zain masih terjaga. Belum tidur daritadi. Malam ini Zain begitu malas untuk beranjak dari sofa busa yang empuknya berkali-kali lipat dengan stiker bergambar boygrup andalan adiknya itu. Zain masih dengan merasa nyaman rebahan disana, nyaman pada posisi tidurnya. Walaupun Via masih jinkrak-jingkrak dengerin musik bahasa korea yang ia setel itu.Walaupun ruangan ini sekitar ukuran 5 x 5 meter tapi ya sekiranya kalau Zain masuk kamar bakalan gak kedenger suara dari ruang tivi. Bukan soal ukuran sih tapi kedap suara nya kamar Zain, ga masalah lagian lagunya adem, bisa sebagai pengantar tidur gitu, “dek judul lagunya apa?”. Tanyaku ngasal.“bye my first”, katanya. Lalu ia kembali lambaikan tangannya kayak semacam berkonser di tempatnya langsung.Ingatan Zain kembali melekat kalau ia setidaknya kembali merencakan kegiatan liburan Kuliah ini. Apalagi Ramadhan bentar lagi, tekadku bermalas-malasan harus di hilangkan dari sekarang.