Mata Jeceline terbuka lebar begitu sang wanita menunjukan layar ponselnya yang menampilkan bayangan Kevin sedang dikecup oleh wanita itu. Bahkan di slide berikutnya ada vidio berdurasi sepuluh detik yang memuat kemesraan intim mereka berdua.
Jeceline merampas cepat ponsel di tangan sang wanita untuk memperhatikan lebih dekat lagi bayangan Kevin di dalam rekaman itu. Suara tawa Kevin menusuk telinga hingga sampai ke dalam hatinya. Bahkan jemari tangannya semakin kuat mencengkeram ponsel, berusaha menahan kenyataan pahit yang datang secara tiba-tiba. Mata Jeceline masih memaku pada layar ponsel, bahkan berulang kali dia memutar kembali rekaman tersebut untuk memperhatikan dengan benar kalau Kevin yang terekam benar adalah suaminya sendiri. Namun semakin berulang, bening di kelopak mata mulai muncul dan terbendung. Seperti ada seribu anak panah yang menancap di jantung Jeceline hingga bukan hanya sakit melainkan sesak untuk bernapas. “Sejak kapan kalian berhubungan?” tanya Jeceline memberanikan bibirnya untuk berucap. “Bu Selin, maafkan aku—” “Aku tidak butuh permintaan maafmu! Cukup jawab pertanyaanku saja,” sela Jeceline melemparkan pandangan matanya ke arah sang wanita dengan sorot mata penuh kebencian dan garis kening yang mengerut. “Sejak Pak Kevin menjadi juri di pemilihan duta mahasiswa.” Sang gadis menceritakan awal pertemuannya dengan Kevin. Di awal pertama bertemu sudah setahun lalu di kampusnya. Kevin memang telah menjadi pembicaraan para peserta calon duta mahasiswa karena ketampanan dan karisma seorang lelaki yang didambakan semua wanita. Meski mereka tahu Kevin telah berkeluarga tapi banyak yang bercanda akan rela menjadi simpanannya jika memang harus. Tak menyangka saat acara puncak pemilihan Hillary Venita terpilih menjadi juara ketiga duta mahasiswa, dan mereka bahkan mengadakan makan bersama untuk mengapresiasi para pemenang dan semua juri. Pada saat itu Hillary mendapatkan kesempatan untuk berbincang santai dengan Kevin. Awalnya hanya pembicaraan biasa saja tentang latar belakang keluarganya, hobi, serta prestasi-prestasi yang pernah dia capai. Pikir Hillary itu adalah pertemuan terakhirnya, tapi tak menyangka mereka berdua bertemu lagi saat sedang menghadiri acara wawancara di stasiun TV ternama. Dan di pertemuan kedua Kevin menawarkan tumpangan untuk mengantar Hillary sebab sudah terlalu larut untuk pulang. Hubungan mereka mulai berlanjut dengan pertukaran nomor ponsel dan saling follow di akun media sosial. Hingga setelah menjalin hubungan selama sepuluh bulan, Kevin sudah tak ada kabar bahkan memblokir kontak dan akun media sosialnya. Tak menyangka dua bulan kehilangan kontak, Hillary telah mengandung anak Kevin. Dia yang masih berstatus mahasiswa telah putus asa karena kehamilan ini, ditambah lagi Kevin menghilang tanpa kabar. “Bu Selin, aku tidak mau ibuku mengetahui kehamilan ini. Dia pasti akan menghajarku habis-habisan. Tolong bantu aku bertanggung jawab akan bayi dari suamimu,” ucap Hillary menggenggam erat jemari tangan Jeceline yang diletakkan di atas pahanya. “Apa kau pikir aku ini malaikat?!” Sontak Jeceline menepis kasar tangan Hillary, “kau pikir aku akan dengan sukarela menerima bayi dalam kandunganmu yang masih tak jelas milik dari siapa untuk masuk dalam keluargaku?!” Setelah mendengarkan cerita dari Hillary, Jeceline mulai menduga kalau mungkin saja anak yang dikandung Hillary bukan anak Kevin. Terlebih, meski benar mereka berselingkuh, tapi Kevin sudah tidak