Compartir

bab 5

Autor: Maey Angel
last update Última actualización: 2025-04-26 14:45:55

Kaisar masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Wajahnya yang biasanya ceria kini tampak pucat, tubuhnya masih sedikit panas meski dokter sudah memastikan kondisinya mulai membaik setelah mendapatkan donor yang tepat. Rahayu duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan kecil anaknya.

Sudah dua hari mereka kembali dari rumah sakit, tapi suasana rumah ini terasa lebih dingin daripada biasanya. Arya belum mengucapkan sepatah kata pun kepadanya sejak hasil tes DNA keluar. Lelaki itu lebih memilih menghabiskan waktunya di luar kamar, berkutat dengan pekerjaannya atau sekadar menghindari keberadaannya.

Rahayu tahu Arya masih mempercayai hasil tes itu. Ia tahu suaminya sedang berperang dengan pikirannya sendiri, mencoba mencari alasan untuk tidak sepenuhnya membencinya. Namun, diamnya Arya justru lebih menyakitkan.

Malam itu, Rahayu memberanikan diri keluar kamar. Ia menemukan Arya di ruang tamu, duduk di sofa dengan Paramita yang terlihat senang dengan keadaannya sekarang. Mengetahui Rahayu keluar dari kamar Paramita sengaja mengusap kepala suaminya dan memijatnya dengan perlahan sampai terasa rileks dan memejamkan mata.

“Mas…” suara Rahayu pelan, ragu apakah harus mengganggu ketenangan pria itu.

Arya membuka mata, menoleh ke arahnya dengan ekspresi datar. “Apa?”

Hati Rahayu mencelos. Tidak ada kelembutan di sana. Tidak ada lagi pria yang dulu selalu menatapnya penuh kasih.

“Aku ingin bicara berdua,” Rahayu mendekat, mencoba mencari kehangatan yang semakin menjauh darinya.

“Kita kan sudah menjadi keluarga, tidak apa-apa bukan berbicara di sini saja kalau memang itu penting?” sahut Paramita.

“Aku tidak bicara dengan kamu! Aku ingin berbicara dengan suamiku!”

Arya menghela napas, lalu duduk tegak. “Tentang apa?”

Rahayu menggigit bibirnya. “Tentang Kaisar. Tentang kita.”

Arya terdiam, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan.

“Kaisar adalah anakmu, Mas. Aku tidak tahu kenapa hasil tes bisa seperti itu, tapi aku bersumpah—aku tidak pernah sekalipun mengkhianatimu,” suara Rahayu bergetar. “Aku tidak tahu siapa yang mencoba menghancurkan kita, tapi aku mohon… jangan percaya begitu saja.”

Paramita tertawa kecil, tapi tawa itu terdengar pahit. “Jadi sekarang Mbak bilang hasil tes itu salah? Itu bukti ilmiah, Mbak Rahayu. Tidak bisa dipalsukan begitu saja. Aku juga tahu kalau selama ini Mbak juga menjalin hubungan dengan anggota polisi yang sekarang ada di Jakarta kan?”

“Mita! Kenapa kamu menjadi kompor dalam urusan kami? Diamlah atau aku akan membuatmu membusuk di penjara!”

“Rahayu! Jaga bicaramu!” bentak Arya, buat Rahayu langsung ciut nyalinya karena tidak mendapatkan pembelaan suaminya.

“Apa kau benar-benar berpikir aku selingkuh, Mas?” suara Rahayu meninggi. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya. “Mas Arya, kita sudah bersama bertahun-tahun. Aku setia padamu. Aku mencintaimu! Kenapa kau lebih percaya pada ucapan wanita ini daripada aku?”

Arya bangkit berdiri, menatapnya tajam. “Bukan aku yang tidak percaya padamu, tapi kenyataan yang mengatakan hal berbeda.”

