Hari Minggu terakhir bulan September 2015, Helena Natasha Kurniawan, putri kedua Freddy Kurniawan, menikah dengan pemuda bernama Raka Putra Mahendra.
Ayahnya telah mengundang ratusan orang ke pesta pernikahan di sebuah Vila mewah milik keluarga yang berada di puncak bukit tidak jauh dari pantai selatan pulau jawa.
Saat para tamu berdatangan, Freddy menyambut mereka semua, baik kaya maupun miskin, dengan pelakuan yang setara.
Banyak tamu yang datang punya alasan tersendiri untuk berterima kasih kepada Freddy atas keberuntungan mereka dalam hidup dan bisnis. Mereka memanggilnya ‘Ketua’.
Berdiri di sampingnya mendampingi Freddy saat menyambut para tamu adalah wanita cantik berumur hampir lima puluh tahun yang bernama Luciana Natasha sang istri tercinta, dan Jhonatan Airlangga Kurniawan putra yang tertua, yang biasa dipanggil Jhony. Putranya tersebut adalah seorang pria tinggi, kuat, tampan dengan rambut hitam tebal berpotongan rapi dan selalu klimis. Dia tampak merasa tidak nyaman dengan kemeja putih dan jas hitamnya.
Putra bungsunya, Gerry Yudistira Kurniawan, sedang duduk di bangku yang berada disudut taman depan vila bersama pacarnya, bernama Jenny Yolanda. Gerry memiliki sifat lembut dan polos dalam dirinya, dengan mata gelapnya yang lembut dan wajahnya yang tampan, tetapi terlihat dari tubuh tingginya yang berisi menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang lemah. Dia merasa tidak nyaman ketika beberapa tamu undangan meliriknya dengan penasaran, sudah dua tahun dia tidak kembali ke keluarganya, tetapi dia diam-diam juga senang bahwa Jenny menikmati dirinya sendiri. Ini adalah pertama kalinya Gerry mengajak Jenny ke lingkungan keluarganya.
“Siapa pria kurus tinggi di sana itu? Dia terlihat sangat sopan dan hormat sekali saat berbicara dengan ayahmu.” Jenny bertanya mencoba beradaptasi dengan mengenali lingkungan keluarga pacarnya.
"Itu paman Beni," kata Gerry. "Dia teman lama ayahku."
"Dan bagaimana dengan dia?" Jenny beralih memandang seorang pria laruh baya bertubuh besar dengan wajah jelek penuh bekas jerawat yang sedang duduk sendirian di salah satu meja tamu seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Dia sangat menakutkan."
"Oh, itu paman Jack," jawab Gerry tersenyum pada Jenny. "Dia sedang menunggu untuk berbicara dengan ayahku secara pribadi."
"Ya, tapi siapa dia? Maksudnya apa hubungannya dengan keluargamu?"
"Dia kadang-kadang membantu ayahku. Orangnya memang sangat misterius, bahkan aku tidak tau nama lengkapnya" jawab Gerry pelan, melihat Jenny.
Tiba-tiba, pria besar itu berdiri sesaat menatap ke arah tempat duduk Jenny dengan tajam dan Jenny cepat-cepat membuang muka, takut dia akan datang menghampirinya.
Tapi ternyata pria lain yang datang menghampiri ke tempat mereka sebagai gantinya. Dia memiliki rambut pirang tipis dan mata coklat. Gerry berdiri kemudian kedua pria itu saling berpelukan dengan hangat.
“Selamat datang saudaraku, Tommy Sanjaya, sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu. Kau tampak telah menambah berat badanmu. Kenalkan ini Jenny” kata Gerry akhirnya.
Tommy menjabat tangan Jenny sesaat, lalu berbisik kepada Gerry, “Ayah angkatku ingin tahu kenapa kamu sudah lama tidak menemuinya."
Gerry duduk tanpa bicara, dan Tommy berjalan masuk ke dalam vila bersama dengan Jack setelah menghampirinya.
“Siapa dia Ger, kenapa kamu memanggilnya saudara?” Jenny bertanya pada Gerry setelah Tommy pergi.
