Share

Sabrina

[Ingat, Bri, sore nanti ada casting.]

Pesan dari Mama aku abaikan. Kabarnya, produser dari series yang akan aku bintangi adalah Pak Rully—bos Sabia.

Melihat interaksi Sabia dengan bosnya, sepertinya mereka sudah lama dekat. Bahkan, mereka terlihat akrab.

Berbeda denganku yang introvert, Sabia selalu bisa mencairkan suasana. Pembawaannya yang apa adanya selalu membuatnya cepat akrab dengan orang lain.

Aku?

Teman pun selalu datang dan pergi jika sudah menumpang pada ketenaranku.

Setelah tadi melakukan pemotretan untuk barang-barang endors, seperti biasa aku akan mereview beberapa produk kosmetik yang kugunakan.

Aku menyalakan kamera untuk melakukan live di akun sosial mediaku. Pengikutku sudah lumayan banyak, sekitar sembilan ratus ribu.

“Hai gaes, kali ini aku mau bikin make up tipis-tipis, pokoknya simpel banget buat kalian yang kepingin hang out bareng besti,” ucapku menyapa beberapa orang yang mulai mengikuti live-ku.

“Nah, ini dia.” Aku menunjukkan tepat di kamera beberapa produk dari B erl.

“Ini adalah produk dari B erl yang super duper simpel banget buat kalian. Step pertama aku mau pakai h glow fine & fairness Cream. Nih bentuknya kayak gini.”

Aku menunjukkan produk ke kamera, setelah itu meratakannya ke wajahku.

“Ini bisa kalian jadikan base makeup gaes. Ini tuh, ringan banget dan nyaman dipakai seharian dan dengan coverege light to medium yang bisa nutupin noda hitam di wajah kamu. Kek aku ini ada noda hitam samar gitu, tapi serius ini bisa ke tutup sih.

Menurut aku, ini kemasannya cukup besar, dan hasilnya lumayan bagus di wajah aku sih, jadi kalau kalian pakai ini gampang banget diblend. Lihat nih, wajah aku jadi kelihatan cerah kan. Nah kalau kalian nggak suka yang terlalu tebal, habis pakai ini nggak perlu lagi pakai bedak," paparku.

Aku mengambil produk lainnya sambil melihat beberapa komentar yang masuk. Rata-rata mereka memujiku. Mataku terpaku pada nama akun yang baru saja bergabung.

Kukuh.

Dia mau belajar makeup kah?

“Nah, buat step kedua, aku mau pakai b glow three way cake. Ini ada 2 shade ya teman-teman, kalian bisa pilih yang menurut kalian cocok di kulit wajah masing-masing. Ada natural nude dan natural beige. Kalau aku mau coba yang natural nude, dan aku mau langsung swap saja ke muka aku.

Produk ini punya kemampuan blurring effect, bisa menyamarkan noda hitam dan bekas jerawat yang ganggu penampilan kamu. Ini juga bisa dijadikan bedak padat, bedak tabur juga bedak basah. Nih lihat deh, nggak kelihatan menor, kan?”

Aku mendekatkan wajah ke kamera.

Kukuh.Bima

Cantik.

Aku sedikit melebarkan mata melihat komentarnya. Senyum tersungging dari bibirku, padahal bukan hanya dia yang memuji cantik, tapi kenapa aku malah berdebat dibuatnya?

“Jadi hari ini aku ada casting gitu, gaes. Aku rasa makeup ini pas banget buat tokoh utamanya. Doakan, ya—“

‘Biar nggak lolos,” lanjutku dalam hati tentunya.

“Oke, oke, yang terakhir aku mau pakai lip matte cream masih dengan produk b erl tentunya, karena hari ini memang khusus buat review produk ini.”

Aku mengaplikasikan lip matte ke bibirku.

“Aku tap, tap gini ya. Ini tuh, formulasinya ringan, teksturnya creamy dan nggak bikin cracky di bibir aku, gaes. Aku pakai yang nude, karena ini cocok banget sama base make up aku kali ini. Sedikit di ombre dengan yang nude brown dan serius ini hasilnya oke banget nggak, sih? Coba deh lihat.”

Aku mendekatkan lagi wajahku ke arah kamera biar yang menonton liveku melihat hasil make up ku hari ini.

“Selain melembapkan bibir, lip cream ini juga bisa menutrisi, mencerahkan dan juga melindungi bibir kamu dari sinar UV. So, kalian bisa coba kayak aku. Simpel banget kan penampilan aku kali ini.”

Kukuh.Bima

Keburu ditinggal pacaran. Kelamaan dandan.

Lagi-lagi dia berkomentar. Aku hampir tertawa melihat ketikannya. Ya, mau bagaimana lagi, sebagai perempuan sangat normal ingin terlihat cantik. Kecuali Sabia.