“Udahlah Mbak terima nasib saja. Lagian Mas Arya udah ada aku dan Kenzi, Mbak mending nyerah aja.”

“Diam kamu!” bentak Rahayu pada Paramita. Untuk pertama kalinya Dia berbicara dengan nada tinggi karena dia sangat kesal dengan para wanita yang selalu ikut campur dengan urusannya. “Mana buktinya kalau aku berselingkuh?” Rahayu menantang, matanya mulai memerah karena air mata yang tertahan.

Paramita tidak menjawab. Ia hanya menatap Arya dan Arya pun melirik Rahayu lama sebelum akhirnya berkata pelan, tapi penuh luka.

“Aku ingin kau pergi dari rumah ini.”

Jantung Rahayu serasa berhenti berdetak. “Apa?”

“Aku tidak bisa hidup dengan seseorang yang telah mengkhianatiku. Aku tidak bisa membesarkan anak yang bukan darah dagingku,” suara Arya tegas, dingin, dan tanpa keraguan.

Dunia Rahayu seakan runtuh dalam sekejap. Kakinya melemas, seolah tak sanggup lagi berdiri.

“Mas…” bisiknya, suaranya nyaris tidak terdengar.

“Pergilah. Sebelum aku kehilangan rasa hormat terakhirku padamu,” Arya memalingkan wajah, seolah tak ingin melihat ekspresi kesakitan di wajah istrinya.

Air mata Rahayu akhirnya jatuh. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tidak ada gunanya bertahan di tempat di mana ia sudah tidak diinginkan. Paramita tersenyum menang melihat semua ini. Dia bahkan merasa di atas angin.

---

Malam itu, setelah memastikan Kaisar tertidur, Rahayu mengemasi barang-barangnya. Tangannya gemetar saat memasukkan pakaian ke dalam koper kecil.

Ia tidak membawa banyak. Hanya beberapa pakaian dan barang penting. Semua yang ada di rumah ini—semua kenangan, semua kebahagiaan yang pernah ia rasakan—harus ia tinggalkan.

Saat ia menutup koper, pintu kamar terbuka.

Paramita berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat di dada, ekspresinya penuh kemenangan.

“Aku sudah bilang dari awal, kau tidak pantas untuk Arya,” ujarnya dingin.

Rahayu tidak menjawab. Ia tidak ingin memberi Paramita kepuasan untuk melihatnya hancur lebih jauh.

Paramita mendekat, menatapnya dari atas ke bawah dengan penuh penghinaan. “Baguslah kalau kau sadar diri. Pergilah, dan jangan pernah kembali.”

Dengan kepala tegak, Rahayu menggandeng Kaisar yang masih setengah sadar karena kantuk.

Arya berdiri di ruang tamu, ekspresinya kosong. Ia tidak berusaha menghentikan Rahayu. Tidak ada sedikitpun keinginan dalam matanya untuk mempertahankannya.

Rahayu menahan tangisnya, lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.

---

Hujan rintik-rintik mulai turun saat Rahayu berdiri di halte dengan Kaisar dalam gendongannya. Udara dingin menusuk tulang, membuat tubuhnya menggigil. Kaisar merengek pelan, wajahnya masih pucat.

Tidak ada tempat lain untuk dituju. Hanya satu tempat yang bisa ia datangi—rumah orang tuanya di Banyumas

Bus datang lima belas menit kemudian. Rahayu naik dengan langkah berat, duduk di bangku paling belakang sambil terus memeluk anaknya erat.

Saat bus mulai melaju, air matanya akhirnya jatuh.

Ia telah kehilangan segalanya—suami, rumah, kehormatan.

Tapi ia masih memiliki Kaisar.

