Aku menyeret paksa, tubuh pemuda kurang ajar itu sampai ke Polres.
Abang Ucok, Gading, dan Abeng sampai keluar kantor, untuk membantuku menyeret pemuda yang mulai panik dan meronta sekuat tenaga. "Ampun Pak, saya janji nggak akan melakukan hal itu lagi. Saya hanya ingin mengumpulkan uang, untuk melanjutkan kuliah saja. Tolong jangan proses saya Pak, apalagi sampai di penjara. Kasihan orang tua saya di kampung, kalau sampai mendengar berita buruk tentang saya." "Apa kau berpikir tentang orang tuamu, saat kau meletakkan kamera-kamera itu! Coba bayangkan hancurnya mental para wanita, yang sudah kau jual videonya. Ingat ya, jejak digital tidak akan bisa dihapus permanen!" bentak Senja. Pemuda itu langsung terdiam, dan dia akhirnya nurut dibawa masuk ke kantor. Sementara wartawan yang sudah berkumpul menunggu kedatangan Pak Cahyo, jadi bersemangat karena mendapatkan berita baru yang pastinya bisa menjadi trending topic nantinya. Begitu sampai di ruangan khusus milik team lion king, pemuda itu didudukkan paksa di lantai. "Masukkan password handphone kamu," pinta Senja, sambil menyodorkan handphone milik pemuda itu. Ternyata Senja bergerak cepat, untuk menyita handphone yang pastinya memiliki banyak informasi penting. Dengan ragu, pemuda itu memasukkan password ke handphonenya. Karena ruangan ini, sudah terisi oleh anggota lion king lainnya. Jadi dia sudah merasa terintimidasi, dan tidak ada jalan untuk berkata tidak. Senja terlihat serius, saat memeriksa isi handphone pemuda itu. Sementara Bang Ucok, sudah mulai menginterogasi pemuda tersebut sambil direkam oleh Bayu. "Siapa nama kau, berapa usiamu?" tanya Bang Ucok. "Saya Dahlan Pak, usia dua puluh tahun." "Darimana kau dapat ide, untuk merekam dan menjual video wanita sedang buang air di toilet rumah makan Padang itu?" tanyaku. Anggota yang lain langsung kaget, mendengar alasan kenapa aku begitu geram pada pemuda ini. Mereka terlihat geram, sekaligus berusaha menahan diri agar tidak memukuli pemuda kurang ajar itu! "Saya suka buka situs xxx, lewat vpn. Disana ada banyak video seperti adegan wanita yang direkam, tanpa dia sadari. Rekamannya juga tidak mesum, misalnya sedang memasang sepatu atau memakai stoking. Pokoknya memperlihatkan bagian kaki, para wanita-wanita itu. Saya lihat, disana ada banyak pengunjungnya. Sampai adminnya bisa menjadi kaya raya. Jadi terlintas ide, untuk merekam wanita yang sedang buang air di toilet rumah makan Padang tempat saya bekerja. Ternyata benar, banyak yang pesan secara khusus sama saya selama dua bulan ini." "Heehh, kamu mucikari ya?" tanya Senja, sambil terus melihat isi handphone Dahlan. "Ng-nggak Mbak, saya cuma menjual video saja," jawabnya gugup. "Bohong kau, ini ada banyak foto dan video wanita tanpa busana di handphonemu. Lalu kau juga menawarkan mereka, pada para lelaki hidung belang! Ini bukti sudah jelas, lebih baik kau kooperatif saja jangan berbelit-belit!" tegas Senja. Dahlan masih diam, dan hanya menunduk ketakutan. Aku dan anggota yang lain jadi gemas dibuatnya. "Jawab jujur saja, jadi kau enak. Atau aku kasih pilihan, mau pakai cara kekerasan atau cara enak? Jangan sampai kau cacat, begitu keluar dari penjara nanti!" ancam Gading. Dahlan langsung menangis, dan memohon maaf. "Maaf Pak, tolong jangan buat saya cacat. Saya janji akan jujur, tapi tolong jangan beritahu keluarga saya di