Share

Bab 5

Setelah dibukakan pintunya lebar-lebar. Kulihat Keyla datang tapi bersama suaminya, Firman. Pasti ia sengaja membuntuti istrinya karena disuruh oleh Mas Haviz.

Aku melayangkan senyuman miring, rasa tidak menyukai kedatangan Firman pun aku tonjolkan.

"Kenapa sih suamimu ngintil terus? Takut kehilangan kamu atau nggak percaya?" Aku sengaja memberikan pertanyaan ini padanya. Mata mereka saling beradu pandang, lalu mengeluarkan senyuman mengembang.

"Kami nggak disuruh duduk? Cuma disuruh masuk aja nih?" Sepertinya Firman sengaja mengalihkan.

Tenyata Mas Haviz sudah mewanti-wanti pada Firman. Ini justru membuatku semakin curiga. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Keyla? Kenapa harus dicegah kalau memang bukan hal yang biasa?

Aku mulai memikirkan ide, agar kedatangan Keyla tidak sia-sia. Sepertinya ia memang ingin mengatakan sesuatu. Namun, dihalangi suaminya, Firman. Caranya juga halus, dengan terus membuntuti Keyla. Jadi rumah tangga mereka pun tetap rukun tanpa harus ikut campur.

Firman ada benarnya. Namun, jika menutupi kebohongan bagaimana? Jika rahasia itu merugikanku, justru Firman salah menutupi ini semua.

Setelah berpikir cukup lama, Mbok Susi juga sudah melakukan tugasnya menyediakan minuman, di saat itulah ide terlintas. Kenapa aku tidak berikan obat tidur dalam minuman Firman?

"Sebentar ya, aku punya es sirup loh, kalian mau?" Aku coba menawarkan minuman yang lebih segar.

"Wah kebetulan, tadi mau pesan jangan teh hangat, tapi Mbok sudah keluar dari dapur duluan," tutur Firman.

"Aku nggak usah, Ra. Kemarin habis radang, jadi khawatir kambuh kalau minum es," susul Keyla. Kebetulan sekali, aku jadi tidak perlu repot-repot membedakan minuman mereka kalau Keyla sudah menolaknya.

"Oh baiklah, Key. Aku ambil dulu ya untuk Firman," ucapku sambil beranjak pergi.

Aku mencari obat tidur yang biasanya kusimpan di kotak p3k. Masih ada stok, dan langsung kularutkan ke dalam minumannya. Ya, beruntungnya Mas Haviz kadang insomnia, jadi ia punya stok obat tidur agar bisa istirahat lebih cepat.

Jangan heran dengan marahnya orang sabar, ia tidak marah disertai emosi, tapi dengan akal sehat dan berpikir jernih.

Setelah selesai membuatkan minuman untuk Firman. Aku kembali menyuguhkan minuman yang telah bercampur obat tidur kepada Firman.

"Minumannya sudah jadi," ucapku sambil meletakkan di atas meja. Firman langsung menyambar gelas tersebut. Lalu menenggak minuman yang telah kucampur itu.

Dalam hitungan menit, Firman ngantuk seketika. Beberapa kali telapak tangannya menutupi rongga mulutnya seraya tak tahan dengan rasa kantuk.

"Kamu nguap terus, Mas. Ngantuk?" tanya Keyla.

Firman hanya mengangguk, selang beberapa menit Keyla bertanya, ia sudah bersandar di sofa. Kemudian, terdengar suara dengkurannya.

Aku tersenyum menyoroti Keyla. Sedangkan Keyla yang tidak tahu itu ulahku pun mengernyitkan dahi ketika melihat aku tersenyum mengembang.

"Aku sudah duga, pasti ini perbuatanmu, ya kan, Ra?" tanya Keyla. Aku pun mengangkat alis disertai senyuman.

"Jadi, kamu bisa cerita padaku sekarang. Sebenarnya apa yang ingin kamu ceritakan, Keyla?" cecarku membuat Keyla menghela napas panjang.

Keyla terdiam lalu ia melirik ke arah suaminya.

"Suamimu, Ra."

"Iya, kenapa?" cecarku sungguh penasaran.

Kemudian, ia mengeluarkan ponsel dari tasnya. Lalu memberikan aku sebuah foto.

"Anggi. Foto itu adalah Anggi. Si anak kecil yang menyapa Mas Haviz dengan sebutan Ayah," celetukku sambil menyorot wajah Keyla.

"Kamu pernah ketemu?" tanya Keyla balik.

"Iya, aku ketemu bocah ini di mall," jawabku. "Memang siapa anak ini?" tanyaku menyelidik.

Tiba-tiba ada suara mobil terparkir di halaman rumah. Aku melirik ke luar, ternyata mertuaku yang datang. Astaga, ada saja yang menggagalkan rencanaku.

"Nanti cerita lagi ya, sekarang ada mertuaku datang," usulku pada Keyla.

"Nggak bisa, aku tuh sore ini mau berangkat ke Semarang, nunggu mertuamu pulang kayaknya lama, aku mau bawa pulang Mas Firman saja, biar dia pulang dalam keadaan tidur," tutur Keyla.

"Yah, nanti cerita di telepon ya," pintaku sambil tersenyum. Namun, Keyla menggelengkan kepalanya.

"Kamu ke jl. Mahoni nomor 15 saja, Ra. Lihat sendiri nanti di sana," jawab Keyla.

Aku terkejut dan mengingat sesuatu, nomor lima belas, seperti kode jari yang diberikan oleh Anggi, si bocah yang bertemu di taman.

Kemudian, mama mertuaku masuk, dan membawa banyak belanjaan ke rumah. Aku pun membantunya sambil meneriaki Mbok Susi.

"Eh, ada tamu," sapa mama pada Keyla. Ia pun menyodorkan tangannya dan mengecup punggung tangan mamaku.

"Tante baru datang?" tanya Keyla.

"Iya, disuruh Haviz tadi ke sini katanya suruh masak enak," jawabnya. Mau ada acara apa hingga mama mertuaku harus masak enak? Keyla hanya mengangguk dan tersenyum pada mama.

"Loh, Mas Haviz nggak bilang aku, Mah?" tanyaku.

"Sudahlah, Mama juga nggak ngerti. Mama ke dapur ya," ucapnya sambil melangkahkan kakinya.

Kemudian, Keyla pamit setelah berhasil membangunkan Firman dengan menyipratkan air ke wajah suaminya. Firman terperanjat dan kaget ketika ada air yang membuat mukanya basah.

"Ciyat, ciyat, bukan gue, Viz yang ngadu ke Ara!" teriak Firman sambil seperti orang bertarung, dan disertai mata yang masih terpejam. Lalu ia mulai membuka matanya, dan ketika melihatku, ia pun terkejut.

Akhirnya keceplosan juga kan meskipun bisa disanggah kebawa mimpi. Pasti ia sangat salah tingkah jika aku tanya mimpi apa barusan yang menyebutkan nama aku dan Mas Haviz secara tidak sadar.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
nah bnr tuh Ara mngkin suamimu di rmh Anggi ank yg memanggil suamimu ayah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status