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Anak Lain Dari Suamiku   bab 36

    Lorong UGD Rumah Sakit Sentosa dipenuhi aroma obat dan suara langkah tergesa. Rahayu hampir tak bisa bernapas saat tiba di sana. Nafasnya memburu, dadanya naik turun menahan tangis yang hampir pecah sejak dia turun dari mobil ojek yang membawanya ke rumah sakit.Perawat yang dia temui di depan ruang UGD mengangguk pelan saat nama Arya disebut. “Tunggu di sini dulu ya, Bu. Dokter masih di dalam.”“Bagaimana keadaannya?” tanya Rahayu dengan suara bergetar, air matanya sudah tumpah sejak dari perjalanan.Perawat itu hanya diam. Rahayu tahu, diam adalah jawaban paling mengerikan.Lalu datanglah dokter, seorang pria paruh baya dengan keringat di pelipisnya, seolah dia baru saja berjuang menahan kehidupan seseorang yang tergelincir dari garis takdir.“Ibu Rahayu?”“Iya, Dok. Suami saya... Arya... bagaimana keadaannya?”Dokter itu menatapnya dengan pandangan iba. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Bu. Tapi… luka di bagian kepala terlalu parah. Ada pendarahan hebat di otak. Arya kehilan

  • Anak Lain Dari Suamiku   bab 35

    Rahayu terduduk lemas di sisi tempat tidur, menatap kosong ke arah kartu nama yang tergeletak di lantai. Nama yang tertera di sana seolah menampar wajahnya berkali-kali—Paramita..Bibirnya bergetar saat mengucap nama itu lagi, kali ini dengan jelas, “Paramita...”Orang yang selama ini menjadi bayang-bayang masa lalu suaminya. Perempuan yang dulu hampir meruntuhkan rumah tangga mereka. Yang katanya sudah pergi, sudah menghilang, dan tak lagi mengganggu. Tapi sekarang?Dia menggenggam cek yang ada di samping kartu nama itu. Jumlahnya memang belum tertulis dan masih kosong. Terlalu cepat jika dia berpikir, suaminya memberikan itu pada Paramita. Atas dasar apa?. Matanya menyusuri kolom tanda tangan. Dan di sana—terpampang jelas: Paramita, salah satu orang penting yang jabatannya ada di PT Daya Guna Muda. Perusahaan fashion yang sudah terkenal di mana mana.Tangannya gemetar. Bukan karena nilai ceknya, tapi karena nama itu lagi-lagi muncul dalam hidup mereka. Mengapa harus Paramita? Kenap

  • Anak Lain Dari Suamiku   bab 34

    “Nggak bilang mau lembur sampai malam begini, Mas. Apa kerjaan gak bisa ditunda buat besok?” tanya Rahayu yang sedih melihat suaminya pulang jam 11 malam.“Aku ini sedang merintis usaha baru, Dek. Banyak sekali tantangannya dan kalau aku malas malasan, gimana mau maju? Semua ini untuk anak anak. Kamu juga. Biar kamu dan Ibumu di kampung bisa tetap makan dan memenuhi kebutuhan hidup.”“Tapi kalau begini terus, lama lama bisa sakit nanti.”“Doakan saja supaya panjang umur dan selalu sehat.”Rahayu menatap wajah suaminya yang kelelahan. Matanya merah, pundaknya terlihat berat memikul beban yang tak tampak. Ia ingin marah, ingin memeluk, tapi semuanya tertahan di tenggorokan. Yang keluar hanya desahan pelan yang mengandung kecewa.“Mas Arya,” ucapnya pelan. “Aku bukan melarang kerja. Aku tahu Mas sedang berjuang. Tapi kalau pulang selalu tengah malam, kebersamaan kita bareng pun jadi langka. Kaisar sampai nanya, ‘Ayah kok sekarang selalu pulang malam?’”Arya membuka sepatu dengan gerakan

