Share

Pria tua, Pemilik warung

Bara melanjutkan perjalanannya dengan sepeda motornya hingga hari mulai gelap. Sinar matahari perlahan tenggelam di cakrawala, mewarnai langit dengan nuansa oranye yang memukau. Perutnya mulai keroncongan, mengingatkannya bahwa waktunya untuk mencari tempat persinggahan..

Tepat di samping jalan yang dilalui, Bara melihat sebuah warung kecil yang cukup ramai dengan orang orang. Cahaya lampu warung yang hangat menyambutnya, menciptakan suasana yang mengundang.

Tanpa ragu, dia memutuskan untuk berhenti sejenak dan menemukan hidangan yang lezat untuk makan malamnya.

Ketika Bara memasuki warung, pemiliknya, seorang pria tua dengan wajah berkeriput namun penuh dengan kehangatan, menyambutnya dengan senyuman hangat. "Selamat malam, Nak. Apa yang bisa saya bantu?" tanya pria tua itu dengan ramah, suaranya terdengar lembut seperti embun pagi yang menyapa.

Bara menjawab dengan sopan, "Selamat malam, Pak. Saya pesan kopinya satu gelas dan gorengannya, jika boleh." Suara Bara terdengar lembut namun tegas, mencerminkan rasa lapar yang tak terbendung

Setelah Bara selesai membayar pesanannya, Pria tua itu mengangguk dengan penuh pengertian. "Tentu saja, duduklah di sini. Saya akan segera mengantarkan pesananmu," ucapnya sambil mengarahkan Bara ke meja kosong yang nyaman.

Bara duduk di meja kosong dengan penuh rasa syukur dan melihat-lihat sekeliling warung. Aroma makanan yang menggugah selera tercium di udara, menciptakan keinginan yang semakin kuat untuk segera menikmati hidangan yang ditawarkan.

Beberapa orang lain juga sedang menikmati makan malam mereka dengan lahap, terdengar desis tawa dan cerita yang mengalun di antara meja-meja.

Tak lama kemudian, pria tua itu kembali dengan membawa sepiring gorengan yang masih mengeluarkan uap panas serta secangkir kopi yang memancarkan aroma yang menggoda.

Dia meletakkan pesanan di depan Bara dengan senyum lebar yang melintas di wajahnya yang keriput. "Ini pesanannya, semoga kamu menyukainya. Selamat menikmati," ucap pria tua itu dengan ramah.

Bara tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia mulai menikmati gorengannya sambil menyeruput kopi yang hangat. Rasanya begitu lezat dan memuaskan setelah perjalanan yang panjang.

Pria tua itu duduk di meja yang sama dengan Bara, menunjukkan ketertarikannya untuk berbincang. "Jadi, apakah kamu orang baru di daerah ini?" tanya pria tua itu, matanya penuh dengan keingintahuan.

Bara mengangguk, menarik kursi untuk duduk. "Ya, saya hanya lewat dan mencari tempat untuk makan malam. Namun, saya harus mengakui bahwa tempat ini sangat menyenangkan," jawabnya sambil melihat sekeliling warung yang penuh dengan kehidupan.

"Kemana tujuanmu Nak?" tanya pria tua itu

"Belum ada tujuan Pak, hehe" jawab Bara yang kemudian menyeruput segelas kopi di pesanannya

Pria itu mengangguk pelan, terlihat dia paham dengan jawaban Bara tadi, "Berkelana tanpa tujuan memanglah memberi banyak pengalaman, dulu juga saya seperti kamu. Sebelum saya berkenalan dengan istri saya" lanjutnya

"Hmm, istri bapak? Kemana pak?" mata Bara menjangkau seluruh area warung, tapi tak melihat sosok wanita di sana

Pria tua itu tersenyum, namun wajahnya juga terlihat sedikit melankolis. "Warung kecil ini sudah lama saya jalani bersama istri saya, tapi dia sudah meninggal tahun lalu. Oh iya kebetulan juga sepanjang jalur ini sekitar lima belas kilometer lagi baru bisa ketemu warung, jadi di sini pelanggannya kebanyakan para supir truk atau para pengelana seperti kamu jadi saya tidak pernah merasa sendirian" ucapnya

Bara yang terhentak diam, pertanyaannya salah. "Saya turut berduka cita Pak", raut wajah Bara tak bisa mengelak kalau dia merasa bersalah

" Tidak apa - apa Nak, semua juga akan pulang ke tempatnya. Mungkin cuma saya yang di suruh tinggal dulu sebentar disini," sambung Pria tua itu sambil menepuk pundak Bara.

