Pagi hari menjelang siang di pelosok pedesaan, Jack sedang duduk di teras rumah menikmati secangkir kopi dan rokoknya, ketika petugas pos datang mengirimkan sebuah surat untuknya.
“Selamat pagi, pak.” Sapa petugas pos dengan sopan kepada Jack. “Apakah benar di sini alamat pak Jack?” tanyanya sambil sekilas membaca alamat tujuan yang tertulis pada amplop surat di tangannya.
“Ya benar.” Jawab Jack seraya berdiri menghampiri petugas pos. “Saya Jack.”
“Ada kiriman surat untuk Anda.” Kata petugas pos kemudian sambil menyodorkan sebuah amplop kepada Jack. “Silakan!”
“Baik. Terima kasih pak.” Kata Jack tersenyum saat menerima surat itu dari petugas pos.
Tergurat senyuman tipis dari ekspresi wajah Jack saat menerima dan membaca nama pengirim surat yang tertulis di atas amplop. Itu adalah surat dari Gerry.
“Sama-sama pak. Kalau begitu saya permisi ya pak.” Kata petugas pos hendak berpamitan kepad
Dedi terdiam memandang Dodi seolah meminta saudara kembarnya itu untuk mengingatkannya tentang siapa Jack yang sedang meneleponnya. “Apa kau tidak mengenaliku?” tanya Jack lagi setelah menunggu beberapa saat Dedi yang masih terdiam. “Oh. Maaf.” Kata Dedi yang masih berpikir menebak-nebak tentang Jack. “Sepertinya aku belum bisa mengingatmu. Mungkin kau bisa membantuku untuk itu?” tanya Dedi dengan blak-blakan. Di tempatnya, Jack menggelengkan kepala dan tersenyum sinis yang tidak bisa dilihat oleh si kembar. “Aku teman Gerry.” Jawab Jack kemudian. “Kita pernah bertemu waktu itu, saat Gerry mengunjungiku sebelum dia pergi ke pengasingan. Kau ingat?” “Oh, paman Jack. Ya, tentu aku mengingat Anda, paman.” Kata Dedi sambil mengusap dahi hingga rambutnya karena merasa lega sekaligus malu. Pantas jika Dedi dan Dodi tidak langsung bisa mengenali Jack. Karena meskipun mereka pernah sekali b
Malam hari di sebuah rumah mewah, Jordi Andreas sedang berdiskusi bersama beberapa anak buahnya di ruang kerjanya. Dia sangat serius berbicara kepada para anak buahnya. Pada saat bersamaan seseorang membuka pintu ruang kerjanya yang membuatnya seketika berhenti berbicara. Terlihat seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas rapi berdiri tegap di ambang pintu menatapnya tajam, yang mau tidak mau membuat Jordi terkejut atas kehadiran pria itu. Dengan tergesa-gesa Jordi berdiri dari tempat duduknya kemudian segera berjalan menghampiri pria itu. “Kenapa ayah tiba-tiba datang mengunjungiku?” tanya Jordi kepada pria itu dengan raut wajah panik yang tidak dapat dia sembunyikan. Pria itu adalah Albertus Ghasandi, ayah Jordi. Dia hanya tersenyum sinis menanggapi pertanyaan anaknya, kemudian dengan perlahan berjalan masuk ke dalam ruang kerja Jordi tanpa permisi. Sesaat Jordi melihat ke ar
*** Di tempat lain yang tidak pernah diketahui oleh Albert dan Jordi, saat waktu sudah mendekati tengah malam, seorang pria mengenakan pakaian serba hitam, topi koboi serta berkacamata sedang berjalan perlahan memasuki area sebuah rumah mewah. Dia tampak melangkah dengan hati-hati memperhatikan sekitar untuk memastikan situasi tempat yang sedang dia tuju dalam keadaan aman. Pria itu adalah Jack yang sedang berjalan menuju rumah Jhony. Jack sudah berdiri tepat di hadapan pintu utama rumah Jhony. Sesaat dia mengedarkan pandangannya ke sekitar untuk memastikan kembali bahwa tidak ada orang lain yang melihatnya. Lalu dia segera memasuki rumah itu yang memang pintunya sengaja tidak di kunci oleh si kembar, Dedi dan Dodi. *** Setelah melalui beberapa perdebatan, Jordi sama sekali tidak bisa membantah keinginan Albert untuk bertemu dengan Helen. “Bukankah ini sudah terlalu larut untuk
Jack menemui Dedi dan Dodi sesuai kesepakatan mereka. Sesaat sebelum tengah malam, Jack sudah memasuki rumah Jhony. Sebuah rumah mewah, namun tampak menyeramkan jika dilihat dari luar saat malam hari. Begitu gelap tanpa penerangan lampu, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Disalah satu ruangan di dalam rumah itu, Jack bersama Dedi dan Dodi sedang bertemu. Mereka bertiga tengah duduk dan berbincang di ruangan bekas tempat kerja Jhony. “Hal penting apa yang ingin Anda bicarakan dengan kami, paman?” tanya Dodi tanpa berbasa-basi sesaat setelah mereka saling berbicara tentang kabar masing-masing. Jack tersenyum sebagai tanggapan atas pertanyaan Dodi. “Sebelum kita membicarakan hal itu, aku ingin mengetahui apa yang Gerry perintahkan kepada kalian?” kata Jack balik bertanya. Dodi mengalihkan tatapannya ke arah Dedi, sebagai tanda agar saudara kembarnya itu yang memberikan jawaban ata
