Share

bab 2

Author: Azzhura_Nia
last update Last Updated: 2025-10-18 10:15:31

Pria yang ada disamping Vania pun terbangun karena mendengar jeritan Vania.

"Ini masih pagi, kenapa kau berisik sekali," ujar pria tersebut kesal karena waktu tidurnya terganggu, namun ia tak menemukan wanita disampingnya yang menemaninya semalam.

Di sisi lain, pertanyaan demi pertanyaan terus berkecamuk di pikiran Vania.

'Kenapa jadi seperti ini? Siapa pria itu? Dan... apa yang sebenarnya terjadi semalam?'

Vania tak menemukan satupun jawaban dari begitu banyak pertanyaan. Ia hanya bisa menghela nafas panjang karena semuanya terjadi begitu cepat.

Sementara itu, si pria misterius terkejut karena ada noda d*rah di sprei.

Ponsel milik pria itu berdering,

"Halo nek," ujar pria itu.

"Baiklah aku akan pulang sekarang juga," ucapnya lagi.

Ia pun segera memakai kemeja dan juga jasnya. Ia lalu keluar dari kamar tersebut. Ternyata sang asisten sudah menunggunya diluar.

"Selamat pagi tuan," ucap sang asisten.

"Hm. Oh ya, selidiki siapa wanita yang ada didalam." Ujar si pria misterius.

"Baik tuan," ucap sang asisten.

Mereka pun kemudian pulang ke rumah untuk menemui nenek si pria misterius.

***

"Apa dia sudah pergi?" tanya Vania pada diri sendiri.

Sedari tadi ia menguping di pintu kamar mandi. Ia pun mencoba mengintip dan ia melihat kalau kamar itu sudah kosong. Ia mencoba mengendap-endap keluar dari kamar mandi.

"Astaga," ucap Vania. Ia tak bisa membayangkan apa yang telah terjadi pada dirinya malam tadi.

Ia lalu memungut bajunya satu persatu yang berserakan di lantai sembari mengatur nafasnya yang masih belum stabil.

Vania pun kembali menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai, ia kembali ke rumahnya dan bersiap untuk pergi ke kantor.

Vania pun mengendarai mobilnya menuju rumah. Setelah beberapa saat mengemudi, ia pun sampai di rumahnya dan ternyata ia sudah disambut oleh ibu tirinya dan juga adik tirinya didepan pintu rumah.

Plakk,!!

Vania pun langsung di sambut dengan tamparan keras oleh ibu tirinya.

"Dari mana saja kau gadis jalang?, masih berani kau pulang ke rumah, hah?" Tanya si ibu tiri, bu Lina, sembari berkacak pinggang. Wajahnya pun terlihat tak bersahabat sama sekali.

"Dari mana aku tidak ada urusannya denganmu!" Jawab Vania lantang.

Ia memang dari dulu tidak suka dengan ibu tirinya. Baginya, lebih baik tak punya ibu karena percuma saja, bu Lina hanya menyayangi anak kandungnya. Dari kecil Vania hanya dijadikan pembantu. Setelah besar pun Vania hanya dijadikan alat mencari uang untuk ibu tiri dan adik tirinya itu.

Saat Vania umur 5 tahun, ayah dan ibunya mengalami kecelakaan. Sang ibu meninggal dunia di tempat, sedangkan dirinya dan sang ayah selamat dari kecelakaan tersebut dan mereka hanya mengalami luka-luka.

"Sudah berani ya kau dengan ibumu!" Teriak bu Lina. Ia kembali mengangkat tangannya dan hendak menampar Vania lagi.

Vania segera menangkap tangan bu Lina. Dihempaskannya tangan bu Lina itu dengan kasar hingga Bu Lina meringis kesakitan.

"Cih, ibu kau bilang? lalu apakah kau menganggapku sebagai anakmu?" tanya Vania telak.

"Ten-tentu saja," ujar bu Lina terbata.

"Tentu saja tidak. Karena kau hanya mempunyai 1 anak, yaitu dia." Ujar Vania sembari menunjuk ke arah Elisa.

Vania melangkah mendekati Elisa, lalu ia membalas tamparan ibu tirinya ke wajah Elisa dengan keras.

Plakk,!!

"Aww," Elisa sampai meringis kesakitan. Terlihat ada noda darah yang keluar dari sudut mulut Elisa.

"Vania, apa-apaan kamu?" bu Lina begitu terkejut dengan aksi Vania yang spontan itu.

"Itu akibatnya jika mengusik diriku. Jika kalian masih mencoba mempersulitku, aku akan melakukan yang lebih dari ini," ujar Vania.