Dalam perbincangan mereka, Bara melihat pria tua itu menatapnya seperti sangat mengenal Bara,mereka berbagi cerita dan pengalaman hidup, tertawa bersama dan saling mengenal lebih dalam. Walaupun hari mulai gelap dan waktu menunjukkan jam 19.30 malam, mereka tak terasa terganggu oleh waktu yang berlalu.

Nak, beristirahatlah di sini. Akan berbahaya jika kamu melanjutkan perjalanan sendirian dalam cuaca yang sebentar lagi akan hujan. Kebetulan bapak punya tikar di bagian dalam, memang tidak sebagus di penginapan tapi bisa kamu pakai untuk istirahat malam ini," ajak Pria tua itu dengan kepedulian yang tulus.

Bara tersenyum ramah, terharu dengan kebaikan hati pria tua itu. "Terima kasih atas tawarannya Pak, tapi saya harus meneruskan perjalanan saya. Saya pamit Pak," kata Bara dengan suara yang penuh dengan rasa terima kasih.

"Apa kamu yakin Nak?" Pria itu bertanya lagi, suaranya penuh dengan kekhawatiran yang tulus.

"Iya Pak, sudah kenyang juga jadi pasti kuat menempuh perjalanan lagi," jawab Bara dengan keyakinan dalam hatinya.

Namun, pria tua itu tidak berhenti begitu saja. Dia melihat langit yang mulai berubah warna dan mendekati cakrawala. "Hujan akan segera turun," kata pria itu dengan suara yang penuh perhatian.

Bara menatap langit yang terlihat begitu terang dengan bintang-bintang dan bulan purnama yang besar. "Hmm, mungkin akan turun kalau saya sampai ke pemberhentian berikutnya Pak," Bara mencoba menyangkal perkataan pria itu, sebab yang dilihatnya memang langit tak menunjukkan tanda-tanda akan hujan.

Pria itu berdiri tegak, menyender di depan warungnya, menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Kamu sangat keras kepala dan berani, anak muda. Pakailah jas hujanmu. Kalau kau sakit, perjalananmu akan terhambat," kata pria itu dengan tekad yang tak tergoyahkan.

"Ah, Bapak ini seperti peramal saja," Bara terkekeh kecil mendengar perkataan pria itu

Bara menyalakan mesin motornya dan akan melanjutkan perjalanannya. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, si Pria tua itu berseru dengan penuh kepedulian, "Jikalau kamu kehujanan di jalan, kembalilah ke sini. Itu artinya kamu belum jauh dari warung ini. Ingatlah untuk tetap berhati-hati, Nak!"

Bara tersenyum sambil melambaikan tangan sebagai tanda terima kasih, merasa hangat di hati oleh perbincangan dan pertemuan singkat dengan pria tua yang penuh kehangatan.

Saat berkendara meninggalkan warung itu Bara cukup menikmati pemandangan malam di sepanjang jalan 'Aneh aneh saja, mana ada hujan jika langit seramai dan seterang ini' Bara membatin

Bara menyalakan mesin motornya dan akan melanjutkan perjalanannya. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, si Pria tua itu berseru dengan penuh kepedulian, "Jikalau kamu kehujanan di jalan, kembalilah ke sini. Itu artinya kamu belum jauh dari warung ini. Ingatlah untuk tetap berhati-hati, Nak!"

Bara tersenyum sambil melambaikan tangan sebagai tanda terima kasih. Namun, saat dia berkendara meninggalkan warung itu, Bara mulai memikirkan kata-kata pria tua tadi.

"Aneh-aneh saja, mana ada hujan jika langit seramai dan seterang ini," Bara membatin dalam hati, mencoba meramal cuaca dengan mengandalkan pengamatan visual.

Namun, ada perasaan kecil yang mengganjal di dalam diri Bara. Dia merasa ada sesuatu yang tak terlihat, sesuatu yang mungkin hanya bisa dirasakan oleh orang yang mengenal tempat ini dengan baik.

"Mungkin Pria tua itu tahu sesuatu yang tidak saya ketahui," pikir Bara, merenung dalam keheningan malam yang semakin pekat.

Saat melintasi jalan yang semakin sepi, Bara merasa ada perubahan dalam angin yang berhembus. Seakan ada aroma petrichor yang mulai tercium di udara, tanda-tanda bahwa hujan akan segera turun.

Keraguan pun mulai merayap dalam pikiran Bara. "Apakah saya harus mempercayai kata-kata Pria tua tadi? Apakah saya seharusnya menghentikan perjalanan dan mencari perlindungan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status