Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall

Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall

Oleh:  Siti_Rohmah21  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 Peringkat
25Bab
3.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Namanya Mutiara Putri, biasa dipanggil Ara. Suaminya, Haviz Erlangga sangat mencintainya. Hingga akhirnya ada cobaan dalam rumah tangganya, ketika Ara sakit selama empat bulan lamanya, sesuatu hal terjadi tanpa sepengetahuan Ara. Bertahun-tahun Haviz dan ibundanya, Yuni, mampu menyimpan rahasia besar. Namun, yang namanya bangkai pasti akan tercium, ada anak kecil yang meneriaki Haviz dengan sebutan Ayah. Ara sempat menginginkan perpisahan, namun justru anak yang memanggil suaminya di Mall lah yang mampu menyatukan.

Lihat lebih banyak
Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Laksmy Ferrynasari
c e r i t a nya bagus tapi update nya kok lama
2023-05-27 18:53:20
2
user avatar
Laksmy Ferrynasari
kasian Anggi, dewasa sebelum waktunya
2023-05-27 06:31:25
1
user avatar
Laksmy Ferrynasari
t h o r nasib anggi gimana nih, gak ada kelanjutannya ?
2023-05-21 06:50:16
1
user avatar
Laksmy Ferrynasari
thor k o k lama banget u p d a t e nya ?
2023-05-18 20:11:21
1
25 Bab
Bab 1
"Ayah!" teriak seorang anak kisaran berusia 3 tahun. Aku dan Mas Haviz menoleh secara bersamaan. Namun, ketika kami menoleh, ibunya menarik lengan anak tersebut dan membawa bocah itu pergi. Wajah bocah itu masih menyorot Mas Haviz sambil melambaikan tangannya. "Kamu kenal anak itu, Mas?" tanyaku penasaran."Nggak, Sayang. Nggak kenal." Ia menjawab tapi seperti menyimpan rahasia."Apa sewaktu sakit kamu ...." Aku menghentikan ucapanku."Apaan sih, Dek. Aku nggak kenal bocah itu," jawabnya sambil merapikan belanjaan kami.Sepulang dari mall, Mas Haviz pergi lagi, hanya mengantarkan aku sampai gerbang. Namun, ketika masuk ke dalam, aku dikejutkan dengan kedatangan mertuaku."Hai, Ara," sapanya."Mama," jawabku sambil meraih punggung tangannya."Duduklah, kamu ingat empat tahun lalu, ketika kamu sakit berbulan-bulan?" tanyanya mengingatkan aku musibah 4 tahun silam."Iya, aku sakit lama," jawabku sambil mengingat."Ingatkah saat Mama datang pagi-pagi, dan waktu itu suasana ramai?" tanyan
Baca selengkapnya
Bab 2
Ponsel Mama Yuni tiba-tiba berdering. Ada panggilan masuk. Kulihat dari layar ponselnya nama My Son yang tertera. Itu artinya Mas Haviz yang hubungi beliau.Kemudian, mama angkat teleponnya, tapi ia menjauh dariku. Aku tunggu sampai ia selesai bicara dengan Mas Haviz, setelah itu barulah mendengarkan apa yang akan ia ceritakan.Mama Yuni datang kembali, dan menghampiriku."Sudah, Mah?" tanyaku. Meskipun sewaktu sakit ia pernah menyakiti hati ini, namun aku berusaha tidak mengingat hal itu lagi."Emm, sudah, Ra. Tapi Mama mendadak ada acara nih, maaf ya, Mama pamit dulu," ucapnya sembari menyodorkan punggung tangannya. Aku pun turut mengantarkan mama mertuaku ke depan. Ia tampak tergesa-gesa melangkah, namun aku tak berani menanyakan apa-apa.Kemudian, setelah ia pergi, aku pun masuk ke dalam rumah. Entah apa yang ingin dikatakan mama, pasti suatu saat akan kuketahui dengan sendirinya.Matahari mulai cetar, aku pun membantu Mbok Susi mengangkat pakaian. Ia sudah menjadi asisten rumah t
Baca selengkapnya
Bab 3
"Ayahku namanya Ayah Angga, Tante," ucapnya. Kemudian, wanita yang bersamanya menarik pergelangan tangan anak itu."Anggi! Ayo kita pulang, ingat pesan Mama, jangan banyak bicara dengan orang asing!" sungutnya marah. "Maaf, Mbak. Kami mau pulang dulu," pamitnya sambil menarik tangan anaknya.Akhirnya mereka pergi, lalu bocah itu masih menoleh dan melambaikan tangan. Ia memberikan kode padaku. Jarinya menunjukkan angka satu dan lima jari. Apa arti dari kode yang ia berikan?Aku melambaikan tangan seraya berpisah dengannya dan anak itu pun memberikan kiss bye dari jauh. Aku pun melakukan hal yang sama.***Setibanya di rumah. Mas Haviz sudah berada di teras, ia menungguku sambil nyeruput secangkir teh."Assalamualaikum, Mas," sapaku sambil meraih punggung tangannya."Waalaikumsalam," sahutnya. "Sudah ketemu Keyla tadi?" tanyanya."Tahu dari Mbok Susi ya, Mas?" tanyaku balik. Kemudian, aku duduk di sebelahnya."Aku mandi dulu, Dek," ucapnya sambil berdiri. Namun, aku meraih pergelangan t
