Share

Dua Bocah Menggemaskan

Author: Aksara_Lizza
last update Last Updated: 2025-03-03 13:04:35

Tujuh tahun kemudian ….

Angin sore berhembus lembut, mengibarkan beberapa helai rambut Aleena yang tergerai di bahunya.

Matanya berbinar penuh kehangatan saat melihat kedua buah hatinya berlari kecil mendekat dengan seragam sekolah mereka yang masih rapi.

Meski lelah mengurus restoran yang telah ia bangun selama lima tahun terakhir, semua itu terbayar lunas saat mendengar celoteh ceria Aiden dan Evelyn.

"Bagaimana dengan hari-hari pertama sekolahnya?" tanya Aleena, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu. Ia berjongkok, menyesuaikan tinggi tubuhnya dengan dua bocah yang kini berdiri di hadapannya.

"Seru! Teman-temanku sangat tampan semuanya, Mommy!" seru Aiden dengan mata berbinar dan ekspresi penuh semangat.

Bocah kecil itu bahkan menepukkan kedua tangannya seperti seseorang yang sedang berbicara tentang hal paling menarik di dunia.

Aleena langsung menyentil kening anak sulungnya dengan gemas. "Dasar centil! Apakah hanya itu yang kau ingat, hm?" tanyanya dengan nada geli.

Sementara itu, Evelyn—atau yang lebih akrab dipanggil Eve—hanya menghela napas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah tak percaya dengan perilaku saudara kembarnya.

Siang itu, Aleena kembali menjemput mereka dari sekolah seperti biasanya. Waktu terasa berjalan begitu cepat.

Seolah baru kemarin ia berjuang seorang diri, menggendong bayi-bayi mungilnya setelah diusir oleh pria yang tak memiliki sedikit pun perasaan untuk mereka. Namun kini, kedua anaknya tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan penuh semangat.

"Mom, aku lapar," rengek Evelyn, menggoyangkan tangan Aleena yang menggandengnya. "Hari ini aku ingin makan pasta, Mom."

Aleena terkekeh melihat tingkah manja anak perempuannya. “Baiklah, aku akan membuatkan pasta untuk kalian.”

"No, Mommy. Aku ingin ayam goreng," protes Aiden saat Aleena membukakan pintu mobil untuk mereka berdua.

“Oh, Aiden. Bukankah kau sudah makan ayam goreng pagi tadi? Dan kau ingin makan ayam goreng lagi?” Eve mendengus, kedua tangannya terlipat di dada sambil menggelengkan kepalanya penuh ketidakpercayaan.

“Biarkan saja. Ini perutku dan kau tidak berhak protes padaku!” seru Aiden tak mau kalah.

“Kau tidak punya rasa kasihan ya, pada Mommy? Mommy harus memasak dua kali kalau kau ingin ayam goreng, Aiden!” cetus Eve dengan nada cemprengnya yang khas.

Aleena hanya bisa menghela napas panjang. 'Ah... here we go again,’ batinnya. Perang kecil antara si kembar kembali terjadi, seperti yang sudah-sudah.

Ia ikut masuk ke dalam mobil diiringi rentetan protes dari dua anaknya yang masih sibuk mempertahankan keinginan masing-masing.

Sungguh, tak perlu lagu galau yang tengah hits untuk menghiburnya. Suara riuh rendah pertengkaran kecil Aiden dan Evelyn selalu ada hampir setiap saat, menjadi musik latar dalam kehidupannya.

Sambil menyalakan mesin mobil, Aleena akhirnya menengahi, “Aiden, Eve. Kita akan makan siang sesuai dengan permintaan kalian.”

“Yeay!” seru Aiden dan Eve serempak dengan penuh semangat, seketika lupa dengan perdebatan sengit mereka beberapa detik lalu.

Aleena tersenyum kecil. Hidup sebagai seorang ibu tunggal memang tak mudah, tetapi melihat kedua anaknya tumbuh dengan penuh kebahagiaan, ia tahu bahwa semua perjuangannya selama ini tak sia-sia.

**

"Fusilli snowy chip-nya satu, calamari-nya satu, dan iced lychee tea-nya satu ya," pesannya dengan nada santai pada pramusaji yang mencatat dengan cekatan.

Setelah ditinggal sendiri, Liam mengambil dokumen yang baru saja ia tanda tangani dengan seorang klien. Proyek besar menantinya di kota ini, dan ia tak ingin kehilangan fokus. Namun, sebelum ia sempat benar-benar mendalami pekerjaannya, suara kecil yang tak ia duga mengusik perhatiannya.

"Jangan bilang pada Mommy, Eve. Aku mengambil ini semua dari kotak yang belum Mommy rapikan."

Liam mengangkat kepalanya sekilas, mendengar nada rahasia yang terdengar dari seorang anak laki-laki di belakangnya. Ia mengerutkan kening, perlahan menyapu pandangannya ke sekitar. Di lantai dua restoran ini, hanya ada dirinya, seseorang yang duduk jauh di sudut ruangan, dan dua bocah kecil yang nampaknya sudah hampir selesai dengan makanan mereka.

