Perjuangan dilewati dengan berkorban.
Penurut, kreatif, penuh semangat, mungkin tidak salah pula jika dikatakan rupawan. Semua ada pada Zain, menjadi calon sejarawan baginya merupakan sebuah hasil usaha dan kemampuannya.
Sejak ia mencoba mengajukan rapot nilai hasil kelulusannya dua tahun lalu.
Zain bukan satu-satunya seseorang yang tak sesempurna dibayangkan di lingkungannya, semenjak di bangku madrasah tsanawiyah (Mts) , Zain yang penurut hanya memenuhi semua kebutuhan yang terbaik untuk dirinya ditangan orangtua.
Tidak jarang, keinginannya selalu ia batalkan karena fikiran negatifnya selalu menghantui jika ia melangkah sendiri.
Semua orang bangga pada Riri, begitu juga Zain. Ingatkanku kembali di masa dimana Riri, ia sesosok sebagai perempuan yang pintar juga optimis.
Selain bertetangga, Zain dan Riri juga merupakan teman sekelas di waktu SMA, jika jam sekolah berakhir, tak jarang mereka pulang bersama.
Kami berkenalan sepintas disana walau kami tidak sering bertegur sapa akhirnya.
Saat satu hari kesedihan Riri membuat Zain dekat dengannya, Kakak lelaki tunggal yang sangat disayangi pergi untuk selamanya meninggalkan Riri.
Hanya kakaknya yang dapat mengerti keinginannya, ia sedih tak terbendung, tangis kesedihannya mampu membuat ia melupakan absen sekolah.
Dengan nomor yang didapat. Zain merogok ponsel dari saku celana kemudian memanggil sebuah panggilan dan diangkatlah,
“Saya Zain, guru serta teman-teman mencarimu khawatir dengan keadaanmu”.
“ngapain?”, suaranya terdengar kecil.
“percuma hidup udah nggak ada yang bisa ku andalkan”.
“kenapa lo ngoceh sembarangan gitu?”, Zain terkejut, dia sebenarnya tak mengerti apa yang Riri rasakan, tapi ucapannya sangat tak pantas sehingga membuat Zain geram.
“seenggaknya lo mesti ngerti soal ini.”.
“ga-papa urus dirimu saja sendiri”, jawabnya tidak peduli.
“cari perhatian, mau buat sejarah kelam untuk sekolah?” Sindir Zain, bicara dengan anak manja memang menghabiskan seluruh isi otakku.
“anggap aja gua siswi ghoib, jadi gausah ada yang tau”.
“HARUS TAU OI”. Kali ini Zain terengah-engah.
Feelingnya tepat. Saat itupun Zain yang sudah sedari tadi memantau rumah itu. mendobrak pintu rumah yang ditelpon, sehingga membuat pemilik rumah terkejut bukan main, inilah pengalaman pertamanya sebagai kesatria.
Proyek video akan segera dilaksanakan.
Jam 08:30
Kami sudah sampai di tempat yang dituju, 2 mobil saling berderet di parkiran area alun-alun mengeluarkan beberapa penumpang yang akan menjalani sesi dokumentasi sejarah.
Sisanya hanya membantu. Jefri mempersiapkan kamera dengan mencoba menyorot objek-objek tertentu, kemudian memberikan aba-aba untuk memulai.
Riri bersiap-siap, membuka suara,
“Assalamualaikum teman-teman, Sebelumnya perkenalkan, Saya Riri dan di sebelah Saya ada Zain.
Kami adalah Mahasiswa Sejarah semester dua dari Fakultas adab dan dakwah yang berkuliah di kampus Universitas Islam Negeri Bandung. disini Kami akan mendokumentasi tempat bersejarah ditujukan untuk mata kuliah sejarah pada Dosen Yona”.
Kamera kini berfokus pada arah lawan bicara kedua, Zain membuka suaranya,
“Sekarang Kami sedang berada di kompleks Keraton Kasepuhan, pada Kecamatan Lemahwungkuk yang berada di Kota Cirebon. Tepat di lokasi alun-alun Kota Cirebon”
tangannya mengatur ke arah yang dituju,
“Tepat di belakang Kami ada sebuah Bangunan yang berdiri cukup lama, nama bangunan ini ialah Masjid Agung Sang Cipta Rasa”.