“Ketika kakakku Jhony masih kecil,” Gerry menjelaskan, “dia menemukan Tommy di jalan depan rumah kami, Tommy tidak memiliki orang tua, juga tempat tinggal dan kondisinya sangat menyedihkan saat itu, jadi ayahku menerimanya dan dia tinggal bersama kami beberapa tahun."
“Lalu kenapa dia terlihat sangat akrab dengan pria bernama Jack itu?” Jenny bertanya penuh penasaran.
“Saat itu keluargaku sedang mengalami kekacauan, ayah mengirim aku, Jhony dan Helen ke rumah Nenek untuk waktu yang cukup lama.” Gerry menjelaskan mengingat-ingat masa lalunya. “Sedangkan Tommy dibawa paman Jack, dan sejak saat itu paman mengasuhnya dan mengangkatnya menjadi anak."
“Sepertinya kejadian itu sangat buruk. Kekacauan seperti apa yang kamu maksud?” Jenny terus bertanya dengan penasaran.
“Sayang sekali aku juga tidak tau, karena saat itu aku masih berumur lima tahun, jadi aku belum bisa memahaminya.”
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan bahagia yang nyaring dari sisi lain taman. Musik dan nyanyian pun berhenti. Beberapa orang yang kebanyakan gadis-gadis muda berlari menuju gerbang sambil berteriak: “Alex! Alex!”
Bersamaan dengan itu seorang pria muda bertubuh tinggi, putih dan tampan berjalan memasuki vila bersama tiga pria kekar yang sepertinya adalah pengawalnya mengikuti di belakang.
Jenny menoleh ke pria itu dengan penuh semangat. “Bukankah itu Alexander Baskara si penyanyi yang sedang terkenal itu? Kau tidak pernah memberitahuku bahwa keluargamu mengenal Alexander," katanya.
“Tentu saja itu dia. Apakah kamu ingin bertemu dengannya?” Gerry tersenyum. "Ayahku yang membantunya menjadi terkenal."
“Ayahmu yang melakukannya? Bagaimana bisa?"
"Ayo kita nikmati dulu makanannya, kalau kau ingin bertemu dengannya aku bisa membantumu nanti," Gerry mencoba mengubah topik pembicaraan.
"Tolong Gerry! Jawab dulu pertanyaanku." kata Jenny tidak sabar, mengulurkan tangannya meremas lengan Gerry. “Katakan padaku.”
“Baiklah, Alex adalah anak salah satu teman dekat ayahku. Ketika Alex mulai populer, dia punya masalah dengan bosnya, seorang pemimpin bandnya. Alex yang ingin meninggalkan band saat itu, tetapi pria itu tidak mengizinkannya pergi. Jadi kemudian Alex meminta bantuan ayahku.” Gerry mulai menjelaskan. “Ayahku pergi menemui pemimpin band dan menawarinya uang seratus juta untuk melepaskan Alex. Pria itu mengatakan tidak. Lalu, keesokan harinya ayahku pergi menemuinya lagi bersama paman Jack. Satu jam kemudian, pemimpin itu melepaskan Alex. Hanya dengan uang sepuluh juta.”
Jenny terlihat bingung. “Bagaimana ayahmu melakukannya? Itu sungguh tidak masuk akal bagiku.”
"Ayahku memberinya tawaran yang tidak bisa dia tolak. Jack menodongkan pistol ke kepalanya dan ayahku memberitahunya bahwa jika dia tidak setuju untuk melepaskan Alex, Jack akan meledakkan otaknya.”
Awalnya Jenny tidak mengatakan apa-apa. Dia pikir Gerry sedang bercanda. Tapi Gerry sama sekali tidak tersenyum. "Apa kau serius, Ger?"
"Itu kisah nyata, Jen," katanya pelan. Kemudian dia melihat Jenny mulai terlihat khawatir, sedikit ketakutan, jadi dia menambahkan dengan cepat, “itu keluargaku, Jen, bukan aku.”
Alexander Baskara adalah anak tunggal dari Johan Baskara seorang pengusaha kaya raya dan salah satu pemimpin keluarga yang memiliki pengaruh kuat di kotanya. Tetapi Johan sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu.Johan bersahabat dengan Freddy kurniawan sejak berusia muda, dan atas bantuannya pula Johan menjadi orang yang sangat berpengaruh dan disegani.Meskipun Alexander adalah pewaris tahta Johan satu-satunya, tetapi dia lebih tertarik menjadi artis terkenal daripada memimpin perusahaan peninggalan ayahnya. Jadi oleh sebab itu Freddy diberikan kepercayaan untuk mengelola perusahaannya sekaligus menjadi ayah angkat bagi Alexander.“Aku tidak tahu harus berbuat apa, Ayah angkat.” Alex duduk di sudut meja di kantor gelap Freddy dan menggelengkan kepalanya tanpa daya.Freddy Kurniawan sedang duduk di kursi kulitnya, mendengarkan dengan seksama keluhan anak angkatnya. Bagaimanapun, dia telah melakukan perjalanan r
Jack yakin bahwa, ketika Herman menyadari untuk siapa dia bekerja, dia akan menelepon. Dan dia benar. Sore itu, sebuah mobil menunggu dia keluar dari hotel dan mengantarnya ke luar kota ke rumah Herman Samudra yang berada di pedesaan.Rumah Herman tampak seperti sesuatu dari film. Itu adalah rumah mewah besar berdinding putih dengan pilar-pilar terbalut marmer yang dikelilingi oleh taman-taman indah, danau, dan ladang-ladang penuh kuda. Herman menyambut Jack seperti seorang teman lama, memberinya minuman dan mengajaknya berkeliling."Kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal bahwa kamu bekerja untuk Freddy Kurniawan, Jack?" Dia bertanya."Aku sungguh tidak suka menggunakan namanya kecuali benar-benar diperlukan."Herman memegang lengan Jack. “Ikut denganku, Jack,” katanya. “Saya ingin menunjukkan sesuatu yang sangat indah kepadamu.”Herman membawa Jack ke sebuah gedung putih beberapa ratu
Doni Hermawan adalah seorang yang sangat ahli dalam membunuh orang dengan pisau. Dia adalah pria bertubuh kekar dengan mata gelap dan tatapannya menggambarkan seorang yang kejam, tetapi hari ini dia berusaha bersikap sopan dan ramah. Ada permintaan penting yang ingin dia ajukan, itulah sebabnya dia meminta pertemuan dengan Freddy Kurniawan ini.“Ketua Freddy," dia tersenyum hangat. “Saya ingin meminta bantuan Anda. Saya membutuhkan uang untuk membantu saya memulai bisnis baru di bidang narkoba,” katanya. “Jika Anda mau memberikan saya uang satu milyar, saya bisa menjanjikan antara tiga dan empat milyar di tahun pertama sebagai bagian Anda. Setelah itu, saya pastikan Anda akan mendapatkan lebih banyak lagi.”Freddy tidak mengatakan apa-apa pada awalnya. Dia sepertinya sedang berpikir. Dia melihat ke sekeliling ruangan, pada Jhony dan Tommy, dan pada Jack dan Beni, dua teman tertuanya. Mereka semua mengawasinya dengan tenan
Selama beberapa minggu berikutnya, Jack secara teratur pergi ke tempat hiburan malam yang dikendalikan oleh keluarga Dicky. Dia membuat kontak dengan Rendy Surya Negara, putra bungsu dan manajer club malam itu. Dia memberi tahu Rendy bahwa dia tidak puas dengan keluarga Freddy.Selama sebulan penuh, tidak ada hal penting yang terjadi. Kemudian suatu malam, beberapa hari sebelum Natal, Rendy memberi tahu Jack bahwa dia memiliki seorang teman yang ingin bertemu secara pribadi dengannya. “Siapa dia?” Jack ingin tahu.“Hanya seorang teman lama,” kata Rendy. "Dia ingin menawarkan sesuatu padamu. Bisakah kamu menemuinya di sini, setelah klub tutup? Pukul empat besok pagi?”Jack kembali ke kamarnya dan bersiap-siap. Dia berpikir sejenak untuk menelepon Freddy untuk memberitahunya tentang pertemuan itu, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya. Freddy tidak pernah berbicara urusan serius melalui
