Share

04 : Bertemu dengan Fathur

Waktu yang paling nyaman serta aman itu adalah sendiri.  

Ya, sudah seminggu atas kabar kak Fariz dibawakan ke rumah sakit akibat pembengkakan di kakinya, kegiatan kami yang semula akan aktif terhenti sejenak.

Tepat Di Hari minggu setelah Zain memutuskan untuk tidak mengikuti acara rekreasi keluarga besar dan lebih memilih rekreasi di rumah sambil bermalas-malas sangat menyenangkan rasanya.

Walaupun lebih memilih tetap tinggal dirumah, tetap saja tugas rumah menantiku untuk bertumbuk sehingga energiku akan terkuras juga.

Kalau saja bukan soal komputer baru—nghh…ah gapapalah hitung-hitung mengisi waktu luang. 

Kata bunda anak lelaki itu juga harus tau betapa beratnya pekerjaan wanita di rumah, nah mumpung kamu dirumah mending bantuin selesain tugas-tugas bunda biar pas bunda pulang kan enak, ya perkataanya teringat betul di gendang telingaku.

Namun, bukan Zain kalau tidak meminta imbalan komputer baru haha.     

Seperti kata Farel, "yakali kita gak Dateng, kan aku yang ngebersihin semuanya, rugi kali kalau ketinggalan takjil” anggap si takjil ini bingkisan hadiah dari ngebersihin rumah.

I can hear calling~

Bunyi ponsel Zain tersebut berdering dan diangkatnya sesaat selesai beberes sehabis mandi.

Dengan tangan yang sudah ia keringkan menggunakan handuk, melihat layar ponsel tertulis Riri memanggil,

“assalamualaikum ya halo Ri?”, tanyanya kepada sesosok yang di telpon yakni Riri. 

Riri adalah salah satu teman yang kebetulan satu kampus serta fakultas dengan Zain, di kampus pun jurusan kami sama, itulah membuat kami menjadi akrab karena Riri yang notabene mahasiswi kunang-kunang meluangkan waktunya untuk berbincang dengan Zain yang notabene (kebalikan darinya). 

“zen, bisa ke Taman Bima sekarang? aku mau rundingin sesuatu nih soal kelompok”, katanya.

kelompok belajar Zain yang di pilih oleh Dosen sejarah kami yakni Yona tujuannya tak lain dan bukan untuk tugas mata kuliah, sifat nya sih ibarat kata sunnah.

Sebenarnya rada malas, Tapi karena Riri mendorongku untuk ikut jadilah sekarang.

“em..bisa kok gimana sama yang lain?”

Zain memastikan dirinya untuk tidak terlibat tugas ini berdua, maksudku agar tugas ini selesai sebelum waktunya.

“aku baru kabarin Brivio katanya dia bisa, Cuma rada telat gitu. Kalau yang lain coba tolong lo hubungin ya”.

“Jefri, Farel, Yasmin, sama Azka kan?”, Tanya ku yang sempat sempat berpikir kemudian memastikan.

“bukannya Jefri nggak bisa Zen?”, Tanyanya dengan nada heran cewek itu.

Tampak tidak yakin pada anak itu. Ah Jefri selalu menjadi arahan yang kurang pasti oleh teman-teman sekitar, wajarlah Riri tak menaruh banyak permohonan dengannya padahal dia bisa diandalkan sebenarnya kalau saja sifat malasnya dibuang.

Jika itu terjadi mungkin terpaksa Zain mencari target lain.

Riri kembali bercakap di telpon sebelumku menjawab, “Zen, ternyata mereka udah kesini, entah mungkin dihubungin Brivio kali, aku tutup telpon dulu, kita tunggu ya”.

“oke Ri, gak lama nanti datang”.

***

Sekitaran 15 menit pun Zain datang dengan membawa sepeda motor, tentu selain untuk menghemat ongkos juga untuk menghemat tenaga yang sudah terkuras banyak akibat beberes rumah, dirinya yang bisa mengendarai kendaraan sudah cukup terbiasa jalan kelak-kelok menuju Taman Bima.

Tempat tangkringan andalannya anak hitz yang katanya hampir terbilang hutan buatan haha soalnya untuk kesana butuh lewatin pohon lebat, jalan yang tertutupi rerumputan, dan satu lagi yakni becek.

“assalamualaikum teman-teman”, salamku kepada mereka yang tengah asik ricuh disana.

“jangan liatin dong gua jadi ga ada ide ngetik kalo diliatin terus”, keluh Yasmin terhadap Brivio yang liatin isi laptop terus menerus.

“ya ya oke lanjutin, gua ga akan liat sok”, Ujar Brivio yang beralih dari laptop Yasmin dan memakan pastel yang berada diatas meja. 

“ituloh si Yasmin itu lagi buat kek semacam….”,  sahut Azka yang ikut nyerocos gak jelas terus melanjutkan kalimatnya dengan bertanya, “semacam apa tuh min?”, kan memang Azka tuh sok asik anaknya.

“tayi”.

“ASSALAMUALAIKUM WOI”, Zain kembali salam moga kali ini di ladenin.

“WAALAIKUMUSSALAM”, sahut mereka akhirnya.

Begitulah yang terjadi jika kami berkumpul hasilnya bakalan ribut tapi memang dasarnya sifat para pelajar seperti itu bukan—haha

Zain datang.

Riri langsung menghampirinya mengambil laptop dari genggaman Yasmin, dia perlihatkan kepada cowok yang dihampirinya, Nampak raut kesal yang tertuang pada wajah Yasmin, Azka cengengesan di sampingnya.

“lihat deh zen, jadi kemaren aku iseng buat desain rumah, em..lebih tepatnya ruangan kamar tidur gitu, kamu ingat kan konsep rumah aku yang pernah aku ceritain dan kamu suka?”, Zain menatap temannya itu heran dan ngebatin loh

kok jadi bahas rumah.

Ngomong-ngomong soal Rumah Riri, waktu itu dia memang bercerita dan aku sangat menyukainya, terakhir sejak kelulusan SMA Zain berkunjung kesana.

Desainnya begitu tertata katanya waktu aku Tanya dia menyewa seorang desain interior asal Jepang, anak dari teman kenalan papahnya.

Oh ya maksudku mahasiswa lulusan desain interior yang blasteran Indo dan Jepang, Namanya Yuta.

Katanya Yuta itu berkenalan baik dengan Riri jadi bisa dibilang jarak antara mereka seperti adik dan kakak.

Kemudian hal perlu diketahui bahwasannya antara Papahnya tersebut adalah teman sekampung dikala sewaktu Riri belum lahir, bisa dibilang teman seperjuangan deh.

Aku terus menyimak Riri saat menceritakan itu, wajahnya terlihat bahagia dan senang, saat Aku Tanya lebih mendalam tentang Yuta dan Desain, mata nya bersinar bak bola lampu di sekitaran café di malam hari.

Dia bersemangat sekali saat dalam keadaan ini Aku sungguh menikmati.

Tapi..tujuannya Riri tunjukin ke Zain apaan, Zain terkekeh.

Kemudian datanglah Jefri.

Ya, dia terlambat walaupun lewat 15 menit, jadilah suasana rundingan akan dimulai.

Hampir selama setengah jam kami berbincang-bincang soal apa yang harus kita perbuat dalam tugas dokumentasi ini, karena perintah dari ibu dosen Yona untuk meliput sebuah tempat kuno atau disebutnya mengunjungi pusat wisata religius.

Ide Riri kami penuhi, katanya sistemnya nanti bakal seperti sebuah acara berita seperti layaknya di tivi jadi Alangkah baiknya kita membagi tugas dengan siapa yang menjadi Presenter, pewawancara, penulis serta cameramen.

Ini akan terlihat asyik bagiku. Baik, untuk pembagiannya antara lain Zain dan Riri menjadi presenter, pewawancara yakni Azka, penulis yakni Yasmin dan Jefri serta Brivio terlibat pengambilan gambar alias cameramen,

Tersisa Farel dia menjadi tukang bantu membeli makanan dikala kami lelah nanti. nah impas kan.