berhubungan dengannya lagi. “Ini benar anak Pak Kevin. Selama setahun lebih, bahkan sampai sekarang aku tidak pernah berpikir untuk tidur dengan lelaki lain. Aku telah jatuh cinta dengannya!” Jeceline kembali memelototi Hillary, “kau memang wanita murahan! Percuma kau kuliah kalau akal sehatmu tidak dipakai! Kalau kau tahu Kevin sudah beristri kenapa masih berhubungan dengannya?!” “Bu Selin, ini bukan kesalahanku semata. Ini adalah kesalahan Pak Kevin dan kesalahanmu juga sebagai seorang Istri!” Api kegeraman semakin membara di hati Jeceline saat telinganya mendengarkan semua kejadian itu adalah kesalahan dia. Cengkeraman jemari tangan semakin dikuatkan, menahan emosi yang semakin lama semakin bertambah. Ingin dia menampar Hillary karena perkataan yang baru terlontarkan untuk menyalahkannya, tapi tindakan itu harus tertahan sebab tak mau jika harus memulai kekerasan. “Kalian yang berbuat dosa, kenapa harus aku yang disalahkan?!” “Ini memang kesalahan kami berdua, tapi kalau kau menjaga suamimu dan memberikan apa yang dia mau selama tujuh tahun ini, tak mungkin Pak Kevin akan mencari di luar dengan wanita lain.”PLAAK!.... Satu tamparan kuat dilayangkan Jeceline tepat menempel di pipi Hillary hingga membuat wajahnya terlempar ke samping. Emosi yang sejak tadi ditahan akhirnya meledak juga. Dia sama sekali tak bisa menoleransi jika alasan dia belum memberikan keturunan pada Kevin menjadi alasan perselingkuhan itu terjadi sebab Kevin sendiri telah bersumpah padanya untuk menunggu waktu bahagia itu tiba dan telah berjanji tak akan mengecewakan kepercayaan yang telah diberikan oleh Jeceline. “Aku bukan anak kecil yang harus kau ajari untuk mengurus suamiku! Jika sekali lagi perkataan ini kudengar, maka tanganku ini akan dengan kuatnya mengingatkanmu sekali lagi!” Hillary menempelkan telapak tangannya di pipi yang baru saja kena tamparan. Sorot mata tajam menahan kegeraman terlukis di rahang yang mulai mengeras. Dia membalikkan kembali posisi kepalanya dengan melihat Jeceline, “Bu Selin tidak perlu khawatir, tamparan ini akan mengingatkanku untuk lebih berhati-hati dalam berucap.” Pembicaraan mereka terhenti sebab mendengar bunyi klakson mobil yang baru saja terparkir di depan pintu. Jeceline cepat-cepat berdiri dan melihat di kaca jendela ke luar rumah. Mobil Kevin benar berada di depan rumah. Dia menoleh ke arah Hillary dan masih terdiam memikirkan apa yang harus dilakukan untuk mencari tahu kebenaran secara langsung dari mulut Kevin.Bunyi bel rumah telah berdering beberapa menit lalu bersamaan dengan suara Kevin yang memanggil-manggil dari luar pintu. Sementara Jeceline bergegas kembali mendekati pintu dan menyambut kedatangan Kevin dengan senyuman melengkung indah di sudut bibirnya. Begitu membuka pintu, Kevin segera menyapa dengan kecupan lembut di dahi Jeceline, “I miss you so much.” Seperti biasa setiap kali Kevin habis melakukan perjalanan jauh karena panggilan tugasnya sebagai seorang anggota dewan di daerah, Jeceline selalu mendapatkan kecupan dan rangkulan hangat begitu dekap yang memakan waktu sekitar dua menit. Kerinduan Jeceline terhadap Kevin selama hampir dua minggu telah menutupi kenyataan pahit yang dibawa Hillary. Saat ini dia lebih memilih membiarkan dirinya melepaskan kerinduan dengan sang suami sebelum mempertanyakan hubungan gelap yang disembunyikan darinya. Hangat pelukan, dan aroma tubuh Kevin membuat Jeceline menarik napas dalam, menikmati bau khas dari sang suami tercinta
“Kau boleh keluar sekarang!” Ucapan Jeceline yang begitu kuat bersamaan dengan munculnya Hillary yang keluar dari balik dinding pemisah ruangan. Jeceline terdiam, memperhatikan bagaimana reaksi Kevin begitu melihat Hillary dalam keadaan perut mulai membesar. Manik hitam Kevin membesar dan terpaku melihat Hillary yang berjalan mendekatinya. Dia menelan saliva. Udara di dalam ruangan yang tadinya sejuk kini mulai memanas hingga membuat peluh keluar di dahi. “Kevin, kau ke mana saja? Kenapa kau menghindariku?” sapa Hillary begitu berdiri tepat di hadapan Kevin dan di samping Jeceline. “Hill, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Kevin mengerutkan kedua alis keningnya. “Aku kemari untuk meminta tanggung jawabmu sebagai Ayah biologis dari bayi dalam kandunganku!” Mata Kevin melotot, “apa katamu? Bayiku?!” Kevin menggelengkan kepalanya bersamaan dengan jari telunjuk yang ikut digerakkan di depan wajahnya, “kita sudah lama tidak berhubungan, itu tidak mungkin
“Jadi kau ingin aku tinggal serumah dengan selingkuhanmu?!” Jeceline memelototi Kevin sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Hillary. “Bukan seperti itu, Selin. Aku hanya memikirkan calon anak yang ada di dalam rahimnya.” Hati Jeceline semakin sakit mendengar pernyataan Kevin yang memberikan kepastian kalau benih dalam kandungan Hillary benar-benar adalah milik sang suami. Sekarang dia tak tahu harus turut merasa senang atau kecewa karena anak pertama Kevin bukan dilahirkan olehnya. “Baik! Kalau begitu kau tinggal memilih, aku atau calon anakmu di dalam rahim wanita ini!” Pilihan yang diberikan Jeceline jelas membuat Kevin bingung sebab kedua hal ini sangat penting dan berarti bagi kehidupannya. Ada istri yang sangat dia cintai dan ada calon bayi yang selama ini dinanti-nantikannya. “Tak perlu aku jawab, kau pasti sudah tahu pilihanku. Tapi Selin, bagaimana pun anak yang akan lahir ini bukan hanya anakku melainkan anakmu juga—” “Aku tidak akan per
Keputusan Jeceline jelas ditolak oleh Kevin, sebab dia sangat mencintai sang istri. Masalah perselingkuhannya hanya kekhilafan dan sekedar rasa kekaguman akan sosok Hillary. Meski setelah mengetahui kehamilan itu ada sedikit rasa bahagia di hati Kevin, tapi dia jelas mengerti bagaimana perasaan Jeceline. “Aku tahu aku salah, Selin. Tapi jika kau meminta cerai, aku tidak akan menyetujuinya! Jadi, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku begitu saja!” “Kau egois! Sejak dulu aku selalu mematuhi dan memaklumimu, rasa cintaku padamu begitu besar, tapi apa yang kau balas?!” bentak Jeceline dengan suara lantang. Dalam pikirannya mulai timbul bayangan-bayangan tentang kedekatan dan kemesraan Kevin bersama Hillary. Terasa nyeri di pelipisnya karena menahan rasa yang bercampur aduk di dalam hati. Bahkan mata kini mulai membengkak dan terasa panas ketika memikirkan hubungan Kevin dan Hillary sehingga bisa menghasilkan buah dari perselingkuhan mereka. Jeceline terduduk k
Kevin terbungkam sejenak, begitu merasakan telapak tangan menyentuh perut Hillary yang mulai membesar. Rasa kesal di dalam hati perlahan mulai luntur begitu mengingat kalau saat ini Hillary sedang mengandung anaknya sendiri. Meski dalam hati tak terima jika anak pertama harus dilahirkan oleh kekasih gelap, tapi kerinduan yang sudah begitu lama ditunggu berhasil menyingkirkan semua pemikirannya. Sudut bibir Kevin perlahan melengkung. Bahkan telapak tangannya juga merespon cepat dengan mengelus pelan perut Hillary. Suasana saat ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Terasa berbeda dengan tawaran kebahagiaan yang telah lama dinantikan. “Kev, maaf sudah merusak hubunganmu dengan Bu Selin. Aku juga sebenarnya tidak bermaksud melakukannya, tapi karena kau kehilangan kontak dan tidak meladeniku jadi....” Hillary menghentikan perkataannya dengan memasang wajah bersalah lalu menundukkan kepala. Kevin masih terdiam, mengingat bagaimana dia berusaha menghindari Hillary bebe