Sore itu juga, tanpa mengetahui bahwa Doni telah membunuh Jack dan menculik Tommy, Freddy menyelesaikan pekerjaannya di kantor perusahaannya. Dia mengenakan jasnya dan berkata kepada Yuna, sekertarisnya yang terlihat sedang sibuk menatap komputernya: “Beri tahu Heri untuk menyiapkan mobil, saya ingin pulang ke rumah.”“Saya yang akan menyiapkan mobil Anda, tuan," jawab Yuna. “Heri tidak bekerja, dia sakit hari ini.”Freddy tampak kesal mendengarnya. “Itu yang ketiga kalinya di bulan ini. Katakan padanya untuk menemuiku saat dia masuk. Mungkin lebih baik kamu segera mencari orang lain sebagai penggantinya untuk pekerjaan itu."Yuna segera berdiri. “Baik tuan, nanti saya akan mengurusnya.” Katanya kemudian bergegas meninggalkan ruangan.Freddy menunggu di dalam pintu sampai dia melihat Yuna memarkir mobil di luar. Gerimis mulai turun dan hari mulai gelap. Dia melangkah keluar dan
Begitu Jhony meletakkan telepon, ada sesorang yang mengetuk pintu rumahnya."Mereka bilang dia sudah mati, Jhon," kata Beni saat dia masuk. Jhoni menarik kerah bajunya dengan kasar dan mendorongnya ke dinding."Tenanglah Jhon," seru Beni.Jhoni menarik napas dalam-dalam dan melepaskan tangannya. “Maaf,” katanya.Dan kemudian bertanya: “Bagaimana dengan Heri Saputra?”“Heri tidak ada di sana. Dia sakit.”“Maksud kamu apa? Sudah berapa kali dia sakit?”“Aku tidak tahu, Jhon," kata Beni, setengah takut, setengah bingung. "Tiga, mungkin empat kali dalam bulan ini."“Dengarkan! Aku tidak peduli seberapa sakit dia. Aku ingin kau membawanya ke rumah ayahku sekarang. Sebagai kepala pengawal pribadi ayah seharusnya dia bertanggung jawab dengan semua ini. Apakah kamu mengerti?”Setelah Beni pergi, Jhony menatap C
Saat sedang membicarakan yang akan mereka rencanakan selanjutnya, mereka mendengar suara keras dari luar pintu, dan suara orang tertawa. Jhony, Gerry dan Beni bergegas keluar ruangan dan melihat Tommy berdiri di pintu depan, memeluk Angela, istrinya dan tersenyum.Jhony, Tommy dan Beni duduk di kantor Freddy. Mereka berencana membunuh Doni, bertanya-tanya di mana Jack, memikirkan apa yang harus dilakukan jika Freddy benar-benar meninggal.Gerry duduk di sofa, mendengarkan percakapan mereka, tetapi tidak diizinkan untuk berbicara. Ada ketukan di pintu, dan mereka mengetahui itu adalah Heri setelah membuka pintu. Dia menutup hidung dan mulutnya menggunakan masker, dan tampak sangat sakit."Ada seorang pria di gerbang menunggumu," kata Heri sambil memandang Jhony. "Dia bilang punya sesuatu untukmu."Jhony memerintahkan Beni untuk melihat siapa dan apa itu. Lalu dia tersenyum pada Heri.“Apakah kamu baik-baik saja, Heri?&r
Tidak ada seorang pun di luar kamar ayahnya. Gerry membuka pintu dengan panik dan berjalan masuk. Dia menghela nafas lega melihat ayahnya sedang berbaring di tempat tidur, infus tergantung di sebelahnya. Saat Gerry berdiri di samping tempat tidur dan menatap ayahnya yang masih tertutup kedua matanya, dia mendengar suara seseorang membuka pintu di belakangnya .Dia berbalik dengan cepat. Itu hanya seorang perawat yang sedang berdiri menatapnya di ambang pintu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” dia berbisik dengan nada marah.“Saya Gerry Kurniawan, ini ayahku. Kenapa tidak ada orang di sini. Apa yang terjadi dengan keluargaku dan para penjaga?”“Ayahmu memiliki terlalu banyak pengunjung hari ini. Polisi datang dan menyuruh mereka semua pergi lima belas menit yang lalu.”Gerry berpikir cepat. Dia mengangkat telepon di samping tempat tidur dan menelepon Jhony. Dia menyuruhnya mengir