Beralih Riri berbicara, sehingga kamera menyorotinya,
“ya, Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah sebuah masjid yang sudah berdiri cukup lama sekitar tahun 1480-an. pada masa pemerintahan Sunan Gunung Djati anggota dari kesembilan Walisongo, yang dimana Beliau pada saat itu sedang menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa,”.
Scene beralih pandangan ke Zain,
“mungkin kesan pertama, akan terasa seperti klenteng karena desaian nya Nampak seperti Bangunan Cina. Pada pembangunan Masjid itu sendiri melibatkan lima ratus orang yang didatangi dari Majapahit, Demak. Dan juga dari Kota Cirebon sendiri.”
Tangannya menggenggam, dan mimik muka memberi isyarat cameramen berpindah lokasi,
“Baik, sekarang kami ingin mengajak kalian berjalan sedikit pada arena parkiran ini”.
Mereka membagi sorot lokasi.
Jefri menutup kamera.Melirik Zain yang membelakanginya berjalan terlebih dulu,
“lu kaga berbobot malah bahas parkiran” lontar Jefri .
“ini juga penting biar pengunjung yang dari luar kota kendaraan miliknya aman”. Zain mengambil posisi,
“ Lu yang kesini Cuma numpang pake mobil Aga doang gayaan”.
“ngaca”.
Zain memberi isyarat. Jefri ngangguk-ngangguk mengerti,
“nah, bagi kalian yang ingin berkunjung ke Masjid Sang cipta rasa jangan khawatir karena parkiran disini yang berada di posisi Timur cukup luas sekaligus berada di area alun-alun keraton Kesepuhan.”
Sedangkan bagian dalam masjid ditangani Riri. kemudian Brivio hidupkan kembali kamera, memberi aba-aba dan mulai,
“sekarang saya sedang berada di dalam masjid sang cipta rasa, saat saya memasuki ruang utama dari masjid ini terdapat 9 pintu.
Dari jumlah pintu tersebut ini merupakan jumlah dari kesembilan WaliSongo, kemudian dari pintu-pintu nya ini memiliki ukuran yang berbeda. Dimana memiliki tinggi 1 meter dan 2 meter.
Dari pembedaan inilah konon dikatakan bahwa semua orang Islam sama, maksudnya adalah semua manusia harus tunduk kepada Sang Maha Pencipta karena yang membedakan hanyalah ketaqwaan saja.”
Cewek berambut panjang itu melambaikan tangan, tampak menyudahi video.
Oke cuttttt.
Video masing-masing sudah tersimpan, mereka keluar dari area masjid, mencari-cari keberadaan teman yang dikenalnya.
Tampak Yasmin paham berdiri dari tempat duduk, kemudian menghampirinya memastikan tak lupa membawa catatan yang dibawanya tadi.
“guys aku tadi liat di g****e, katanya masjid ini ada tujuh puluh empat tiang yang memiliki simbolis juga”, panggil Yasmin.Azka berfikir, dan berkata,
“betewe cuy, kita engga ada sesi wawancara gitu, supaya lebih terasa kaya acara-acara yang ada di televisi”.
“ini benar, tapi…Imam masjid dari tadi, belum keliatan wujudnya”, Zain berkedip melihat kedua arah secara bergantian.
“dzuhur masih satu jam lagi, apa kita ga istirahat dulu?”, Tanya Brivio.
Zain menimang keputusan,
“yaudah istirahat dulu, ngomong-ngomong Farel kemana?”
“lagi makan,,noh di mamang ketoprak”. Tunjuk Yasmin ke arah objeknya.
Brivio menganga, sekali kali menahan emosi dia mematikan rasa kesal karena memang perutnya lebih berkecamuk yang menyuruhnya untuk melahap sesuatu.
“kalian mau makan apa?”,Tanya Riri.
“Ketoprak”.
“Lontong sayur”.
