Share

05 : Sebuah Mobil Mewah

Seseorang pernah berkata kepadaku, tulislah jika ingin menulis.

Semua cerita bisa kamu tuangkan dalam sebuah bentuk tulisan yang kamu ciptakan, tak terkecuali peristiwa serta kejadian yang pernah dialami.

Lambat laun manusia pasti akan menua. Dalam artian bukan tua, melainkan mereka tumbuh menjadi pribadi kuat.

Dimana kuat bertempur dalam lingkungan pergaulan baru, kuat menghadapi masalah, serta kuat menerimanya, begitupun hal semacam lainnya.

Setiap kisah selalu punya makna.

“Genggam pena catat peristiwa”

Begitulah kalimat spontanitas yang dilontarkan pemuda-pemudi yang jauh kulihat namun bisa ku pandang wujudnya, dilihatnya sambil membawa bendera kebangsaannya.

Semangatnya 45, teriaknya sungguh menembus gendang telingaku. Kalau saja pisau yang menjadi deskripsi sebuah teriakan itu, mungkin ku sudah tertusuk.

Dan cerita pun berakhir.

Terbesit dalam sanubariku, ada hal ganjal dingatan.

Bukan mereka, namun seseorang di sebrang jalan yang memisah dari kerumunan pemuda-pemudi itu.

Dia melihatku sedari tadi, Seketika gerak tubuhku menyuruh menghampirinya. Sekedar bertanya tak masalah, tetapi bukan diriku jika mempunyai nyali seperti itu. 

Sejenak ku berpikir, bagaimana bisa sesuatu pikiran tercipta muncul tetapi terasa tak asing di ingatan?

“mau ketoprak?”, kini orang tersebut yang menghampiri jadinya.

“emang gua kek tampang kelaperan, ada racun ya”.

“astagfirullah, saya hanya menawarkan ketoprak bukan minta kamu makan ketoprak saya”, Jawabnya lembut,

selembut bahan pelembut pakaian Bunda di rumah.

“tapi saya tidak kenal anda tuan”.

“Zain panggilan jenjen, itulah kau?”.

Bagaimana bisa dia mengetahui namaku, julukan yang seharusnya diketahui orang terdekat malah dia tahu. Siapa dia?

“tuan ini peramal ya? Jangan tatap mata saya om, entar ketauan berbagai masalah saya, nanti om pusing sendiri”, Candaku.

“ini sulit untuk dimengerti ku paham, tapi harus ku selesaikan kalimat ini bahwa aku itu adalah kamu di masa lalu”, bicaranya serius seperti layaknya motivator yang menasehati pengikutnya dan aku tertegun mendengarnya.

“wah wahh, bapack pasien rsj ya, imajinasinya melayang-layang di udara pak”.

“saya Fathurahman, panggil saja Fathur”.

“hai bapak Fathur, wah wahh gua punya bapak baru ahayy. Panggil bapak aja ya pak, supaya enak ngobrolnya”.

Akan ada masanya pergi untuk kembali dan datang untuk memperbaiki. Namun untuk apa diperbaiki sementara selama ini baik-baik saja.

Sesulit apapun itu, pasti dianggap mudah bila sesuatunya tidak di fikirkan, tapi pernahkah kamu menginginkan sejarah.

Dimana pelaku dalam berbagai peristiwa yang terjadi dimainkan oleh dirimu sendiri.

Semua punya sejarah, baik dalam bidang aspek manapun, hal yang sulit ialah mengingat.

Melupakannya adalah hal buruk baginya, karena bisa menghambat jalan berikutnya sebagai tiang penegak. 

Tapi tunggu, aku adalah masa lalumu??

Kini terasa begitu dingin, sedingin hembusan angin kencang, terdengar suara ranting pohon yang beramai-ramai bergoyang diselingi satu per satu daun runtuh dari tempat.

Dan menghantam wajahku.

Namun raga ini belum beranjak dari tidurku.

Mimpi memang begitu misterius jika untuk di lewatkan.

Secercah kepingan seperti kaca terjatuh, suaranya sangat dekat dan nyata.

Akupun terbangun akhirnya..

“oalaaaa Cuma mimpi, ah sangat aneh”.

“ZAIINNNN”, ya. Persis tepat di telingaku.

Itulah adikku yang menjengkelkan, namanya Via.

“pasti kakak masukin boneka ku di mesin cuci, lihatt bulunya jadi kasar kann”.

Ah sial, ada apa dengan anak itu? Berisik sekali.

“BOONG DOSA”.

“pokoknya pulang dari kerja kelompok beliin aku boneka!!!! cepat , ayo bangun itu mobil jemputan akan datang 5 menit lagiii”.

Fikiranku belum utuh sepenuhnya, mungkin karena malam itu otakku di penuhi hal-hal mistis yang diceritakan Jeff.

Jeff Si anak indigo yang dimana merusak momen minum teh hangatku, percaya tidak percaya diskusi tadi malam ancur gegara Jeff membuat semua bulu kuduk kami merinding saat itu.