  • Anak Lain Dari Suamiku   bab 33

    Waktu terus bergulir. Rahayu hanya bisa menatap tumpukan baju Kenzi yang tersisa di rumah jika rindu dengan Kenzi. Arya tak memberinya izin bertemu jika bukan sedang libur sekolah. Alasanya, takut Knezi tak betah dan minta ikut pulang.Sebagai ibu dia merasa kasihan. Dia kepikiran bagaimana jika Kenzi di sana butuh sesuatu atau rindu keluarga. Meski Arya bilang kebutuhan sudah semua dikirimkan, tetap saja Rahayu merasa iba.“Mas, apa nggak sebaiknya semester ini aku ikut menjenguk Kenzi?” tanya Rahayu.“Buat apa? Sudahlah, gak usah aneh aneh. Dia malah jadi gak betah kalau liat kamu. Kamu fokus sama ngurus Ibu dan Kaisar, aku mau kerja.”Sikap Arya kembali dingin. Meski Rahayu berusaha berpikir, mungkin karena sekarang usahanya sedang jaya. Sehingga banyak waktu yang tersisa di luar sana untuk bekerja. Arya membuka beberapa usaha. Dia bahkan mengembangkan usaha Wira yang tadinya digarap bersama dengan istri kedua ibunya–Neneng. Selepas ayahnya meninggal, Neneng pun tak mau ambil pusi

  • Anak Lain Dari Suamiku   Bab 32

    “Mam…”Panggilan Kenzi membuat Rahayu yang menunggu dengan terkantuk itu langsung tersadar. Dia pun membuka mata lebar dan menajamkan suara.“Ya, Ken? Mami di sini. Jangan takut,” ucap Rahayu.“Ken di mana, Mam?”“Di rumah sakit, kamu demam semalam. Ayah membawamu ke sini.”“Ayah?”“Ya, Ayah sayang sama kamu. Dia panik pas kamu panas. Sekarang Ayah sudah pulang, ngantar kakakmu istirahat di rumah. Kita semua cemas.”“Ayah sayang sama Ken, Mam??”“Sayang, semua sayang sama Ken. mami bahkan sangat sayang sama Ken. Jangan begini lagi ya? Mami cemas sekali.”Kenzi tak menyangka Rahayu akan sebaik itu menemaninya sendiri di rumah sakit. Bahkan setelah dia siuman, Rahayu selalu memastikan semua yang dia inginkan dia dapatkan.“Ken pengin pulang aja, Mam.”“Nanti ya, tunggu dokter.”Rahayu mengelus rambut Kenzi yang mulai lembap karena keringat. Anak itu baru saja melewati malam panjang dengan suhu tubuh tinggi dan tubuh menggigil. Wajahnya masih pucat, tapi sorot matanya mulai kembali seper

  • Anak Lain Dari Suamiku   bab 31

    “Makan, Ken. Kamu dari pagi belum makan,” bujuk Rahayu. Kenzi menggeleng, dia sibuk dengan bambu yang sedang dia buat kerangka layang layang. Dia tak menengok atau menggubris sang ibu meski Rahayu bersedia untuk menyuapi.“Dek, aku pergi dulu. Nanti malam mungkin lembur.” Arya berpamitan.“Ya, Mas. Tapi, apa nggak sebaiknya kamu minta maaf sama ken dulu? Dia mogok makan sejak pagi.”“Biarin aja, kalau lapar dia akan cari makan sendiri.”Kenzi mendengarnya, tapi dia memilih diam. Dia bahkan tak menggubris saat ayahnya itu pergi bekerja. “Ken, temani Abang ke fotokopian depan yuk! Sekalian kamu juga, mau fotokopi Surat kelulusan kan?”“Gak,” jawab Kenzi malas. “DIa kenapa, Mam?” tanya Kaisar yang bingung dengan sikap adiknya. “Dia mogok makan, mogok bicara sama semua orang. Mami juga bingung, dia nggak makan dan minum sejak pagi.”Kaisar duduk di samping Kenzi, dia tersenyum dan mengusap pelan pundaknya. “Abang tahu kamu marah sama Ayah, cuma kan … kita gak boleh ngelawan orang tua

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status