“oke pesan makanan aja terserah, makannya di tempat ketoprak ya”, sahut Zain.
Walau sempat tidak bersemangat untuk melakukan dokumentasi sejarah ini namun pada akhirnya semua berjalan lancar hingga kini.
Di sela-sela makan.
Zain berpikir beberapa lama, keningnya berkerut, Dia memandangi kertas yang dipegangnya, mengamati sisi-sisi garis yang tertulis.
Azka yang berada di sisi tempat mereka duduk penasaran dan mencontek,
“Jalan Bahagia? Setau gua ada banyak orang arab disana, Farel pasti tau”.
“Eh ?Siapa??”.
“Farel Alatas Purnomo”.
Brivio melirik sang pemilik nama, sambil mengisap es teh manis nya dalam-dalam.Tampak akan kekesalannya belum usai.
“jelas, orang dia pernah jadi babu disana”, Sahut Jefri sambil melahap ketopraknya penuh nikmat.
Farel kian penasaran dan meraih kertas yang dipegang Zain,
“ini mesti jalan ke Pesantren Azzikri”, kali ini menatap Brivio,
“tempat mantannya nyantren disitu”.
“hm”. Brivio mengeryitkan keningnya,
“perut gua kembung kebanyakan es teh manis”.
Riri menatap kertas, kini ia mulai berpikir, sambil bertopang dagu,
“kayaknya kita diundang untuk datang ke pesantren deh”.
Gadis itu kali ini berputar-putar sambil memadangi kartu itu selayaknya dunia milik dia dan kartu itu…beberapa orang yang melihat terkadang tertawa dan mengherankan dengan tingkah yang dilakukan Viaa saat ini, aneh,aneh,aneh,aneh,aneh.“neng otaknya geser ya, sini ibu cari orang yang lain saja”.“eh jangan bu, saya kenal orangnya sayang kalau ibu kasihin ke yang lain dan dia gatau orangnya susah loh bu”.“oh yaudah”. Jam 18:00 WIBTibalah Buka Puasa…Bersyukur Via sudah pulang tepat waktu, ia bisa menyantap makanan di rumah.Kali ini Via membawa temannya dari kampus, namanya Thea.Sebenarnya mereka udah saling kenal sejak SMP.Berhubung sudah waktunya jam Berbuka puasa, alhasil Via menawari sahabatnya tersebut untuk makan dirumah dan Thea akan bermalam juga disana, hitung-hitung merayakan hari libur kuliah.Di sela-sela makan, mereka berbincang.
18:00 WIBSelesailah kegiatan kampus hari ini, sungguh hari-hari yang begitu sibuk dengan ditambah mengikuti kumpulan kajian ukm jurnalistik. Tumben apa Via rajin minggu ini. Ya mungkin saja Via sedang mencoba fokus pada kegiatan jurnalis daripada mata kuliah begitu menyulitkan.Mungkin saja jika waktu memihak pada Via tuk menjadi Reporter di yang akan datang sungguh pasti seru bukan.Matahari sudah terbenam otomatis langit pun bentar lagi akan gelap, kali ini dia akan pulang ke rumah dengan membawa motor. Untuk pertama kalinya Via mengendarai motor pada suasana malam.Yaela motornya nyempilBakalan susah diambil nihTepat di parkiran motor, terlihat Via yang sedang kebingungan akibat banyaknya motor yang memakirkan di dekat motornya sehingga terperangkap dan sulit keluar. Jalan satu-satunya ialah memindahkan motor-motor tersebut satu per satu.Suwe lahCoba Via berotot dah Via angkat tuh motor“Neng ada yang