kampung. Awalnya saya hanya menjual video wanita yang sedang buang air saja. Tapi lama-lama, saya membuat akun mich**. Disana saya bertemu banyak wanita-wanita muda yang menjajakan diri, tapi mereka jarang mendapatkan pelanggan karena tidak memiliki koneksi. Karena saya memiliki koneksi dari menjual video-video itu, jadilah saya menawarkan diri untuk menjadi mucikari mereka," jawab Dahlan jujur. "Maaf Mas Dahlan, tapi kami tidak mungkin membohongi keluarga anda. Karena seperti yang sudah anda lihat di depan tadi, wartawan sudah berkumpul untuk bertemu orang penting dengan kasus yang lain. Tapi kami yakin, para wartawan itu tidak akan melewatkan berita tentang anda. Kami juga tidak mungkin berbohong pada publik, karena korban anda ini tidak sedikit. Mereka berhak tahu, dan diperbolehkan untuk menuntut anda," ucapku. Dahlan langsung tertunduk lesu, dan tetap menangis dengan pilu. "Maksud kamu apa bicara seperti itu, saat saya masuk ke toilet?" tanya Senja. "Ngomong apa dia Nja?" tanya anggota yang lain. "Mau kamu, apa saya yang bilang?" tanya Senja santai. "Saya takut Mbak," jawab Dahlan lirih. "Katanya ada barang super mewah, kali ini aku jual videonya dengan harga dua juta rupiah," jawab Senja. "Ohhh, maksudnya video seorang polwan cantik sedang buang air akan kau jual mahal? Iya!" bentak Bang Ucok. "Saya terlalu kagum, saat melihat Mbak cantik itu masuk ke toilet. Tapi sumpah Pak, saya nggak tahu Mbak itu adalah Polwan. Karena dia tidak memakai seragam, hanya pakai celana jeans panjang dan baju kaus putih longgar. Kalau tahu, saya tidak akan berani berkata bodoh seperti itu." "Jadi maksud kau kalau bukan Polwan, boleh video wanita sedang buang air di toilet dijual bebas!" bentak Bayu. "Saya cuma cari uang untuk kuliah Pak, nggak ada maksud jelek." "Astaghfirullah aladzim, istighfar kau. Memang menjual video wanita yang sedang buang air di toilet umum dan menjadi mucikari itu perbuatan bagus menurutmu! Memang bilo bujang sikok ini!" bentak Senja. "Artinya apa?" tanyaku bingung. "Ohhh, maaf Bang. Artinya memang bodoh, laki-laki muda satu ini," jawab Senja malu. Kami hanya geleng-geleng kepala saja, melihat gadis satu ini keceplosan bicara bahasa daerahnya saat sedang marah. "Jadi, tadi siapa yang kau telpon untuk menawarkan videoku?" tanya Senja. "Pak Cahyo, yang pemilik hotel mewah itu. Beliau memang sering memesan video aneh, atau membooking wanita muda hanya untuk melihat Bapak memakai pakaian wanita. Lalu Bapak akan mengajak wanita-wanita itu, untuk bergosip seperti sedang arisan. Mereka benar-benar dibooking, hanya untuk menemani Bapak Cahyo bergosip saja. Mulai dari gosip artis, sampai bertukar gossip tentang tetangga para wanita-wanita yang beliau booking itu." Kami mengernyit heran, mendengar penjelasan dari Dahlan. "Kau kenal Pak Cahyo dari siapa?" tanya Bang Ucok. "Pak Cahyo yang menghubungi saya duluan. Beliau mengirimkan email pertama, untuk memesan video kaki wanita muda yang sedang jalan di trotoar. Maunya yang kaki putih jenjang, sedang mengenakan rok mini warna hitam dan memakai high heels warna merah darah." "Terus kamu dapat darimana videonya?" tanyaku. "Saya booking satu wanita, yang sesuai dengan permintaan Pak Cahyo. Waktu itu Pak Cahyo berani bayar sampai lima ratus ribu rupiah, untuk video berdurasi dua menit. Maka dari itu, saya selalu memprioritaskan Pak Cahyo. Beliau