Share

Bab 2

Author: Anna Smith
"Kamu lagi telepon siapa?"

Suara Dario memecah keheningan di ambang pintu dapur.

Aku tersentak, ponsel masih di tangan. Sesaat, napasku tersangkut. Lalu kuletakkan ponsel itu ke dalam saku dan memaksakan wajah tetap tenang.

"Bukan siapa-siapa," gumamku.

Malam itu, saat vila tenggelam dalam kesunyian, aku berbaring di sampingnya, terjaga, menatap langit-langit. Napasnya tenang, dingin, seolah dia sedang tidur di samping orang asing. Mungkin memang itulah artiku baginya.

Keesokan paginya, meja makan tertata rapi dengan sarapan ala Barat yang kubuat dengan cermat. Dario mengerutkan kening begitu melihatnya.

"Kamu tahu aku benci ini. Jadi ngapain masak ini?"

Aku menunduk, mengambil sepotong steik dengan garpu, lalu mengunyahnya perlahan.

"Di kulkas cuma tinggal ini," jawabku tenang.

Padahal itu bohong. Aku sudah mengisi kulkas dengan bahan impor Negara Atala. Semuanya hanya untuk dia. Akan tetapi, aku sedang berlatih menjalani hidup tanpanya. Jauh dari sini, dan hanya bergantung pada diriku sendiri.

Dario tak menyadarinya. Matanya terus melirik ke arah ponsel di samping piringnya. Saat bergetar, dia langsung meraihnya. Bibirnya melengkung, tipis tetapi jelas terlihat. Siapa pun dia, Arisa adalah wanita yang bisa menghantui pesan-pesannya. Dia bisa melakukan hal yang tak pernah bisa kulakukan. Dia bisa membuat Dario tersenyum.

Aku diam mematung, lalu perlahan mendorong setumpuk kertas yang kubawa selama berbulan-bulan melintasi meja.

"Dario," kataku pelan. "Ayo kita bercerai."

Dia bahkan tak mengangkat pandangannya. Pena di tangannya bergerak mengikuti arah yang kutunjuk, sementara tangan satunya tetap menari di atas keyboard membalas pesan Arisa.

"Mm," gumamnya tanpa benar-benar memperhatikan.

Dadaku sakit, tetapi anehnya aku tak terkejut. Begitulah dia selalu bersamaku, dingin, acuh tak acuh, tak pernah benar-benar menjadi milikku.

Ketika akhirnya dia mendorong kursinya hendak pergi, aku tak mampu menahan diri.

"Dario, kamu tahu tidak aku barusan tanya apa?"

Dia berhenti sejenak, tampak bingung. "Bukankah itu soal kontrak pasokan untuk kiriman anggur baru? Kamu sudah tanya berkali-kali minggu ini."

Aku tertawa pelan, pahit. Dia tidak ingat. Bahkan dia tidak benar-benar mendengarkanku.

"Tidak apa-apa," bisikku. "Sama sekali tidak apa-apa lagi."

Sore itu, aku pergi ke kebun anggur sendirian. Para manajer menyambutku dengan hangat, tetapi aku hanya membalas dengan senyum sopan. Aku bukan datang untuk urusan bisnis lagi. Aku datang untuk mengucapkan selamat tinggal.

"Aku akan pergi ke Aropa," kataku, suaraku ringan hampir terdengar acuh tak acuh.

Mereka tampak terkejut, lalu lega. "Kamu pantas mendapatkan awal yang baru," ucap salah satu dari mereka dengan lembut. "Tapi… bagaimana dengan Dario? Hubungan jarak jauh…" Dia berhenti sejenak, menggelengkan kepala.

"Ini bukan soal jarak jauh." Aku meletakkan map yang sudah ditandatangani di atas meja. "Kami sudah bercerai."

Keheningan yang menyusul terasa berat, tetapi tidak menyakitkan. Salah seorang dari mereka menghela napas, seolah mengiyakan apa yang selama ini mereka curigai.

"Kalau dia benar-benar peduli, dia tak akan pernah meninggalkanmu di bayang-bayang sepanjang ini. Pergi darinya… itu adalah hal terkuat yang pernah kamu lakukan."

Aku memejamkan mata, membiarkan kata-kata itu meresap perlahan. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, aku merasa lega.

Ya. Meninggalkannya adalah kebebasan.

Di seberang kota, aku tahu Dario masih tertawa menatap ponselnya, masih tersenyum untuk wanita lain tanpa pernah menyadari bahwa tanda tangannya pagi itu bukan untuk kerajaannya, tetapi untukku.

Untuk akhir dari pernikahan kami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 15

    Kehamilan membawa iramanya sendiri. Mual di pagi hari, mengidam di jam-jam tak masuk akal, dan tekad Dario yang tak pernah surut untuk selalu hadir di setiap momennya. Dia tak pernah mengeluh. Jika aku ingin pasta saat fajar, dia belajar membuatnya. Jika aku terbangun di tengah malam, gelisah dan merasa berat, dia akan mengusap punggungku perlahan hingga aku kembali tertidur.Putri kami begitu bahagia mendengar kabar itu. Dia menempelkan kedua tangannya yang mungil di perutku, seolah bisa merasakan detak jantung adiknya. "Bayi," bisiknya pelan, lalu menatap Dario dengan wajah serius. "Ayah, jaga Ibu, ya."Dan dia melakukannya. Setiap hari.Ada kalanya aku tanpa sadar mengujinya. Menunggu untuk melihat apakah dia akan lelah, apakah pria yang dulu kukenal akan muncul kembali dengan jarak dan dinginnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Dia mengecat dinding kamar bayi sendiri, memadukan warna biru muda dan krem hangat, bersenandung sumbang sementara putri kami ikut membantu dengan ku

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 14

    Setengah tahun berlalu dalam irama yang aneh. Dario dan aku seperti dua planet yang saling mengitari, tak pernah benar-benar bertabrakan, tetapi juga tak pernah benar-benar melepaskan.Dia tak pernah memaksa, tak pernah menuntut. Sebaliknya, dia hanya tetap ada, muncul di saat yang tepat, mempelajari diamku, mengenal tawa putriku.Menjelang Desember, hubungan rapuh kami perlahan tumbuh menjadi sesuatu yang lebih. Natal tahun itu, hujan menyelimuti kota. Aku mendapati diriku menyiapkan makan malam kecil, menata tiga piring di meja.Ketika Dario tiba di depan pintu dengan membawa pohon di satu tangan dan senyum miring di wajahnya, aku tidak mengusirnya."Tinggallah," kataku, bahkan aku sendiri terkejut mendengarnya.Cahaya di matanya seolah menandakan bahwa aku baru saja memberinya seluruh dunia. Dia menggantung hiasan pohon bersama putriku, membiarkan gadis kecil itu duduk di bahunya untuk menaruh bintang kertas di puncak pohon.Tawa putriku memenuhi ruangan, dan ketika dia memanggilnya

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 13

    Di dalamnya, semuanya terasa… terlihat.Ruang tamu itu sederhana dan lembut, sinar matahari menumpuk di atas karpet wol berwarna hijau muda seperti buih laut. Warna yang pernah kukatakan padanya bisa membuatku merasa tenang.Di atas meja dapur, ada tumpukan rapi buku sketsa kesukaanku dan batang-batang arang gambar. Di dalam kulkas, kaldu, roti segar, buah yang sudah dicuci, serta sebotol zaitun dari toko kecil di Saslia yang dulu sering kudatangi menjelang senja. Tidak ada makanan laut. Tidak ada bawang putih.Kamar putrikulah yang membuat pertahananku runtuh.Rak-rak buku rendah agar dia bisa menjangkaunya sendiri. Sebuah karpet bergambar rasi bintang, lampu malam berbentuk bintang yang memantulkan galaksi di langit-langit, seprai berwarna merah muda pucat dan salem tanpa satu pun sentuhan warna merah menyala.Di atas meja rias, ada boneka kelinci putih berbulu lembut. Kembaran dari yang pernah dia peluk erat di rumah sakit.Di meja makan, selembar catatan tunggal tertulis dengan tul

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 12

    Aku terbangun oleh bunyi klik lembut dari monitor dan keheningan antiseptik khas ruang rumah sakit. Tenggorokanku terasa perih, paru-paruku nyeri setiap kali bernapas. Asap memang punya cara untuk tetap tinggal di dalam tubuh, bahkan setelah apinya padam.Ada sesuatu yang hangat dan ringan di sisiku. Putriku bulu matanya masih basah karena air mata, pipinya kemerahan karena tertidur bersandar pada gaunku.Dario ada di sana.Bukan di pintu, bukan berdiri jauh seperti orang asing, tetapi di sisiku, menemani dengan kesabaran yang tak bisa dipalsukan. Dia mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung hingga siku.Di meja, segelas air hangat menunggu, dengan seiris lemon tipis mengapung seperti koin pucat tanpa madu, karena dia ingat aku tidak suka rasa manis di pagi hari.Dia menaikkan sandaran tempat tidur perlahan sedikit demi sedikit, sampai rasa nyeri di dadaku mereda."Pelan-pelan," katanya dengan suara serak. "Sedikit saja."Dia tidak terburu-buru. Tidak berusaha menambal kehe

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 11

    Setelah pameran itu, Dario tidak berhenti.Setiap hari, selalu ada sesuatu yang dikirim ke vila. Bunga, buku, mainan untuk putri kecilku. Kadang-kadang dia berdiri di seberang pagar besi, menunggu sampai anakku melihatnya.Begitu dia berlari menghampiri, tawanya memenuhi udara. Dario akan berjongkok, meniru setiap gerakannya, tangannya mengikuti permainan si kecil melalui sela-sela besi yang dingin.Aku berusaha mengabaikannya, mengingatkan diriku pada tahun-tahun penuh ketidakpedulian dan pengkhianatan itu. Namun, setiap kali melihat wajah putriku bersinar bahagia saat melihat ayahnya… ada sesuatu di dalam diriku yang perlahan melunak. Sesuatu yang selama ini kupaksa untuk tetap tertutup rapat.Saat putriku tidak ada di rumah, Dario tidak lagi bersembunyi di balik hadiah atau permainan. Dia akan mengetuk gerbang, suaranya rendah dan terdengar rapuh tidak seperti biasanya."Viona, aku minta maaf."Aku menolak membukakan pintu, tetapi entah bagaimana dia selalu menemukan cara untuk berb

  • Anak Rahasia Sang Kepala Mafia   Bab 10

    Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, setelah lulus nanti, aku akan menggelar pameran tunggal pertamaku. Dan kini, saat itu akhirnya tiba. Setiap kanvas telah digantung, setiap lampu sorot disesuaikan, setiap undangan telah dikirim.Ketika temanku menyerahkan daftar tamu terakhir, mataku tertumbuk pada satu nama. Dario.Sesaat, dadaku terasa sesak. Kupikir aku akan panik, ingin bersembunyi dan lari dari semua ini.Namun, ternyata tidak. Tidak ada rasa sakit yang tajam, hanya ketenangan yang sunyi.Aku sendiri terkejut. Bertahun-tahun lalu, membayangkan bertemu dia saja sudah cukup untuk membuatku hancur. Sekarang, aku tahu… aku benar-benar telah melepaskannya.Galeri mulai ramai, udara dipenuhi percakapan dan denting gelas sampanye. Aku berkeliling di antara para tamu sambil tersenyum, memperkenalkan setiap lukisanku.Dan kemudian aku merasakan kehadirannya sebelum aku melihatnya. Aura yang dulu begitu kukenal, menekan halus di kulitku."Viona."Suara itu membuatku membeku sejenak.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status