Dia serius sekali mengenai hantu.

“astagfirullah baru bangun?? CEPET MANDII”, bunda menyuruhku mandi.

“MINGGIR GUA DULU, MAU BOKERR”, berlari sekencang angin sehingga membuat Zain terpental.

“ini saya belum mandi. Lu bisa kaga ditahan dulu bokernya”, tanyaku.

“kalau tunggu dulu kira-kira cukup waktu kaga Bri?”, menatap Brivio yang sudah menunggu semenjak Zain belum bangun. Rajin sekali..

“5 menit lagi zen, mana bisa”, ah sial mengapa dia menanggapinya begitu biasa saja.

Jadi, mengenai tugas dokumentasi belum usai sehingga diskusi berlanjut hingga larut malam, bukan anak nolep namanya kalau bukan seratus persen membahas satu poin saja pasti beranak pinak dan alhasil membahas diluar poin itu sendiri.

Kejadian bertemu bapak bernama Fathur itu juga kami bahas tadi malam, setelah waktu itu Zain dan Jefri menemuinya ternyata beliau sudah terlebih dulu bekerja sebagai tukang sapu jalanan begitupun menjadi marbot masjid di daerah rumah pula tak begitu jauh jarak waktunya beliau memulai pekerjaan itu.

Yang buat kami terkejut, beliau memberi sepucuk surat, berisi denah yang mengarah pada sebuah pesantren.

Setelah kami melihat dengan seksama hujan turun kemudian kami berteduh alhasil kami berpisah dengan Fathur.   

“twin..twinnn”, terdengar bising dari luar ditengok.

Mobil elite keluaran terbaru bermerek ferari muncul dihadapan Rumah, mustahil untuk tak terkesima dengan wujudnya.

Bunda menoleh menengok pintu kamar mandi sejenak,

“Vi, selama ini kamu punya pacar kaya nggak bilang-bilang bunda?”.

Zain mengukir senyuman kecil, “mungkin ini dinamakan jodoh nggak kemana bun”.

Sementara Brivio keluar rumah, tertegun melihat Jefri yang bersanding dengan bodyguard

“permisi, selamat pagi.” Pria bodyguard dengan jas hitam serta kaca mata berlapis emas di lepas bertujuan sopannya dalam memulai interaksi. 

“selamat pagi, saya Brivio. Ada yang bisa dibantu tuan?”.

“saya Aga. Salah satu Teman Jefri tongkrongan depan gang”, Brivio cengo seketika itu.

“maaf, izinkan saya memperkenalkan diri, Diana. Selaku bunda dari Via Agatha. Ingin perlu dengannya? Atau mungkin bercakap-cakap dulu didalam”.

“sssttt bunda, dia bukan pacarnya via, tapi temannya Jefri”. Bisik Brivio.

“oh tenang Bro. Saya kesini untuk diminta menjemput lu, sama Zain katanya Riri, kita akan ke suatu tempat sebelumnya maaf bun, atas kesalafahamn ini”.

“HAYUK ATUH, GASSKEUN”. Brivio Nampak bersemangat dengan ini.

Cowok yang sudah bersiap pun datang menghampiri mobil elite tersebut.

“asik, anda tepat sasaran dalam memberi tumpangan, tuan Aga haha”.

Memang gak salah lagi kalau Jefri terkenal sebagai sultan kw karena ia selalu bertingkah seperti orang kaya.

Namun ini menyenangkan.

“tunggu apalagi Zain, naik mobil eksekutif nih kita”. Brivio terkesima dengan terus menatap mobil tanpa henti.

“gratis Jef?”, tanyanya Zain.

“oh ya tentu”.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba.

Seperti kata-kata begitu untuk diwakilkan pada kami.

Kami pun beranjak pergi dan memulai mengerjakan projek dokumentasi mata kuliah sejarah.

Menunggu serta berdesakan di mobil Farel itu suatu hal buruk nantinya.

Alangkah baiknya Jefri datang tepat waktu lalu menawarkan ini langsunglah diterima haha.

Akhirnya Zain berpamitan kepada bunda dengan meninggalkan Via yang mungkin sedang berangan-angan jodohnya, miris.   

***

Setelah kami beberes mempersiapkan apa yang dipersiapkan selanjutnya naiklah ke mobil tersebut.

Bersama Brivo, Zain serta Jefri di dalamnya kami duduk di tempat ternyaman yakni posisi tempat duduk tengah.

Aga menyuruh kami bersantai didalamnya layaknya seorang tamu eksekutif yang harus dilayani dengan sangat baik, seriring perjalanan kami makan serta bersanda gurau sambil menikmati siaran televisi yang di suguhkannya di mobil tersebut.

Ya, disana tersedia seperti hotel hanya saja ukurannya sama seperti mobil pada umumnya jadi kami hanya bisa duduk menikmati layanan yang diberi.

Perjalanan ini sungguh menyenangkan, namun agak cukup menguras  tenaga. Sekitaran waktu 2 jam menempuh.   

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status