akan selalu saya hubungi pertama, saat menemukan wanita muda cantik, langsing dan tinggi." Kami kompak melihat ke arah Senja. Memang sesuai, dengan kesukaan Pak Cahyo. "Kenapa?" tanya Senja salah tingkah. "Berapa tinggi badan, dan berat badanmu?" tanyaku kepo. Bukan apa-apa, tinggi Senja memang sangat menjulang dibandingkan dengan tinggi wanita Indonesia pada umumnya. "Tinggi saya seratus tujuh puluh empat, berat badan enam puluh kilogram." Aku mengangguk paham, karena memang tubuh Senja terlihat proporsional. Tidak terlalu gemuk, tidak kurus juga. Pokoknya enak untuk dipeluk. Ehhh, pikiran kotor apa pula itu Bapak Komandan ...Akhirnya setelah penantian sekian lama, acara pernikahanku dan Rora dilaksanakan juga. Dari semalam aku sudah berdebar-debar, dan berusaha menghafal ucapan ijab qobul yang lengkap. Sebab nama Rora, sekarang terasa begitu susah untuk aku lafazkan.Keesokan harinya tepat pukul sembilan pagi di sebuah masjid, aku menggenggam tangan seorang wali hakim. "Saya terima, nikah dan kawinnya Putri Aurora Walter Laurens binti Aldiansyah dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sejumlah seribu dinar dibayar tunai," ucapku lantang. "Sah, bagaimana saksi?" tanya Pak penghulu. "Sah," jawab semua saksi. Aku langsung bisa bernafas lega, dan kami berdoa bersama setelahnya. Tidak lama datang Rora, dengan kebaya pengantin berwarna putih gading. Aku benar-benar terpesona melihatnya, karena ternyata Rora memakai hijab. Rora duduk di sebelahku, lalu kami sama-sama menandatangani buku nikah dan memakai cincin pernikahan. Setelah itu kami diminta berfoto, sambil memperlihatkan buku nikah dan c
Aku benar-benar ketar-ketir sekarang, karena Andi, Firdaus dan Doni, naik ke pelaminan untuk bersalaman dengan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Lalu ketiganya berbisik pada Ayah Aldi, sontak calon mertuaku itu menatap ke arahku sambil melotot tajam. Aku langsung ketakutan, karena sorot tajam itu seolah mengatakan "Mati kau Pasya!"Benar saja, dua hari setelahnya aku dipanggil oleh Ayah Aldi ke sebuah gym tempat beliau dan anggota TNI AD yang lain biasa berlatih. Tentu saja aku ketakutan, bagaimana kalau aku benar-benar digantung dan dipukuli oleh calon Ayah mertuaku yang besar tinggi dan kekar itu? Sesampainya di tempat gym, aku langsung keluar dari mobil setelah memarkirkan mobil di halamannya yang sepi. Tapi aku melihat beberapa mobil yang aku kenali, terparkir juga di dekat mobilku. Begitu memasuki ruang gym, aku kembali dikagetkan dengan penampakan semua keluarga intiku dan kedua orang tua Rora berkumpul. Mata mereka menyorotku tajam, sementara Rora terlihat duduk di sebelah Bunda
Akhirnya hari pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz, datang juga. Kami sekeluarga besar, diberikan kamar hotel mewah. Agar bisa melakukan persiapan disana, sebab letak gedung pernikahan memang agak jauh dari rumah kami. Jadi Ayah Aldi berinisiatif, untuk membooking beberapa kamar hotel agar kami tidak terlambat datang. Jam sembilan pagi, adalah acara ijab qobul. Ravi datang, dan dia terlihat paling bahagia. "Bro, happy sekali," godaku."Pastilah Bang, akhirnya aku dan Kak Rora jadi punya keluarga yang utuh. Lagipula Ayah Aldi, adalah sosok Ayah yang kami berdua impikan.""Maksudnya?" tanyaku bingung. "Iya, kami dulu di panti asuhan sering berdoa agar bisa menjadi anak Jenderal. Karena setiap melewati Polres ataupun markas TNI, rasanya bangga saja melihat para Bapak-bapak disana terlihat keren dengan mengenakan seragamnya masing-masing," jawab Ravi bangga. Aku tersenyum mendengarnya, karena Allah selalu punya cara tersendiri untuk mengabulkan doa para umatnya. Hanya saja sayang,