Baca selengkapnya
Bab 4
Aku tidak tahu apa yang dirahasiakan Mas Haviz, yang aku tahu ia sangat mencintaiku hingga tidak meninggalkanku ketika sakit lama. Namun, chat masuk barusan membuat kepercayaanku musnah seketika.Mas Haviz tampak balik badan. Sepertinya ia akan tahu aku tengah melihat-lihat ponselnya. Ia mengusap mata, lalu duduk dengan mimik wajah ketakutan.Ponsel yang sempat kupegang dirampas olehnya. Tingkahnya barusan justru membuatku merasa aneh dan curiga."Kamu baca-baca ponsel ini?" tanya Mas Haviz terlihat panik. Jarinya mulai mengusap layar ponsel, kemudian membaca satu persatu pesan yang sudah kubaca. Alisku sedikit terangkat, senyum miring pun membuat Mas Haviz terlihat menjilati bibirnya seraya gugup."Kenapa, Mas? Panik? Panik lah masa, nggak? Ya kan ... ya kan," ejekku seraya becanda. Padahal ini sindiran untuknya. Kini keringat pun mulai keluar di pelipisnya. "Huh, sampai keluar keringat dingin gini," tambahku sambil mengelap keringatnya."Dek, anu, kamu baca yang mana? Mau tanya apa
Baca selengkapnya
Bab 5
Setelah dibukakan pintunya lebar-lebar. Kulihat Keyla datang tapi bersama suaminya, Firman. Pasti ia sengaja membuntuti istrinya karena disuruh oleh Mas Haviz.Aku melayangkan senyuman miring, rasa tidak menyukai kedatangan Firman pun aku tonjolkan."Kenapa sih suamimu ngintil terus? Takut kehilangan kamu atau nggak percaya?" Aku sengaja memberikan pertanyaan ini padanya. Mata mereka saling beradu pandang, lalu mengeluarkan senyuman mengembang. "Kami nggak disuruh duduk? Cuma disuruh masuk aja nih?" Sepertinya Firman sengaja mengalihkan. Tenyata Mas Haviz sudah mewanti-wanti pada Firman. Ini justru membuatku semakin curiga. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Keyla? Kenapa harus dicegah kalau memang bukan hal yang biasa?Aku mulai memikirkan ide, agar kedatangan Keyla tidak sia-sia. Sepertinya ia memang ingin mengatakan sesuatu. Namun, dihalangi suaminya, Firman. Caranya juga halus, dengan terus membuntuti Keyla. Jadi rumah tangga mereka pun tetap rukun tanpa harus ikut campur.
Baca selengkapnya
Bab 6
"Mimpi apa barusan, Man?" tanyaku sambil mengangkat alis. Kulihat mereka juga langsung beradu pandangan."Nggak tahu lupa, Ra. Emang tadi aku ngigau apaan?" tanya Firman balik. Aku pun menghela napas panjang sambil tersenyum.Sebenarnya aku tahu bahwa Firman hanya takut pada Mas Haviz. Ia adalah teman dekat yang terpercaya, lelaki yang dipegang memang hanya ucapannya, meskipun itu menjadi boomerang untuk orang lain nantinya."Sudahlah, lupakan masalah ngigau tadi, ngomong-ngomong kamu tuh tidur lama banget loh, kemarin nggak tidur ya?" candaku disertai mimik wajah ngeledek."Nggak tahu, tiba-tiba mataku ngantuk, apa jangan-jangan ...." Firman memutuskan ucapannya. Kemudian, ia menoleh ke arah istrinya."Nggak apa-apa, kamu cuma ngantuk aja, Mas. Sekarang udah nggak ngantuk kan? Kalau masih, aku yang nyupir mobil," tutur Keyla sambil berdiri.Ia meminta aku memanggil ibu mertuaku, dan Keyla pamit. Setelah itu mereka bergegas pergi. Sedangkan aku yang masih mengingat ucapan Keyla. Alama
Baca selengkapnya
Bab 7
Tiba-tiba telepon selulerku berdering. Dari orang tuaku di kampung."Ya, Mah. Ada apa?" tanyaku sambil mengamati kondisi salon. Khawatir Mas Haviz keluar."Eh iya, Ra. Minta nomor rekening kamu ya, nanti kalau uang cair Mama langsung transfer ke kamu," ucapnya dengan nada terdengar bahagia. Dimana-mana orang tua sangat bahagia jika memberikan sesuatu untuk anaknya. Kebahagiaannya tidak terkira, ia sangat terdengar semringah."Iya, nanti Ara kirim." Aku menjawab sambil celingukan."Kamu di mana sih? Kok sepertinya bising?" tanya mama."Di jalan, Mah. Udah dulu ya," jawabku kemudian mematikan sambungan teleponnya.Aku bergegas masuk ke dalam. Kulihat sekeliling, dan naik ke lantai atas. Kalau kata petugasnya, mereka berada di lantai atas."Tante!" teriak bocah kecil melengking.Padahal aku sudah diam-diam ingin memergoki mereka. Lagi-lagi ia memanggilku. Tidak lama kemudian, mamanya datang menghampirinya."Anggi, kamu ke play ground dulu ya, Mama ada urusan sebentar," tutur wanita itu p
Baca selengkapnya
Bab 8
"Oh jadi Mama masih bersikeras untuk menjodohkan Mas Haviz dengan anak teman Mama?" tanyaku disertai dengan senyuman."Iya lah, anak teman Mama itu udah jelas bibit bobot bebet nya, lah kalau kalian? Yang Mama heran tuh ya, Haviz kenapa sih mau nikahi kamu? Kalau Maya, Mama maklum kenapa dia tidak ninggalin Maya, tentunya karena Anggi adalah darah dagingnya. Sedangkan kamu, udah ibu rumah tangga, orang tua juga hanya tinggal di kampung, lalu apa yang dipertahankan?" Pertanyaan yang muncul dari mulut Mama Yuni sangat menyakitkan untukku. Namun, ini sudah sering kutelan mentah-mentah."Mah, jangan bawa-bawa keluargaku, mereka tidak tahu apa-apa, tolong jaga mulut Mama!" tekanku kesal.Kemudian, Maya juga tampak kesal karena seolah-olah Mama Yuni merendahkan para istri Mas Haviz."Mas, kamu jangan diam saja, lakukan sesuatu, tujuan kamu ke sini tuh untuk mengenalkan aku sebagai istri pertama, bukan malah dihina oleh Mama kamu begini!" sungut Maya terdengar kesal.Aku memutuskan untuk per
Baca selengkapnya
Bab 9
"Sini handphoneku!" Aku merampas ponsel yang tadi kuberikan padanya. Ada yang kulupakan, rekaman untuk gugat cerai ada di handphone itu, tapi aku malah mengembalikan semua pemberiannya, emosional yang membuatku lupa akan hal itu, "Ra, Ra," panggil mama masih tersambung."Nanti telepon lagi," sahutku, lalu mematikan sambungan telepon."Mama kamu sudah dengar penjelasan palsuku, Ra," ucap Mas Haviz penuh dengan kesombongan. Senyumnya dimiringkan seraya ia yang menang."Tunggu saja pembalasan aku, Mas," ancamku di hadapan Mas Haviz dan Mama Yuni. Mertuaku tampak ketakutan, ia berdiri di pojokan.Kemudian, aku pergi dari rumah Mas Haviz. Kudengar ia meneriakiku dari kejauhan. Namun, aku tak pedulikan itu.Lalu, ponselku berdering kembali. Dari mama lagi. "Ra, ada apa sebenarnya? Kenapa Haviz bicara seperti itu?" tanya mama."Nanti Ara jelasin, sekarang Ara mau pulang kampung," jawabku sambil berjalan ke arah depan jalan mencari ojek."Ya sudah, kamu hati-hati di jalan, ya. Dari tadi Mam
Baca selengkapnya
Bab 10
Mama melangkahkan kakinya dengan cepat. Matanya kulihat memerah seakan ingin marah. Aku coba ikuti langkah kakinya.Setibanya di ruang tamu, terlihat mertuaku dan Mas Haviz berdiri seraya menyambut kedatangan kami. Senyum tak lupa dipancarkan oleh mereka sembari menundukkan kepalanya. Mereka terlihat sopan dan jinak, padahal otak mereka isinya kelicikan."Kamu selingkuh kan, Haviz?" tanya mama sambil berkacak pinggang. Mamaku sudah pasang dada di hadapanku.Beberapa saat kemudian, papaku yang tidak mengetahui apa-apa datang menghampiri. "Kalau ada tamu tuh sediakan minum. Ara, ambil minum untuk mertua dan suamimu," suruh papa membuatku menghela napas berat."Pah, ngapain ngasih minum ke orang-orang songong ini?" Mama terdengar menentang dan marah."Mah, kamu apa-apaan sih? Jangan begitu di hadapan tamu," timpal papa belum paham juga.Kemudian, aku segera mengambil minum lalu menyediakan di meja agar cepat mengusir mereka.Mereka berdua belum mulai menyanggah dan menyangkal obrolan kal
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status