“Aku sudah mau jalan ke tempat casting, jadi aku udahin sampai di sini dulu, ya, teman-teman semua. Terima kasih yang sudah menonton live aku hari ini. Semoga bermanfaat.”

Klik.

Aku menyelesaikan live-ku hari ini. Lumayan puas karena yang menonton hampir sepuluh ribu.

“Sudah?” tanya Mama yang berdiri di sampingku.

Aku mengangguk.

Setelah berpamitan dengan Risa, aku dan Mama segera menuju lokasi.

“Katanya penulisnya langsung yang akan memilih tokohnya,” kata Mama.

Sebenarnya aku tak terlalu peduli. Toh, ini bukan atas kemauanku sendiri.

“Siapa tahu kariermu makin berkembang.”

Begitu katanya. Ah, lagi-lagi aku tak bisa menolak keinginan Mama.

“Lakukanlah dengan maksimal, Sabrina. Mama ingin kamu lebih maju lagi, demi masa depan kamu.”

“Demi aku atau Mama?”

“Jangan memulai berdebat, Sabrina. Mama sudah cukup pusing menghadapi kakakmu yang nggak bisa diatur itu.”

Aku melirik Mama yang terlihat kesal. Apa dia bertengkar lagi dengan Sabia?

Bukan hanya aku, Sabia pun hampir sama. Mama ingin kamu tampil menarik. Bedanya, Sabia berani melawan sedangkan aku tidak. Kalau aku, memang dasarnya suka menjaga penampilan, tidak dengan Sabia yang memilih apa adanya.

“Kalian bertengkar?”

“Mama hanya ingin dia tampil lebih baik. Kalian sudah 25 tahun, Mama khawatir nggak ada laki-laki yang mau mendekatinya dengan badan dan penampilannya itu.”

Apa Mama tak tahu kalau Sabia dekat dengan bosnya? Aku bahkan bisa melihat tatapan lain dari Pak Rully saat melihat Sabia. Walaupun dengan penampilan yang biasa saja, bahkan cenderung cuek, Sabia tetap terlihat manis dengan pipi tembamnya.

“Cobalah menghargainya sedikit saja, Ma. Nggak perlu memaksa, Sabia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri,” ucapku.

Sabia dan aku.

“Tetap saja. Gemuk itu nggak sehat.”

“Mama bicara saja pelan-pelan, jangan dengan pemaksaan.”

“Kamu tahu Mama selalu kehabisan kesabaran menghadapinya.”

Aku mengembuskan napas. Padatnya jalanan lebih menarik dibanding dengan kekesalan Mama terhadap Sabia. Aku juga tak akan menyalahkan Sabia yang tak mau mengikuti omongan Mama. Aku yakin suatu saat dia akan berubah dengan sendirinya.

Setelah memarkirkan mobil, kami memasuki gedung yang terletak di tengah kota Jakarta. Aku melihat sekeliling yang sudah terlihat ramai.

“Mah,” panggil.

“Kenapa?”

“Mama yakin? Lihat deh, hampir tujuh puluh lima persen yang ikut casting pemain sinetron terkenal.”

“Kamu nggak usah insecure, nasib siapa yang tahu?”

Aku memutar bola mataku. Astaga.

“Bu Astri.”

Kami menoleh ke sumber suara. Pak Rully di sana dengan—Sabia?

“Pak Rully?”

Lelaki itu tersenyum.

“Loh, Sabia?”

Tak hanya aku, Mama pun terlihat terkejut dengan kedatangan Sabia ke tempat ini? Sebenarnya dia kerja apa sampai mengikuti Pak Rully ke tempat ini?

Sabia terlihat canggung.

“Pak Rully kenal dengan Sabia?” tanya Mama.

“Tentu, dia pen— aw.”

Pak Rully terlihat kesakitan. Kami malah memandang mereka penuh tanya.

“Sabia, kamu mencubit saya?” tanya Pak Rully pada Sabia.

“Maaf, Pak. Sengaja.” Sabia tampak acuh.

“Sabia, kamu—“

Sabia seperti memberi kode pada Pak Rully.

“Saya malah baru tahu, kalau Sabia ini sebenarnya kembaran Sabrina,” kata Pak Rully.

Mama tersenyum canggung. Kenapa terlihat tak senang?

“Iya. Mereka kembar beda nasib,” jawab Mama membuatku sedikit menyikut lengannya untuk memperingati.

“Ma—“

“Pak Rully bisa lihat, kan, bedanya?”

Pak Rully mengangguk dengan tak enak hati. Lelaki itu terlihat melirik Sabia yang kelihatan tak peduli.

“Omong-omong, Sabia ngapain kamu di sini? Mau ikut casting juga?” tanya Mama.

Sabia mengembuskan napas. “Iya, Ma.”

“Mau casting jadi peran apa?”

“Bola basket.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Jjlynn Tudin
...... bola basket ajiaiii
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
hhahahaha Saya suka sabiaaaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status