"Ke mana orang tua mereka? Kenapa hanya berdua saja?" batin Liam, jemarinya tanpa sadar berhenti menyentuh dokumen.

"Ayo kita cari Daddy," suara bocah laki-laki itu terdengar lagi, nadanya mantap dan penuh tekad. "Mommy sering memandangi foto itu ketika hendak tidur."

Liam menegakkan bahunya, berusaha mengabaikan obrolan itu, namun suara renyah dan polos dari kedua anak kecil tersebut terus menarik perhatiannya. Ia kembali menatap dokumennya, mencoba membaca ulang beberapa kalimat di sana, tetapi pikirannya mulai bercabang.

"Oh, Aiden. Kau sudah mencuri milik Mommy! Itu salah besar, Aiden!" suara si bocah perempuan terdengar gemas.

"Bukan mencuri, aku hanya meminjam saja," kilah bocah laki-laki yang kini ia ketahui bernama Aiden.

Liam menaruh kembali dokumennya ke dalam tas, lalu pura-pura memainkan ponselnya. Namun, telinganya tetap awas menangkap percakapan dua bocah di belakangnya.

"Miss Grande bilang, kota ini sangat luas, jadi tidak akan bisa menemukan Daddy dengan cepat, Aiden. Lagi pula, bukankah Daddy sudah berada di surga? Itu yang selalu Mommy katakan pada kita."

Liam menahan napas. Kata-kata itu menusuk udara, membawa serta nuansa pilu yang tiba-tiba menyelimuti ruangan.

"Tapi kan katanya Ayah udah ada di surga. Emang surga adanya di Jakarta?"

Liam menoleh sedikit, ekspresi terkejutnya tersamarkan oleh kilatan lampu restoran yang memantul di layar ponselnya.

"No, Eve. Daddy ada di sini, di kota ini. Itu hanya karangan Mommy saja agar kita tidak terus menerus bertanya tentang Daddy," balas Aiden, tetap bersikeras dengan keyakinannya.

Bocah perempuan yang dipanggil Eve itu terdiam. Mungkin otaknya yang kecil sedang mencoba memproses kata-kata kakaknya.

"Tapi, Aiden …."

"Aku pernah mendengar Mommy dan Aunty Jenny membahas tentang Daddy kita, Eve."

Liam menekan bibirnya agar tidak terkekeh. Astaga, bocah laki-laki ini pasti cukup merepotkan ibunya dengan semua tingkah dan rasa ingin tahunya yang luar biasa.

Namun, tawa yang hendak keluar dari bibir Liam menguap begitu saja saat suara Eve terdengar lagi, kali ini lebih lirih, lebih lemah.

"Jadi, Mommy telah membohongi kita?" tanyanya, dengan raut wajah yang entah mengapa terasa begitu menyedihkan meski Liam tidak benar-benar melihatnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Liam akan Kembali Padanya

    Aleena terdiam, jantungnya berdegup kencang seakan ingin menerobos keluar dari rongga dadanya.Kata-kata yang baru saja meluncur dari bibir Liam masih menggantung di udara, menusuk relung hatinya dengan getir. Ia bahkan tak sanggup menatap pria itu, tak ingin melihat wajah yang kini dipenuhi aura mengancam.“Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, Aleena,” bisik Liam dengan suara rendah yang sarat ketegasan. Jemarinya yang kokoh namun lembut mengusap bibir Aleena, seakan ingin menghapus keraguan yang tertinggal di sana.Tatapan Liam melekat pada wajahnya, dalam dan menuntut, sebelum tiba-tiba, tanpa aba-aba, pria itu menyambar bibirnya.Aleena terkejut, matanya membelalak penuh keterkejutan saat bibir Liam menekan miliknya dengan intensitas yang mendominasi.Aleena meronta, kedua tangannya berusaha mendorong tubuh Liam menjauh, tapi sia-sia. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Ia terperangkap dalam ciuman yang memabukkan sekaligus menyesakkan, berusaha sekuat tenaga untuk me

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Ancaman Gila Liam

    Dua jam setelah John pergi, Liam yang sedari tadi menahan diri akhirnya tak bisa lagi mengabaikan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.Dengan langkah lebar, ia menuju ruang kerja Aleena, hatinya penuh dengan kemarahan dan rasa tak terima.Saat pintu terbuka dengan keras, Aleena yang sedang fokus pada dokumen-dokumen di mejanya langsung tersentak.Ia mengangkat wajahnya dengan kaget, matanya membulat melihat sosok Liam berdiri di ambang pintu dengan ekspresi murka."Apa yang kau lakukan di sini?" protes Aleena tajam, mencoba menutupi keterkejutannya.Liam tak menjawab. Ia melangkah mendekat, tatapan matanya tajam dan menusuk. Dalam sekejap, ia mencengkeram kedua tangan Aleena dengan kuat, membuat wanita itu mengernyit kesakitan."Apa kau sengaja membuatku marah, hah?" suara Liam terdengar geram.Aleena mengerutkan keningnya. Ia tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Liam."Jangan pura-pura tidak tahu, Aleena," lanjut Liam dengan suara yang lebih rendah, namun sarat dengan emo