Biip ... bip ... bip.... Bunyi alat elektrokardiograf mengisi keheningan ruangan kamar. Jeceline terbaring tak sadarkan diri dengan perban putih yang melingkar di dahinya. Beberapa jam lalu seorang lelaki datang membawa dia ke rumah sakit dengan kondisi kecelakaan ringan yang melukai dahi, lalu pergi setelah Jeceline mendapatkan perawatan. Di luar gedung rumah sakit Kevin berlari cepat ke tempat informasi untuk menanyakan dimana Jeceline dirawat. Pagi ini saat dia bangun, sepuluh panggilan tak terjawab terpampang di layar ponsel. Di waktu yang sama, Julius menghubunginya dan memberitahukan tentang kecelakaan Jeceline tadi malam. Tanpa menunggu lama, Kevin segera pergi dan meninggalkan Hillary yang masih tertidur. Setelah berhasil mengetahui ruang kamar rawat Jeceline dari petugas rumah sakit, Kevin segera pergi ke tempat tujuannya. Begitu membuka pintu, sorot matanya memaku pada Jeceline yang saat itu terbaring tak sadarkan diri. Langkah kaki Kevin menjadi kaku.
Sudut bibir Kevin melengkung cepat begitu melihat anggukkan kepala dari dokter di hadapannya. Kebahagiaan besar ini membuat manik Kevin sampai berkaca-kaca karena mengetahui sebentar lagi dia akan mendapatkan anak dari istri yang sangat dia cintai. Penantian mereka tidak sia-sia, dan tentu saja kabar baik ini pasti akan menghilangkan kemarahan Jeceline terhadapnya serta membuat perasaan masing-masing bahagia. “Pak Kevin, aku ingin meminta maaf. Kami para dokter spesialis sudah berusaha sebaik mungkin, bahkan melakukan segala upaya untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan Bu Selin, tapi semuanya sia-sia. Janin di dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan.” Mata Kevin terpaku memelototi sang dokter. Lengkungan di sudut bibirnya perlahan mendatar. Kebahagiaan yang baru saja didengarkan hilang dalam beberapa menit. “Dok, a-aku akan membayar berapa pun biaya yang harus dikeluarkan untuk keselamatan janin dalam kandungan istriku,” ucap Kevin dengan wajah serius dan tatapan teg
“Katakan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian berdua? Kenapa Selin seperti membencimu?” “Ibu, tidak ada masalah apa-apa, hanya kesalahpahaman saja.” Kevin terpasa menyembunyikan masalah penyebab pertengkaran dia dan Jeceline, sebab hal ini sama sekali tidak boleh diketahui Leanora karena pasti hanya akan membuat masalah lebih besar lagi bagi Jeceline. Leanora masih menatap Kevin, mencoba mencari celah kesalahan di manik hitam anaknya. “Ini sudah tujuh tahun Kevin, kalian belum memberikan Ibu seorang Cucu.” “Ibu! Bukan hanya Ibu yang menginginkannya, kami berdua justru lebih besar keinginan untuk memiliki seorang anak. Kalau Ibu kembali hanya untuk mempermasalahkan hal ini, lebih baik Ibu kembali saja!” “Kau juga tahu alasan Ibu begitu antusias ingin menimang Cucu.” Raut wajah Leanora berubah menjadi serius bercampur pasrah, “selain karena kerinduan, ada masa depan kalian berdua yang aku pikirkan!” Kevin yang hendak membantah kembali terdiam samb