***Kelas free karena dosen gak datang alhasil Ributnya kelas membuat Riri tak konsen merangkum matkul pagi ini di jam pertama yaitu mata kuliah ilmu sejarah. Cewek dengan lagak agak Tomboy itu heran sama kelas Riri sendiri santuy banget ngadepin tugas-tugas dari dosen yang kalau diitung entah itu seberapa Riri lupa lagian Riri sengaja dilupain biar tau rasa tuh tugas di kacangin wkwkwkwk.Bobrok nya bisa dibilang tidak jauh berbeda sama sekolah jaman SMA Riri dulu..akhhh..jadi gabisa move on nih walaupun Riri hanya sebagai pelaku figuran di setiap moment-moment seru di kelas tapi sekiranya Riri banggalah punya kelas penuh kenangan itu, kenangan bareng genk gue nya doang yaiyalah.“Tringtringtring”“aciee bebebbb nelpon tuh diangkatlah”. Temen-temen menyoraki Jiselle, palingan itu Betrand yang nelpon ucap Riri dalam batin.Nasib jadi single sejak lahir menjadikan Rriri sudah terbiasa dalam situasi seperti ini. Tahukah anda?terka
Di suatu hari pada Ramadhan yang baru tiba, tepat pada posisi cewek nelangsa disana. Rriri dan beberapa benda disekitarnya seperti pulpen, buku yang selalu aku corat-coret entah apa yang Riri tulis, Riri terus memenuhi lembar kosong kertas itu serta sesekali mengutak-ngatik hape untuk mengetahui banyaknya notifikasi yang masuk. namun hanya beberapa yang penting lalu Riri tutup kembali. televisi yang sekarang menemani kesendiriannya yang Riri putar siaran kartun, ya.... karena Riri suka kartun sampai sekarang. sebelas duabelas tidak jauh dengan Zain."males banget"tulisannya saat ini tidak teratur membuatnya malas menulis entah karena kehabisan ide atau apa Riri beralih mengenggam hape dan melihat beberapa grup yang belum sempat nya baca hemm... seperti sengaja tidak Riri baca-baca.yang pertama terdapat grup sebuah organisasi yang Riri masuki sewaktu semasa sekolah SMA Riri dulu,"sudah 400 lebih notifikasi grup ini""lebih
malam hari adalah malam yang paling asyik untuk kita merenungkan sesuatu pada hari esok.Ya yang kutahu malam ini penuh dengan bintang yang bersinar, tentu banyak disana berjejeran.“waw sungguh mereka beruntung bisa bersama-sama”Tak lama gadis itu mulai terhanyut pada khayalan yang entah kenapa terus menghatuinya minggu-miggu ini. Persis seperti kamar nobita yang dimana meja belajarnya dekat dengan jendela. Begitupun Viagatha.Viagatha atau bisa kita panggil dengan panggilan Via, sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan deadline pada 3 hari dari sekarang, Tugas sastra yang Via sukai lantas tak membuatnya harus bersemangat malam ini untuk ia selesaikan, bagaimana bisa sebuah ide memaksa masuk dalam sekejap. Apakah hasilnya akan maksimal?“Viiii makan, turun sini ada steak tempe”, teriak sang abang dari bawah tangga.Seleras Via mengucap “iya duluan bang, nanti Via turun bentar lagi”, Ucapnya bentar yang dimaksudkan entah
Jujur kalau harus jujur Zain bosan setengah mati jalan-jalan ke tempat ini. Satu, menurutku sih , tempat belanjanya tidak recommended. Ya, semua itu bisa juga kamu dapatkan di pasar okodomi. Pasar yang selalu rame, setiap harinya. Makanya Zain tidak menyukainya. Kedua, kamu akan melihat orang orang yang berteriak sana-kemari dari mulai penjual yang menjual barangnya serta pembeli yang rewel akan penawaran kepada penjual yang beda jauh banget.Tapi…ya maafkan hobi main bermain atau rebahan dirumah harus Zain hentikan sekarang. tak kerasa rasanya hari sudah Zain lewati selama sebulan penuh, dan sekarang bulan ramadhan datang juga. Seperti pada umumnya, di hari pertama untuk menyambut bulan ramadhan keluarga Zain berbelanja untuk kebutuhan berbuka dan sahur. Karena tadi malam kami berdiskusi dimana kami akan berbelanja, akhirnya diskusi tadi malam dimenangkan oleh ayah. beralasan menghemat perekonomian , meskipun begitu pasar adalah destinasi utama untuk berbelanja bahan ma