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Bunda menerima lamaran Ayah Aldi. Setelah itu, kami semua dibuat sibuk dengan persiapan pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Sebab pernikahan seorang Perwira TNI AD berpangkat Mayor Jenderal, harus memenuhi banyak persyaratan. Ditambah lagi dari pihak Bunda Syahnaz, ini adalah pernikahan pertama beliau. Jadi pasti Bunda ingin menikah, dengan perayaan yang mewah. Karena kolega bisnis beliau sangat banyak, dan harus mengetahui tentang pernikahan antara dirinya dan Ayah kandung sang putri satu-satunya. Jadilah Mamaku, Kak Cepi, dan Friska ikut turun tangan membantu semua persiapan pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Kalau Rora, dia lebih detail lagi. Rora sendiri yang mempersiapkan gaun pernikahan untuk Bundanya, berkonsultasi dengan designer yang ditunjuk oleh Bunda untuk membuat gaun. Pokoknya semua yang berhubungan dengan penampilan Bunda, adalah bagian dari calon istriku. Sampai kami tidak memiliki waktu, untuk bertemu atau sekedar v
Akhirnya setelah seminggu, Bunda Syahnaz mau juga bertemu dengan keluargaku dan Pak Aldi. Beliau mengundang kami semua, untuk makan malam di rumah mewahnya. Papa, Mama, Kak Cepi, Bang Fikri, si kecil Jericho, Friska dan Johnson juga ikut. Ada perasaan berdebar, tapi lebih dominan perasaan bahagia. Aku tidak menyangka bisa kembali bertemu Rora, hanya dalam waktu satu minggu. Karena aku pikir bisa memakan waktu berbulan-bulan. Sesampainya di rumah mewah tersebut, kami bersamaan datang dengan Pak Aldi. Beliau tersenyum bahagia, dan mengajak kami masuk ke rumah yang berisi calon istriku. Rora menyambut kami dengan senyum sumringah. Dia langsung mencium tangan kedua orang tuaku, dan lanjut ke Kak Cepi baru terakhir aku. "Jangan aneh-aneh dulu kata Bunda," ucapnya dengan wajah mengejek. Semua orang menyorakiku, tapi aku tetap tertawa lepas karena akhirnya bisa bertemu lagi dengan gadis yang sangat aku cintai ini. Kami dibawa oleh Rora, ke sebuah ruang keluarga yang sangat luas dan ter
Aku ingin menertawakan diriku sendiri, saat melihat kepergian Rora dan Bunda Syahnaz. Padahal maksudku baik, ingin menyambung kembali silaturrahmi antara Rora dan Ayah kandungnya. Tapi aku terlalu bod**, karena tidak mencari tahu dulu apa penyebab utama kebencian membara yang ditunjukkan oleh Bunda Syahnaz pada Pak Aldi. "Pasya tolong maafkan saya, karena sudah tidak jujur pada kamu dan keluargamu. Saya juga tidak memiliki hak, untuk menjadi wali nikah untuk Rora. Tapi saya janji, akan membantu kamu agar bisa mendapatkan restu dari Syahnaz," janji Pak Aldi. Aku hanya bisa mengangguk, dan Pak Aldi langsung pamit pulang setelahnya. Sementara aku naik ke kamar, dan mencoba untuk menghubungi Rora. Tapi kedua handphonenya tidak aktif, dan hal itu membuatku semakin frustasi. Tiba-tiba masuk telpon dari Friska, Adik bungsuku yang super ceriwis. "Assalamualaikum, Abang Pasya yang ganteng tapi tidak laku!" ejeknya."Heeii, nggak boleh ngomong begitu, ingat kamu lagi hamil Yang!" omel Joh