“presenter cara kerja gimana weh, enak banget si Farel Cuma ngurus makanan”, omel Brivio dengan lantangnya menandakan protes.

Brivio orangnya susah diatur, maunya sekarepnya sendiri, kalau ada orang yang lelah ringan kerjaannya Brivio ini agak iri.

Tapi sekedar informasi bahwasannya Brivio ini selalu nurut perkataan nya Zain entah kenapa bisa begitu, soalnya Zain pasti punya caranya sendiri buat ngatur sesuatu dan itu sering berjalan mulus, ya bisa jadi fikirnya begitu.

“ini Zain yang maulah, cameramen ya kerjanya nyorot gambar Bri..kan lu ahli dalam pernyorotan tuh”, ujar Azka.

Zain menggeleng-geleng melihat tingkah kedua temannya tersebut, tidak ada protes lagi, akhirnya perundingan ini diakhiri. Mereka satu per satu pulang dari tempat tkp.

Saat ingin beranjak pulang, Motor Zain terjadi sesuatu kali ini, nasib sial menimpanya untung saja belum memulai perjalanan, motor yang dipakainya Ban bocor.

Riri langsung mendatangi Zain yang sedang terlihat gelisah karena motor yang akan ditumpangi bermasalah secara mendadak, empatinya tumbuh dan bertanya,

“kempes bannya?”.

“iya nih, padahal waktu tadi ngga kenapa-napa”, insting Zain berkata, pasti akibat ranting di pepohonan yang di tebang bapak-bapak tadi.

Mungkin ngga ya, kalau Zain minta ongkos buat balik ke rumah, sebelumnya sangat mustahil sih yang ada malu-maluin dah. Riri, iya tau baik, tapi kan tengsin dong secara Zain ini kan harus jaga image pada orang yang ditaksir, siapalagi kalau bukan Riri.

“motornya nginep aja dulu disini biar aku nanti minta tolong mamang bengkel pasang ban nya”, Jawab Riri. Matanya mengintai-ngintai motor Zain.

Setelah itu pandangan teralih pada Yasmin yang berlarian mengejar Brivio, cowok tersebut Nampak mencuri kue cubit miliknya ketika dilihat mulutnya terisi kue cubit sehingga membuat pipi chubby nya makin tembem.

Rasanya ingin mencubit pipi Brivio, “Pio, kue cubit gua jangan lu abisin. aku beli harus nunggu open po dulu dan itu lamaaa”, Teriak Yasmin disambut tawanya yang melihatnya.

“apasi nyed, kue cubit ini gua abisin aja tereaknya sampe segitunya”.

“pokoknya lu harus pesenin buat gua, asli gasuka sama abang penjualnya. Kang caper”, ujar Yasmin yang tampak ingin mengutuk anak gembul itu.

Datanglah Farel, sedangkan Riri terdiam disamping motornya Zain.

Farel pun melihat keberadaan Zain, sepertinya dia mengetahui kenapa Zain belum beranjak pergi terlihat Bannya yang memang jelas bocor, “nasib sial hari ini”, sahut Riri yang dibalas iya dari Farel.

“beliin ban biar sial ku hilang hari ini haha”, Zain.

“wanni piro”, Farel menjawabnya santuy.

“gua pengen pulang nih, aduh mami belum jawab pesan chat gua”, Yasmin terlihat gelisah.

Riri menatapnya kemudian merogok ponsel di saku celananya dan meminjamkannya pada Yasmin,

“telpon pake ponsel ku aja”.

Zain menatap Jefri yang melihat pandangan di area halaman pada sisi jalan, tidak ingin banyak pertanyaan menyelimuti.

Kendati yang dilihat bingung Jefri memutar arah memastikan jawabannya tak keliru,

“zen, bukannya bapak itu yang kita temui di masjid ya?”. Zain terkejut dengan Bapak yang mengenakan seragam dan terlihat menyapu jalanan.  

Terlihat penasaran,

“Jef, sepertinya kita harus temui pada bapak itu sekarang”.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status