Share

Motor?

Devan yang terjatuh dari motor, segera berdiri dan membenarkan sepeda motornya. Namun, ia sama sekali tak membantu sang anak.

"Vasya, kamu ke sini cepetan," ucap Devan.

Untungnya, Vasya hanya mengalami luka ringan. Jadi, Vasya akhirnya mencoba berdiri dan berjalan ke arah Devan.

"Lihat, kan?! Gegara kamu, sih! Andaikan aja kalo kamu nggak nyuruh Ayah anterin kamu ke sekolah, pasti nggak kaya gini. Ayo, bantuin pedagang sayurnya beresin sayurannya," bentak Devan dengan wajah gelisah.

Lelaki itu langsung berlari kecil ke arah pedagang. Ia membantu mengambil beberapa sayuran yang telah jatuh. Setelah itu, ia tak lupa meminta maaf atas perlakuannya.

"Maaf ya, Pak. Dagangannya jadi kececeran di mana-mana. Tadi saya mau anterin anak saya ke sekolah. Tapi, saya buru-buru melakukannya karena ada tamu di rumah. Saya nggak mau tamunya nunggu terlalu lama," Devan mengatakannya sembari tersenyum malu.

"Iya, ndak papa, Pak. Lain kali hati-hati ya, Nak kalo nyetir motor. Itu kasian sampek anaknya jatuh. Kamu nggak papa, Dek?" tanya sang pedagang dengan wajah khawatir.

Pedagang itu tersenyum mengira Devan adalah pria yang bertanggung-jawab. Bahkan, Devan dengan mudahnya memberikan uang lima puluh ribu dari dalam sakunya kepada sang pedagang. Tak lama percakapan itu terjadi dan sang pedagang menyuruh Devan pergi.

Di tengah-tengah perjalanan, Devan kembali memberikan peringatan kepada Vasya.

"Awas, ya! Kamu jangan cerita kalo kita berdua habis jatuh ke Mama kamu! Bilang aja kamu habis mainan terus kamu jatuh! Paham, kamu?!"

Vasya yang mendengar itu semakin gemetar. Dengan lirih, gadis kecil itu pun menjawab, "I... iya, Yah." Vasya akhirnya mengalah di hadapan sang ayah.

Selang beberapa saat kemudian, keduanya berada di depan sekolah. Vasya tak segera masuk ke dalam. Ia menunggu sang ayah di depan.

"Ayah."

"Apa lagi?! Kenapa kamu nggak masuk ke sekolah?!" tanya Devan dengan nada ketus.

"Uang sakunya mana?" Vasya bertanya dengan suara lirih.

"Hah?! Kamu nggak dikasih sama Mama kamu, ta?!" Devan melototkan kedua matanya.

"Loh, biasanya kan, Ayah yang kasih buat Vasya sendiri?" tanya Vasya bingung. Gadis itu menjawabnya dengan sisa keberanian yang dia punya.

"Kamu itu gimana, sih? Ayah ga punya uang buat ngasih sangu kamu! Kamu ada bekal, kan?!" tanya Devan dengan tatapan sinis.

Vasya menganggukkan kepalanya pelan.

"Ya udah, bekal itu aja buat makan kamu. Besok kalo ada uang, Ayah kasiin ke kamu buat jajan, ngerti?!" tanya Devan.

"Terus, Ayah tadi bisa kasih uang ke pedagangnya, pake uang siapa?" tanya Vasya dengan suara lirih. Rupanya, gadis cilik itu memiliki pemikiran kritis.

"Dih, kamu itu. Itu uang temen Ayah, nggak mungkin Ayah buat yang aneh-aneh. Ngerti kamu?!" tanya Devan.

Seorang perempuan yang merupakan tetangga Devan mendengar itu semua. Lantas, dia pun mencibir Devan.

"Pak, mohon maaf, ya. Kamu tu kalo misalnya ngomong sama anak kecil yang lembut dikit, masa iya sama anak sendiri ketus banget. Udah, sini. Saya aja yang ngasih kamu uang jajan ya, Sayang."

Lila pun berjalan ke arah Vasya dan memberikannya uang. Sebagai ibu beranak satu, hatinya iba melihat perlakuan Devan pada anak sekecil Vasya."Loh, siapa yang marahin anak saya? Saya kan cuman tanya. Ya kan, Vasya?" tanya Devan sembari tertawa lirih.

"Halah, orang tadi jelas-jelas Bapak bicaranya ketus gitu, jangan ngeles," jawab Lila tak kalah ketus. Devan akhirnya turun dari sepeda motor dan memberikan uang enam ribu kepada Vasya.

"Udah, Buk. Biar saya aja yang kasih uang ke Vasya. Saya masih punya sisa uang di saku saya, kok." Devan mengatakannya dengan ketus. Ia mengambil uang enam ribu dan memberikannya kepada Vasya.

"Ini uang buat kamu, Vasya. Ambil aja, cepetan masuk," ucap Devan. Lila yang melihat hal itu diam saja. Ia masih memperhatikan perlakuan Devan kepada Vasya.

"Tante, saya masuk dulu, ya." Vasya memberikan salam terakhirnya kepada Lila sebelum dia masuk ke sekolah. Setelah itu, Lila memberikan sebuah pernyataan kepada Devan.

"Mas, lain kali kalo kamu sama anakmu tuh yang baik. Jangan jahat-jahat," ucap Lila.

"Siapa yang jahat? Dasar tetangga, suka banget julidin orang lain, saya males ketemu sama Bu Lila," Devan menjawabnya dengan suara lirih. Setelah itu, ia langsung berbalik arah dan pergi dari sana.

Lila yang melihatnya menghembuskan nafas panjang. Ia tak menyangka bahwa Devan memperlakukan anaknya sendiri dengan sikap ketus.

"Kasihan sekali, Ariana dan Vasya," gumam Lila lirih.

****

"Maaf ya, Rot. Gara-gara anakku, kamu jadi nunggu lama. Aku nggak enak sama kamu," ucap Devan dengan wajah bersalah begitu sampai di rumahnya.

Jarot yang menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak apa-apa, Van. Santai aja."

Devan dan Jarot pun kembali mengobrol santai--tak peduli dengan apa pun.

"Begitulah, Jarot! Kamu tahu kan, sekarang?! Ya gini ini Istriku, nggak bisa menghargai orang lain!"

"Yang sabar kamu, ya. Kadang perempuan tuh begitu, Gak bisa menghargai kita!" balas Jarot.

"Bener! Padahal, aku susah payah cari uang buat keluarga. Dia mah enak nuntut uang aja. Dikasih 200 ribu, cepat habis," ucap Devan kembali menjelekkan Ariana.

Keduanya tak menyadari bahwa Ariana mendengar itu semua.

Dengan langkah cepat, perempuan yang sedang menyapu itu--menghampiri keduanya.

"Apa maksud, kalian?" tanya Ariana menahan marah.

Keduanya sontak kaget mendengar suara itu. Namun, itu tak lama. Dengan pandangan merendahkan, Devan menatap istrinya itu.

"Pikir aja sendiri!" balas Devan angkuh.

"Mas?!"

Mendengar pertengkaran itu, Jarot mulai panik. Biar bagaimanapun, dia juga yang memanas-manasi temannya itu. Jangan sampai, keduanya bertengkar di hadapannya. Meski kesal dengan istri sang teman. Ia tak mau terlibat masalah rumah tangga mereka.

"Udah-udah, mendingan kita pergi aja dari sini. Daripada didengerin tetangga."

Mendengar itu, Devan pun tampak setuju. Gegas, keduanya langsung pergi dari sana.

Hanya saja ... sebelum pergi, Ariana sempat melihat keadaan motor Devan yang agak penyok di bagian depan.

Wanita itu menaikkan salah satu alisnya ke atas.

Pikirannya pun dipenuhi pertanyaan.

"Kenapa motor Mas Devan bisa penyok gitu?! Vasya nggak kenapa-napa, kan?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status