Share

Anak-Istri Kalah dengan Teman Suami
Anak-Istri Kalah dengan Teman Suami
Penulis: repetition

Lima Ribu

"Ini uangnya. Jangan protes lagi kayak kemarin malam, ya! Mau nggak mau, kamu harus terima!"

Ariana kemudian menerima selembar uang lima ribu yang diberikan sang suami dengan rasa gusar.

Tangannya mengepal. Suaminya seringkali memberikan uang sebesar lima ribu rupiah, dua ribu rupiah, bahkan lima ratus rupiah tanpa rasa bersalah. Namun, pria itu menuntut semua pekerjaan rumah beres. Anak harus sekolah dan dirinya harus kenyang. Mau berutang di mana lagi? Semua warung bahkan nyaris mem-blacklist keluarga mereka.

Kali ini, Ariana bertekad harus memberanikan diri untuk angkat bicara!

"Lima ribu lagi, Mas? Apa gak bisa lebih Mas untuk makan anak-anak?" tanya Ariana dengan nada sopan. Meski kesal, Ariana tidak ingin terlalu meluapkan amarah di hadapan Devan.

"Masih mending kamu kukasih uang, Ma! Aku tadi udah cari kerja! Seharian jalan nggak dapet apa-apa! Aku aja hampir mati kelaparan di jalan, Ma! Kalo tadi aku nggak ketemu Kakek-kakek di jalan, dia nggak bakal kasih kerjaan aku buat bantuin angkut barang-barangnya sampe rumah dia!" pekik sang Devan dengan penuh amarah.

"Tapi, bagaimana anak kita, Mas?" lirih Ariana dengan wajah cemas.

Namun, Devan masih dapat mendengar itu, hingga tampak emosi.

Plak!

Tanpa aba-aba, Devan lantas menampar pipi Ariana dengan kencang.

"Kamu itu, ya! Dasar Istri durhaka! Kamu tuh kalo nggak bisa kerja! Yaudah diem aja di rumah, bantu doain suaminya biar dapat uang! Bukan malah ngomel-ngomel nggak jelas, Bang***! Mas sumpahin biar kamu masuk neraka, loh! Lagian kamu juga nggak bisa kerja, kan?! Kamu nggak tahu susahnya jadi suami itu gimana, Ariana!" teriak Devan dengan tatapan tajam.

Ariana mengelus pipinya. Seketika air matanya mengalir, wanita itu sudah cukup sabar menghadapi suaminya. Kali ini, dia mencoba untuk sedikit lebih tegas.

"Mas, kamu itu masih muda! Makanya, cari kerja yang bener! Kamu mau, anak kita mati kelaparan gara-gara tingkahmu?! Kalo tahu kamu kayak gini! Udah dari dulu aku nggak mau nikah sama kamu, Mas! Dan satu hal lagi! Kalo emang kamu nggak siap jadi suami! Kenapa dulu kamu berani dateng ke rumah orang tuaku buat minang aku, Mas?!" tanya Ariana, wanita itu berusaha keras membenarkan sang suami yang salah dari awal.

"Diam kamu! Dasar anj***"

Devan menjambak rambut Ariana. Ia pun menangis kencang.

"Jangan sekali-kali kamu ngelawan aku, ya! Dasar Istri durhaka! Sudah! Aku mau pergi dari rumah ini!" teriak Devan. Ia melangkah pergi dari hadapan Ariana tanpa kata "maaf."

Ariana yang melihat hal itu seketika berjalan ke kamar, ia mengunci pintu kamar dan meredakan emosinya.

Yah, begitulah nasib Ariana. Wanita itu sehari-harinya hanya akan selalu menjadi objek perlakuan kasar dari sang suami.

Meski begitu, Ariana harus menerimanya. Dia tidak mungkin bisa memilih kembali ke keluarganya karena hal itu hanya akan dianggap sebagai sebuah "aib." Sehingga, mau tidak mau, dia harus bertahan di dalam kehidupannya yang sekarang.

Setelah tangisan Ariana mereda. Ia lantas memutuskan untuk pergi ke pasar. Wanita itu berjalan sambil memandangi suaminya yang lebih dulu sampai di depan pintu rumah.

******

"Tunggu, apa itu Mas Devan?" gumam Ariana pada dirinya sendiri.

Perempuan itu memang sedang berjalan menuju pasar dengan berjalan kaki. Namun, dia begitu terkejut saat melihat seorang pria yang perawakannya mirip sang suami.

"Devan!" panggil seorang lelaki bertubuh tinggi dengan perawakan kurus. Dengan tindik di kedua telinganya, penampilannya lebih dari cukup untuk mendapat title "preman."

Deg!

Ariana begitu terkejut melihatnya. Dengan cepat, perempuan itu bersembunyi.

Tak lama, dia melihat Devan segera menghampiri pria itu.

"Eh, uang yang kemarin, gimana? Aman, nggak?" tanya Jarot sambil memandangi arah sekitar. Berharap tidak ada orang yang melihatnya.

"Aman, Rot. Uangnya udah aku pegang. Kemarin aku dapet dua ratus ribu, hahaha. Kita bakalan main lagi hari ini. Moga-moga aja kita menang, ya." Devan mengeluarkan uangnya dari dalam saku dan memberikannya kepada Jarot.

"Nah, itu bagus. Ayok pergi," ucap Jarot. Mereka berdua langsung pergi dari rumah Devan.

Ariana yang melihat hal itu dari kejauhan--sontak merasa dikhianati.

Ia tidak menyangka suaminya ternyata memiliki uang sebanyak itu. Tapi, satu hal yang terlintas di kepalanya. Dari mana suaminya mendapat uang sebanyak itu? Lalu, untuk apa suaminya menggunakan uang itu?

Ariana merasa cemas. Tapi, dia tidak punya pilihan lain. Alhasil, dia segera pergi ke pasar.

Di tengah perjalanan, ia diam-diam melihat suaminya berkumpul dengan teman-temannya termasuk Jarot.

"Aduh, Mas Devan mau ke mana, sih? Kenapa temennya modelan preman gitu?" tanyanya dalam hati.

Seorang tetangga sebelah rumah yang melewati dirinya, bahkan berhenti begitu melihat Ariana.

"Mbak Ariana lagi ngapain?"

"Itu loh, Mbak Susi. Suami saya, kok dia bisa berteman sama Jarot, sih? Udah tau Jarot itu preman, masih aja ditemenin. Saya heran, Mbak," ucap Ariana, ia menghela nafasnya.

"Haduh, hati-hati loh, Mbak. Mas Jarot sama temen-temannya itu emang nggak bener. Mereka kemarin sempat kepergok tukang parkir di sini pas nyolong duit warga. Tapi, sayangnya nggak kekejar. Udah gitu, komplotannya Mas Jarot juga ngancem si tukang parkir itu." Susi menjelaskannya dengan wajah kesal.

Seketika, wajah Ariana tampak pucat.

"Hah, serius, Mbak? Masa sampek segitunya, sih?" tanya Ariana, ia menggigit bibir bawahnya karena sama sekali tak percaya.

Namun, Susi hanya menganggukkan kepala.

"Iya, Mbak. Itu bener. Makanya, mendingan, suami Mbak Ariana suruh jauh-jauh aja dari si Jarot dan temen-temennya. Percaya sama saya, Mbak." Susi mengatakannya dengan penuh keberanian.

"Be--benaran, Mbak?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status