Share

Bab 4

Aku tidak tahu apa yang dirahasiakan Mas Haviz, yang aku tahu ia sangat mencintaiku hingga tidak meninggalkanku ketika sakit lama. Namun, chat masuk barusan membuat kepercayaanku musnah seketika.

Mas Haviz tampak balik badan. Sepertinya ia akan tahu aku tengah melihat-lihat ponselnya. Ia mengusap mata, lalu duduk dengan mimik wajah ketakutan.

Ponsel yang sempat kupegang dirampas olehnya. Tingkahnya barusan justru membuatku merasa aneh dan curiga.

"Kamu baca-baca ponsel ini?" tanya Mas Haviz terlihat panik. Jarinya mulai mengusap layar ponsel, kemudian membaca satu persatu pesan yang sudah kubaca.

Alisku sedikit terangkat, senyum miring pun membuat Mas Haviz terlihat menjilati bibirnya seraya gugup.

"Kenapa, Mas? Panik? Panik lah masa, nggak? Ya kan ... ya kan," ejekku seraya becanda. Padahal ini sindiran untuknya. Kini keringat pun mulai keluar di pelipisnya. "Huh, sampai keluar keringat dingin gini," tambahku sambil mengelap keringatnya.

"Dek, anu, kamu baca yang mana? Mau tanya apa?" tanyanya kudengar terpaksa.

Aku lebarkan senyum ini, kemudian tarik selimut dan merebahkan tubuh ini seraya cuek dengannya.

"Jadi, kamu mau nanya apa, Dek? Kok malah tiduran?" tanya Mas Haviz.

"Sudah malam, Mas, tidur. Bukankah besok kamu mau ajak aku pergi?" sindirku membuat Mas Haviz menarik tubuhku ini.

Aku pun berhadapan dengannya, meskipun dengan kondisi berbaring.

"Tadi itu Maya Agustina. Istrinya ...." Ucapannya terputus, seperti ia sedang memikirkan kelanjutannya.

"Istrinya Mas Haviz?" Aku sengaja menebak agar tahu responnya. Kulihat wajahnya langsung memerah, matanya membulat, ia memang terlihat panik. Namun, lelaki yang membersamai aku enam tahun lamanya itu langsung membuang napas berat.

"Kok kamu ngomongnya ngelantur? Wah coba aku pegang keningnya. Hem, sepertinya kurang tidur nih, ayo kita tidur!" ajaknya sambil merebahkan tubuhku lalu membalut tubuh ini dengan selimut.

'Lelaki aneh, tadi ia terlihat kebakaran jenggot ketika aku cuek, sekarang aku tebak malah menyuruhku tidur. Aku tahu, Mas, kamu itu merahasiakan sesuatu,' gumamku dengan senyum sedikit mengembang. Lalu kupejamkan mata ini agar ia pun tidur.

***

Pagi ini Mas Haviz yang bangun lebih dulu, ia yang menyiapkan sarapan. Selepas mandi, aku pun ke meja makan dengan menggunakan blazer putih dan celana putih sepadan.

"Loh, kamu mau ke mana, Dek?" tanya Mas Haviz kebingungan.

"Loh, bukankah Firman nyuruh kamu bawa aku ke mana gitu biar nggak ketemu dengan Keyla?" tanyaku dengan sengaja. Tingkahku ini pasti membuatnya semakin tidak nyaman.

Wajahnya kini berubah suntuk, roti yang ia pegang pun diletakkan di piring putih bentuk bulat. Kemudian ia menghela napas seraya melepaskan kekesalannya. "Sudahlah, jangan dengarkan chat Firman semalam, ya. Kamu di rumah saja, tak perlu ke mana-mana, apalagi ikut aku ke kantor, nanti seisi kantor pasti heboh," sahut Mas Haviz sambil meraih roti yang tadi diletakkan di piring.

"Jadi, aku di rumah aja nih? Nggak perlu ikut kamu ke kantor?" tanyaku sekali lagi untuk memastikan. "Atau temani kamu ke mana gitu?" tambahku lagi.

"Nggak usah, Sayang. Sudahlah jangan dengarkan Firman, aku berangkat kerja dulu. Pokoknya jangan ke mana-mana," pesan Mas Haviz sambil menyodorkan tangannya untuk dikecup. Lalu ia mengecup keningku dengan lembut. 'Akhirnya, rencanaku berhasil untuk tetap berada di rumah ini,' gumamku dalam hati.

"Oh ya, Mas. Satu lagi, Maya Agustina itu istrinya siapa? Semalam kepotong loh." Aku melontarkan pertanyaan yang semalam sempat ia ingin katakan namun tidak jadi bicara.

Mas Haviz hampir tersandung kaki kursi ketika aku melontarkan pertanyaan itu. Jujur saja, aku sudah sangat mencurigainya. Namun, aku belum punya bukti kuat untuk menguaknya.

"Itu loh, istrinya Karyo, anak baru yang aku masukkan ke bagian gudang. Istrinya kan manggil aku dengan sebutan Mas," jawabnya enteng. Mungkin jawaban itu telah dipikirkan dari semalam, maling mana ada yang ngaku, kalau ada penjara pasti penuh.

Aku mengangguk dengan segala jawaban yang keluar dari mulut Mas Haviz. Kalau ia tak mau mengakui, maka aku yang akan membuktikannya sendiri.

Setelah itu, ia pun bergegas ke kantor, sedangkan aku segera menghubungi Keyla yang katanya ingin ke sini.

"Halo, Key," sapaku.

"Eh, Ra. Setengah jam lagi aku ke rumahmu, ya," jawabnya melalui sambungan telepon. Aku pikir ia tidak jadi ke sini. Ternyata, ia tidak lupa jadwal untuk menemuiku.

"Oke, aku tunggu ya, Key." Aku menutup teleponnya setelah ia mengindahkan ucapanku.

Akhirnya aku akan tahu apa yang ingin Keyla ceritakan atas apa yang menjadi rahasia Mas Haviz.

Setengah jam telah berlalu, akhirnya orang yang kutunggu-tunggu sudah kedengaran suara mobilnya. Mbok Susi pun segera membukakan pintu rumah atas perintahku.

Bersambung

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
AQ jadi penasaran rahasia ap yg disembunyikan havis ya
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
AQ juga penasaran rahasia apa yg disembunyikan suami Keyla havis
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status