Sudah saatnya ia bertindak. Ia tak mau terus menerus ditindas oleh kedua benalu ini. Toh semua yang mereka miliki, seperti rumah dan juga perusahaan adalah milik ibunya, warisan dari kakek Vania.

"Dan kau Elisa, urusan kita belum selesai." Ucap Vania sembari menunjuk ke arah Elisa. Vania pun masuk kedalam rumah. Ia sengaja menyenggol lengan Elisa hingga Elisa hampir terjatuh karena terhuyung.

"Tunggu Vania," ujar bu Lina.

Vania pun menghentikan langkah kakinya. Ia pun berbalik sambil tangannya bersedekap.

"Apa lagi," Vania sudah nampak jengah dengan ibu tirinya.

Bu Lina melemparkan map berwarna biru. Kertas didalam map itu pun berhamburan menyentuh lantai.

"Bacalah," titah bu Lina pongah.

Vania pun dengan malas memunguti kertas-kertas tersebut. Ia membaca satu persatu kertas yang ada di genggamannya dan ia sangat terkejut dengan apa yang tertulis didalamnya.

"Apa-apaan ini?" tanya Vania kesal.

"Apa kau buta? bacalah dengan seksama!!" ucap bu Lina lagi. Ia pun tersenyum licik.

"Kalian tak bisa seenaknya seperti ini. Ini adalah warisan ibuku dan kalian tak berhak memilikinya!" Teriak Vania.

"Tak bisa kami miliki? itu tandatangan asli milik ibumu dan juga ayahmu. Bagaimana bisa itu dibilang palsu? Ha ha," bu Lina tertawa lebar. Ia sangat senang karena semua aset milik ibunya Vania berpindah ke tangannya.

Vania pun merobek kertas tersebut hingga menjadi bagian terkecil dan melemparkan kertas-kertas itu ke lantai. Ia tak bisa terima dengan semua yang terjadi.

"Robek saja kertas itu. Aku masih menyimpan yang asli. Ha ha ha," gelak Bu Lina.

Vania kemudian masuk ke dalam rumah dan masuk kedalam kamarnya tanpa memperdulikan ucapan Bu Lina.

Brrakk,,!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Rahasia Sang CEO   Bab 20

    Kata-kata Xander menggema di ruang itu, membawa gelombang ketegangan yang mencekam. Reno terpaku, hatinya berdebar. Jika bosnya sudah menyebut Vania ‘wanitanya’, maka nasib Elisa tak akan mudah. Sebuah pertaruhan berbahaya baru saja dimulai."Suruh beberapa anak buahmu segera kembali mencari Vania! Aku harus tahu apa yang sedang terjadi padanya, tanpa tunda!" perintah Xander menggelegar, suaranya bergetar oleh kecemasan yang terpendam di balik tatapan dingin penuh ambisi."Siap, Tuan," jawab Reno dengan langkah mantap, menghilang dalam bayang-bayang malam.Keesokan harinya, Reno kembali bukan hanya membawa kalung pesanan Xander, tapi juga mengemban misi rahasia yang jauh lebih berat. Dia harus merangkai kata dan janji manis yang bisa menghipnotis Elisa, memutar tali kekuasaan lewat tawaran kerja sama dan saham yang menggiurkan."Ingat," bisik Xander sambil memutar-mutar pulpen di tangannya, "bujuk dia dengan trik halus. Adik Vania itu haus akan ua

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 19

    "Maaf jika kedatangan saya mengejutkan anda nona," ucap pak Nagato tak enak hati. Vania pun menggeleng dan tersenyum."Desain yang anda berikan dua Minggu yang lalu, ternyata meledak dan laku keras di pasaran nona. Banyak kaum hawa yang menyukai desain dari perhiasan ini. Rata-rata mereka bilang kalau desain anda sangat modis dan tak ketinggalan jaman, jadi mereka berbondong-bondong untuk membelinya. Pengrajin kami juga kewalahan mengatasi hal ini." Pak Nagato tersenyum sumringah."Syukurlah kalau begitu. Berarti kerja sama kita masih berlanjut kan pak?" Tanya Vania memastikan."Tentu nona, tentu. Saya yang seharusnya berterima kasih pada anda. Anda bagai malaikat tak bersayap yang dikirim oleh Tuhan untuk menyelamatkan rumah usaha saya." Kembali pak Nagato tersenyum.Vania pun tersenyum dan mengangguk pelan. Ia sangat lega jika karyanya bisa diterima di masyarakat Jepang."Sesuai dengan janji saya, saya akan memberikan bonus pada nona Va

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 18

    "Pak, Anda sudah tahu alasan saya di sini, ayah saya sedang sakit dan di rawat disini." Vania menatap tajam, suaranya berat penuh harap."Kalau memang Bapak setuju, saya siap bekerja sama dengan anda, tapi saya tak bisa meninggalkan ayah saya dan ikut ke rumah usaha Bapak." Lanjut Vania.Dahi Pak Nagato mengerut, pandangannya penuh tanda tanya."Maksudmu...?"Vania menghela napas dalam, mencoba menjelaskan dengan hati-hati."Saya akan bekerja di sini, sambil menjaga ayah saya. Di negara ini, kami hanya berdua, jadi saya tak mungkin meninggalkam ayah saya sendirian disini." Jawab Vania.Setelah sejenak terdiam, Pak Nagato mengangguk pelan, menandakan ia mulai mengerti. Namun, dari balik ketegaran wajahnya, tersirat kerumitan yang menghantui pikirannya. Keputusan ini bukan tanpa konsekuensi. Ia tahu, harus bolak-balik ke rumah usaha untuk memberikan sketsa dan gambar yang dikirim Vania ke para pengrajin, semua demi menjaga pekerjaan tetap berjalan."Baiklah. Apakah ada hal lain yang ing

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 17

    "Bukan. Lihat ini, ada goresan kecil bertuliskan 'VL'. Ini bukan karya adik Vania, tapi karya asli Vania yang mungkin belum pernah dipublikasikan. Aku juga melihat beberapa hasil karya Vania yang diunggah di sosial media miliknya, dan itu pasti ada goresan kecil bertuliskan VL ini," ucap Xander dengan suara dingin, menusuk sampai ke tulang.Reno membara, dadanya sesak oleh amarah yang membuncah, tangannya mengepal sampai urat-uratnya menonjol."Gila! Berani sekali dia mencuri karya nona Vania dan mengaku sebagai miliknya! Perintahkan aku, tuan, agar aku bisa balas dendam atas penghinaan ini!" Ucap Reno geram.Senyum licik meluncur di bibir Xander, sebuah rahasia gelap terpatri di matanya yang tajam. Reno menatap bosnya dengan bingung, tak mengerti kenapa ekspresi itu muncul di saat kemarahan membara."Diamlah, aku tahu cara membuatnya berhenti mencuri karya Vania. Cara yang tak pernah dia duga sebelumnya," gumam Xander, penuh keyakinan yang membua

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 16

    Ia mundur dengan hati yang berdebar, melepas perjuangan itu pada dokter dan suster-suster yang sigap. Suster pertama membuka kancing baju Pak Widodo dengan hati-hati, lalu memasang elektrokardiogram, alat kecil yang kini menjadi harapan mereka untuk mengawasi setiap denyut jantung ayahnya.Sementara itu, suster satunya lagi menusukkan jarum suntik berisi obat perangsang saraf, dosis tepat yang mereka harapkan mampu memicu perubahan. Dokter Willy mengawasi semuanya dengan mata yang tak pernah lepas, penuh harap namun juga ketegangan, menyadari bahwa hidup dan harapan berayun di ujung jarum kecil itu."Sebelum pak Widodo sadar, saya akan memberikan obat perangsang saraf ini dalam bentuk cairan dan disuntikkan ke infusan ayahmu. Nanti jika beliau sudah sadar, barulah kita bisa memberikan obat berupa pil atau semacamnya. Saya masih memberikan obat ini dalam dosis yang kecil terlebih dahulu, untuk mengetahui keefektifannya. Jika masih belum ada perubahan, maka akan saya

  • Anak Rahasia Sang CEO   bab 15

    Elisa menatap layar laptop yang tak kunjung memberinya secercah inspirasi. Dua jam berlalu tanpa hasil, membuat dadanya sesak dan kesabarannya terkikis perlahan."Aarrggh!" Suaranya pecah, tenggorokannya tercekat oleh kekecewaan."Kenapa otak ini makin dipaksa malah makin mentok?!" geramnya, jari-jarinya menekan tombol dengan gelisah.Dia sudah menggali referensi dari berbagai sumber, menyusuri jejak-jejak desain orang lain, namun tak satu pun yang menyentuh harapan tuan Bernett. Rasa putus asa menggerayangi pikirannya, seolah setiap detik adalah pengkhianatan bagi kreativitas yang ia butuhkan.Tiba-tiba, sebuah kilatan ide melintas, mendorongnya berdiri mendadak."Ah, bodoh! Kenapa baru sekarang terpikir? Kenapa nggak dari tadi?!" keluh Elisa, suara penuh penyesalan sekaligus semangat membara. Langkahnya cepat mengarah ke kamar Vania yang sengaja tak terkunci, terbuka lebar seperti peluang yang baru saja datang menghampiri. Di balik pint

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status