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Sengaja Ingin Membuat Liam Cemburu

    Pagi itu, suasana di Alen’s Resto cukup ramai dengan para pelanggan yang datang untuk menikmati sarapan mereka. Jenny, yang sedang bertugas di bagian depan restoran, dengan sigap menyambut setiap tamu yang masuk.Namun, langkahnya terhenti seketika ketika melihat sosok yang begitu dikenalnya berdiri di ambang pintu.Liam.Pria itu melangkah masuk dengan percaya diri, mengenakan setelan formal yang membuatnya tampak begitu profesional.Di belakangnya, tiga orang klien mengikuti, terlihat siap untuk melakukan pertemuan bisnis. Jenny menghela napas pelan, merasa kesal sekaligus terkejut dengan kehadiran Liam di sini.‘Kenapa dia harus datang ke sini? Bukannya masih banyak restoran lain yang bisa dipilih?’ gumam Jenny dalam hati.Tanpa menunggu lebih lama, ia berbalik dan langsung menuju ruang kerja Aleena. Di dalam ruangan itu, Aleena tengah fokus memeriksa data keuangan restoran, tanpa menyadari ada tamu tak terduga di luar.“Aleena, kau tidak akan percaya siapa yang baru saja datang,”

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Aku tidak Butuh Uangmu!

    Suara bel pintu berdenting berulang kali, menggema di dalam rumah, mengusik ketenangan malam yang mulai merayap.Aleena menghela napas panjang, berusaha mengabaikannya, tetapi suara itu tak kunjung berhenti. Dengan kesal, ia melangkah cepat menuju pintu dan menariknya dengan gerakan kasar.Begitu melihat siapa yang berdiri di balik pintu, ia langsung memutar bola matanya dengan jengkel.“Ada apa lagi, Liam? Apa kau tuli? Aku sudah bilang, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!” Nada suaranya tegas, tajam seperti belati yang siap menusuk siapa pun yang berani mengusik batasannya.Namun, Liam tak bergeming. Ia tetap berdiri di sana, wajahnya penuh dengan pertanyaan yang mendesak untuk segera mendapatkan jawaban.“Apa benar, kau akan menikah dengan John?” tanyanya tanpa basa-basi.Aleena sontak membelalakkan matanya, dadanya berdesir mendengar nama itu keluar dari bibir Liam. “Da—dari mana kau tahu tentang John?” suaranya bergetar, antara terkejut dan tak percaya.Liam memejamkan matanya

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Kami akan Menikah

    Hati ayah mana yang tidak sakit mendengar ucapan dari anaknya sendiri yang tidak mengakuinya sebagai ayah?Liam benar-benar terdiam, seakan tak percaya dengan kata-kata yang baru saja meluncur dari bibir putranya.Sorot matanya meredup, dadanya terasa sesak, seolah dihantam oleh kenyataan yang pahit.“Tapi, Aiden….” ucap Liam lirih, mencoba meraih kembali hubungan yang nyaris hancur.Aiden menatap Eve dengan dingin, tatapannya tajam, tak tergoyahkan. “Apa? Kau mau mengelak ucapanku?” suaranya terdengar dingin, penuh ketegasan.John yang sejak tadi mengamati ketegangan di antara mereka hanya bisa menghela napas pelan.Ia mengusap lembut pucuk kepala Evelyn dan tersenyum menenangkannya. “Sudah, jangan berdebat lagi,” ujarnya dengan nada lembut, mencoba meredakan suasana yang semakin memanas.Namun, Liam tak bisa tinggal diam. Ia butuh kepastian, ia perlu jawaban. Dengan rahangnya yang mengeras, ia menatap John dengan tatapan tajam penuh tanda tanya.“Siapa sebenarnya kau?” tanyanya deng

  • Anak Kembar Milik Sang Cassanova   Paman bukan Ayah Kami!

    “Paman John!”Seruan riang itu meluncur dari bibir mungil Aiden dan Evelyn, dua anak kembar yang berusia enam tahun.Keduanya berlari dengan langkah kecil namun penuh semangat ke arah pria yang berdiri bersandar pada mobil hitamnya. John menoleh, lalu menyunggingkan senyum hangat khasnya.“Halo, anak-anak pintar. Hari ini Paman menjemput kalian lagi,” ujar John seraya membuka kedua lengannya, membiarkan si kembar memeluknya dengan penuh antusias.“Yeay!” seru Aiden, matanya berbinar cerah. “Senang sekali bisa dijemput oleh Paman John lagi. Apakah Mommy sedang sibuk, Paman?”John mengangguk, menatap lembut bocah laki-laki itu. “Ya. Mommy kalian sedang sibuk. Jadi, Paman yang menjemput kalian.”Evelyn mengangguk-angguk, seolah memahami sesuatu yang penting. Sementara itu, Aiden menatap John dengan tatapan penuh harap.“Asyiik! Apakah kami boleh jajan dulu, Paman? Tapi, jangan beritahu Mommy. Pleaassee!” pinta Aiden, menyatukan kedua telapak tangannya dengan ekspresi penuh permohonan.Jo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status