Vesa Araya hampir tidak memiliki teman di kampus itu. Hal itu karena memang sebagian besar teman-teman sekelasnya adalah orang-orang yang cukup terpandang dan setidaknya memiliki kelas sosial yang lebih tinggi daripada dirinya.
Teman Vesa berasal dari fakultas lain dan tentu saja tidak diundang ke acara pesta ulang tahun Derrick itu.
Vesa sudah terbiasa diabaikan oleh teman-temannya jadi dia pun hanya berjalan sendirian dan mengambil segelas minuman yang dia duga minuman rasa leci.Tentu saja sang pemilik acara tidak menyuguhi alkohol karena di pesta tersebut, tidak hanya dihadiri oleh teman-teman dari kampusnya tapi juga beberapa anak kecil yang kemungkinan besar adalah sanak saudara keluarga White.
Vesa menyesap minuman rasa leci itu dan tertegun ketika lidahnya sangat menyukai minuman itu. Dia langsung saja meminumnya sampai tandas hingga dia mendengar seseorang menyeletuk, "Kau tidak pernah meminum minuman semewah ini ya?"
Itu suara Alea, gadis yang ternyata sepertinya masih belum ingin melepaskan dirinya. Pandangan gadis itu terlihat merendahkan dirinya tapi Vesa tidak berbuat apa-apa dan malah tetap terdiam.
Alea yang tidak suka diabaikan itu pun langsung kembali berujar saat dia melihat kado yang dibawa oleh Vesa, "Hei, kau bawa kado untuk Derrick."
Vesa sebenarnya tidak ingin menanggapi perkataan Alea tapi tidak mungkin dia setega itu jadi dia menjawab, "Tentu saja. Aku pergi ke pesta ulang tahun, tidak mungkin aku datang tanpa sebuah kado, bukan?"
Alea mencibir, "Oh, baiklah. Kenapa kau tidak berikan langsung pada Derrick sekarang?"
Vesa terdiam. Melihat tatapan menghina yang ditunjukkan oleh Alea, sepertinya gadis itu memang sengaja ingin membuat dirinya kesal.
"Derrick, Derrick." Alea Green memanggil temannya itu dan pria yang sedang berbicara dengan teman-temannya itu langsung menoleh ke arah gadis itu dan kemudian datang menghampirinya.
"Kenapa?" tanya Derrick sambil menatap bingung Alea.
"Derrick, kapan kau akan membuka kado-kado dari kami? Teman kita yang baik ini juga membawa kado untuk kamu." Alea berbicara dengan suara yang agak keras karena sepertinya dia memang sengaja ingin teman-temannya itu mendengar dirinya sedang berbicara dengan Vesa dan Derrick.
"Vesa, kau tidak mau menyerahkan kado yang kau bawa itu untuk Derrick?" Alea beralih menatap Vesa.
Vesa menghela napasnya dan kemudian dia menyerahkan kadonya pada Derrick yang terlihat bingung tapi tetap menerimanya.
Vesa berkata, "Selamat ulang tahun. Maaf jika kau tidak menyukai kadonya."
Derrick sebenarnya tidak mengharapkan apapun dari teman sekelasnya itu karena dia tahu Vesa memang miskin. Dia tahu betul tak mungkin Vesa akan memberikan kado yang sesuai dengan keinginannya.
"Terima kasih," balas Derrick canggung.
"Derrick, kau akan membuka kado-kado dari kami sekarang kan? Aku ingin tahu apa yang diberikan oleh Vesa untukmu," Alea berujar dan tak lupa dia menyeringai ke arah Vesa yang masih saja menampilkan wajah tenangnya.
"Ah, betul. Katanya kau akan membuka kado langsung," imbuh Sebastian, sahabat Derrick.
Orangtua Derrick yang juga ada di sana kemudian mendekati sang putra, "Kalau kau ingin membukanya sekarang, tidak apa-apa."
Derrick yang mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya itu kemudian naik ke atas panggung dan membuka satu persatu kado dari teman-temannya.
Derrick tersenyum saat membuka kado pertama yang berasal dari Sebastian, sahabat baik Derrick.
"Terima kasih, Sebastian. Ini jaket yang luar biasa," ujar Derrick.
Semua orang bertepuk tangan.
"Wah, itu kan jaket keluaran terbaru dari MnM. Harganya sekitar lima ratus poundsterling," ujar salah seorang teman sekelas Derrick.
"MnM" adalah suatu brand fashion yang amat terkenal dan hanya memiliki satu store saja di Inggris. Mereka semua tahu, barang yang dibuat oleh MnM selalu dibuat dengan jumlah terbatas dan berkualitas bagus. Sehingga tak heran jika banyak orang yang merasa bangga ketika bisa mendapatkannya.
Sebastian tersenyum pongah karena bisa memberikan kado semahal itu untuk sahabatnya.
Orangtua Derrick bahkan tersenyum senang pada Sebastian, merasa beruntung karena Derrick memiliki teman yang begitu baik hingga memberikan putranya barang yang mahal.
"Baiklah, selanjutnya akan aku buka kado dari Alea," ucap Derrick dengan bersemangat.
Dia langsung mengenali kado yang terbungkus dengan kertas berwarna cokelat tua. Ada logo "G" besar di tengahnya. Itu adalah lambang dari keluarga Green. Keluarga itu sering sekali menggunakan logo tersebut di berbagai kesempatan dan semua barang milik keluarga itu selalu terdapat huruf G.
Derrick merobek kertas kado itu dan seketika langsung tersenyum ketika melihat sebuah tas selempang kecil dengan merk "CherNos", sebuah brand yang cukup terkenal di Inggris.
"Wah, Alea. Terima kasih banyak. Ini sungguh menakjubkan," ujar Derrick penuh senyum.
Alea ikut tersenyum pada temannya itu.
Selanjutnya, Derrick melanjutkan acara buka kadonya dan Vesa yang masih menikmati minuman rasa leci di gelas ketiganya itu semakin keheranan.
Semua teman-temannya seakan berlomba-lomba untuk memberi kado termahal untuk Derrick.
Dia mulai cemas jika kado pemberiannya akan ditolak mentah-mentah oleh Derrick.
"Dan ini yang terakhir, kado dari Vesa." Derrick tidak tersenyum dan tidak penasaran. Dia bahkan sedikit malas membukanya. Tapi untuk menjaga nama baiknya, dia berusaha bersikap menghargai Vesa.
"Well, kita lihat kado apa yang diberikan Vesa pada Derrick," ujar Alea yang lagi-lagi dengan sengaja memancing semua orang untuk memusatkan perhatian mereka pada Derrick sekaligus melirik ke arah Vesa.
Derrick yang sudah merobek kertas kado itu terkejut saat membuka kotak kecil di baliknya. Dia mengeluarkan benda itu dari kotak tersebut. Derrick tertegun. Untuk beberapa saat dia tak bisa berkata-kata tapi dengan terbata-bata dia berujar, "I-ni kan..."
Alea menyeringai sambil melirik ke arah Vesa yang masih tetap tenang seperti biasanya.
Ayah Derrick yang melihat putranya terdiam itu pun mendekatinya, "Ada apa?"
Derrick memegang dan meneliti benda yang ternyata sebuah arloji itu. "I-ni...."
Derrick menoleh dan menatap Vesa, "Dari mana kau dapatkan ini, Vesa?"
Semua orang sontak menoleh ke arah pemuda itu. Senyum kemenangan terbit di sudut bibir Alea Green, dia memang sengaja ingin mempermalukan Vesa Araya karena sudah berbicara kasar terhadapnya tadi.
Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.
Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene
"Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali
Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick
Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper
Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany