Bunyi bel rumah telah berdering beberapa menit lalu bersamaan dengan suara Kevin yang memanggil-manggil dari luar pintu. Sementara Jeceline bergegas kembali mendekati pintu dan menyambut kedatangan Kevin dengan senyuman melengkung indah di sudut bibirnya.
Begitu membuka pintu, Kevin segera menyapa dengan kecupan lembut di dahi Jeceline, “I miss you so much.” Seperti biasa setiap kali Kevin habis melakukan perjalanan jauh karena panggilan tugasnya sebagai seorang anggota dewan di daerah, Jeceline selalu mendapatkan kecupan dan rangkulan hangat begitu dekap yang memakan waktu sekitar dua menit. Kerinduan Jeceline terhadap Kevin selama hampir dua minggu telah menutupi kenyataan pahit yang dibawa Hillary. Saat ini dia lebih memilih membiarkan dirinya melepaskan kerinduan dengan sang suami sebelum mempertanyakan hubungan gelap yang disembunyikan darinya. Hangat pelukan, dan aroma tubuh Kevin membuat Jeceline menarik napas dalam, menikmati bau khas dari sang suami tercinta. “Maaf sudah membuatmu menunggu lama di rumah,” ucap Kevin melerai pelukannya. “Jangan bergerak!” sela Jeceline menghentikan gerakan tangan Kevin yang hendak melepas rangkulan dari tubuhnya. Jeceline menarik napas panjang bersamaan dengan dieratkan kedua tangan yang melingkar di tubuh Kevin, “biarkan aku memelukmu sedikit lebih lama lagi.” Jeceline memejamkan mata. Sapuan jemari tangan Kevin terasa lembut mengelus rambut panjang Jeceline yang mengurai ke bawah. Sentuhan itu benar-benar mendamaikan hati, tapi saat bayangan ingatan rekaman Kevin bersama Hillary muncul kembali dalam pikirannya, suasana hati Jeceline kembali menjadi kacau. Sejak tadi dia mencoba melupakan, tapi mungkin luka yang baru didapatkan sudah terlalu dalam. “Aku punya kejutan untukmu!” Mereka berdua berucap secara bersamaan dengan kalimat yang sama juga. Keduanya saling melerai pelukan dan menatap dalam tawa kecil sebab masing-masing telah menyiapkan kejutan. Namun tentu saja Jeceline lebih memilih untuk mengetahui kejutan apa yang akan diberikan Kevin terhadapnya. Jeceline masih menunggu kejutan dari Kevin, tapi yang dilihatnya bukanlah hadiah berupa bentuk barang melainkan masih dalam teka-teki. Kevin merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum, “di dalam sakuku ada dua hadiah yang jelas sangat kau inginkan, tapi hanya satu yang boleh kau pilih. Saku di sisi kiri atau saku di sisi kanan, tentukan sendiri pilihanmu.” Jeceline menarik napas panjang, “asal kau kembali dalam keadaan selamat, itu adalah hadiah terbaik bagiku. Jika harus memilih, aku akan memilih kamu dibandingkan dengan hal apa pun yang ada di dunia, bahkan jika hal itu adalah impian terbesarku!” “Baik! Karena kau sudah memilih aku, maka semua yang aku miliki adalah milikmu juga. Kau boleh mengambil kedua hadiah ini,” balas Kevin tersenyum lebar melirik ke arah saku setelan jas di samping kiri dan kanan. Jeceline menolak untuk menerima hadiah Kevin dengan memberikan alasan yang sama seperti di awal. Namun tangan Kevin malah memegang pergelangan tangannya dan memaksa masuk ke dalam saku setelan jas dari sisi ke kiri lalu ke sisi kanan. Di sisi kiri terdapat kalung berliontin mutiara berwarna biru. Sudut bibir Jeceline perlahan terangkat sebab perhatian Kevin tak pernah luntur padanya. Kevin begitu antusias melihat ekspresi Jeceline, dia dengan segera mengambil kalung dari