Jack dan si kembar yang masih berbincang di dalam rumah Jhony tidak menyadari bahwa sekelompok orang sedang berjalan menghampiri mereka. Tommy menyadari ada sesuatu yang tidak beres di dalam rumah Jhony ketika dia mendapati pintu utama rumah itu dalam keadaan tidak terkunci. Perlahan Tommy membuka pintu rumah. Dia memicingkan kedua matanya menatap tajam ke arah dalam rumah. Tidak ada tanda-tanda aktivitas seorang pun, bahkan tidak ada suara yang terdengar dari dalam rumah. Suasana rumah itu begitu gelap dan hening. Namun itu tidak menyurutkan rasa kecurigaan Tommy. “Sepertinya apa yang kau katakan benar, Rey.” Kata Tommy berbisik-bisik. “Ada seseorang yang memasuki rumah ini.” “Apakah mungkin itu maling atau perampok, bos?” Tanya Rey berbisik kepada Tommy untuk memastikan dugaannya. Tommy menatap tajam ke arah Rey. “Sejak kapan kau menjadi bodoh, Rey?” Tanya Tommy dengan suara pelan namun teras
Jack tidak menjawab pertanyaan dari Tommy. Dia membiarkan Tommy meluapkan segala bentuk emosinya. Dia berpikir dengan cara itu mungkin Tommy akan dapat menenangkan dirinya sendiri. Jadi Jack hanya tetap diam. Namun, apa yang dilakukan Jack adalah sebuah kesalahan. Tommy terlalu sakit hati menerima kenyataan. Dan sakit hati yang dia rasakan tidak dapat terobati semudah yang dipikirkan oleh Jack. Bahkan tidak hanya hatinya, tapi egonya juga terluka. “Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau mencoba mempermainkanku?” Tommy terus berteriak kepada Jack berharap mendapatkan penjelasan untuk memberi makan emosinya. “Kau tahu? Aku semalaman berkendara mengelilingi kota sambil menangis saat mendapatkan kabar kematianmu.” Kata Tommy sambil menunjuk ke arah Jack. “Ternyata aku salah. Kau hanya menganggapku seperti orang bodoh.” Tommy semakin brutal. Setelah selesai mengucapkan kalimatnya, dia memukul Jack dengan sekuat tenaga tepat
Setelah Tommy dan anak buahnya pergi, terlihat jelas sekali Jack menampilkan ekspresi wajah yang tidak senang. Dia merasa tidak puas atas perlakuan Tommy kepadanya. Begitu juga dengan Dedi dan Dodi. Namun, mereka tidak memikirkan tentang terbongkarnya persembunyiannya dari Tommy, melainkan mereka lebih memikirkan semua ucapan Tommy sebelum dia pergi. Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya duduk dalam keheningan di dalam ruangan itu. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, paman?” tanya Dedi yang memecah keheningan meminta pendapat dari Jack. Pertanyaan dari Dedi seketika menyadarkan Jack dari lamunannya. “Aku juga sedang memikirkannya.” Jawab Jack yang masih terlihat kebingungan. “Aku masih memikirkan perkataan Tommy. Entah kenapa aku merasa dia orang yang bersih.” Kata Dedi menyampaikan asumsinya. “Ya. Aku juga.” Dodi menimpali untuk mene
Jam di pergelangan tangan Dedi menunjukkan pukul dua lewat empat puluh lima menit dini hari, ketika dia dan Dodi selesai mengemasi barang-barang bawaannya. Dedi dan Dodi sudah menggendong ransel masing-masing dan bersiap untuk pergi dari rumah Jhony. “Kami sudah siap berangkat, paman.” Kata Dedi hendak berpamitan kepada Jack. “Apakah Anda yakin akan tetap di sini?” Tanyanya untuk memastikan kembali keputusan Jack. “Pergilah! Jaga diri kalian baik-baik. Dan kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.” Jawab Jack meyakinkan si kembar. “Baiklah, paman. Anda juga harus menjaga diri.” Kata Dodi tersenyum kepada Jack. “Jika terjadi sesuatu, Anda bisa menghubungi nomor saya, paman.” Kata Dedi mengingatkan Jack. “Kami akan segera membicarakannya dengan Gerry sesampainya di sana.” Jack tersenyum kepada si kembar. “Berhati-hatilah!” katanya dengan singkat sesaat sebelum akhirnya Dedi dan Dodi pergi menin