tangan Jeceline dan mengalungkannya di leher. “Ini sangat cantik begitu mengalung di lehermu,” puji Kevin menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Kev, apa kau tak mau melihat kejutanku untukmu?” tanya Jeceline mengalihkan topik pembicaraan mereka. “Tentu saja aku juga tak sabar melihat kejutanmu, tapi sebelumnya kau harus melihat kejutan di saku kananku.” Kevin sekali lagi menggenggam pergelangan Jeceline dan membawa jemari tangannya menerobos masuk ke dalam saku jas Kevin. Jeceline mencoba bersabar, dia membiarkan Kevin menunjukkan kejutan kedua yang ada di dalam saku kanan. Jemari tangannya meraba sesuatu benda berupa kertas di dalam sana. Dia bahkan berpikir mungkin saja itu hanya sejumlah uang dalam bentuk cek. Namun saat Kevin menarik tangannya keluar, manik hitam Jeceline memaku ke selembar kertas kecil yang bertuliskan Maldives. Pergi ke Maldives melihat indahnya lautan di malam hari yang memancarkan cahaya biru merupakan keinginan terbesar Jeceline. Namun di situasi seperti ini sepertinya dia tidak akan bisa memiliki kesempatan itu. Jeceline tertawa kecil dengan mengangkat satu sudut bibirnya ke atas, “sayang sekali, sepertinya kesempatan pergi ke sana tidak akan pernah terjadi.” Kevin menatapnya heran, “jangan khawatir, aku sudah meminta libur panjang agar bisa memiliki waktu berduaan denganmu.” Jeceline menggelengkan kepalanya lalu menyerahkan kembali lembaran kertas yang dia pegang ke tangan Kevin. “Sayang, ada apa?” Kevin menahan tangan Jeceline dan menatapnya kebingungan, “please tell me.” Manik mata Jeceline menatap lama Kevin, bibirnya terasa berat untuk berucap, bingung harus memulai dari mana. Sementara Kevin masih memasang wajah kebingungan seolah tak menyadari sesuatu akan perbuatan yang dia sembunyikan. “Kau akan tahu setelah melihat kejutanku.” Sayangnya perkataan Jeceline malah dimaksudkan lain oleh Kevin. Dia melebarkan senyuman, “apa sudah ada kabar baik?” Pertanyaan itu bersamaan dengan lirikkan mata Kevin yang perlahan turun ke bawah dan berhenti tepat ke bagian perut Jeceline.“Kau boleh keluar sekarang!” Ucapan Jeceline yang begitu kuat bersamaan dengan munculnya Hillary yang keluar dari balik dinding pemisah ruangan. Jeceline terdiam, memperhatikan bagaimana reaksi Kevin begitu melihat Hillary dalam keadaan perut mulai membesar. Manik hitam Kevin membesar dan terpaku melihat Hillary yang berjalan mendekatinya. Dia menelan saliva. Udara di dalam ruangan yang tadinya sejuk kini mulai memanas hingga membuat peluh keluar di dahi. “Kevin, kau ke mana saja? Kenapa kau menghindariku?” sapa Hillary begitu berdiri tepat di hadapan Kevin dan di samping Jeceline. “Hill, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Kevin mengerutkan kedua alis keningnya. “Aku kemari untuk meminta tanggung jawabmu sebagai Ayah biologis dari bayi dalam kandunganku!” Mata Kevin melotot, “apa katamu? Bayiku?!” Kevin menggelengkan kepalanya bersamaan dengan jari telunjuk yang ikut digerakkan di depan wajahnya, “kita sudah lama tidak berhubungan, itu tidak mungkin
“Jadi kau ingin aku tinggal serumah dengan selingkuhanmu?!” Jeceline memelototi Kevin sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Hillary. “Bukan seperti itu, Selin. Aku hanya memikirkan calon anak yang ada di dalam rahimnya.” Hati Jeceline semakin sakit mendengar pernyataan Kevin yang memberikan kepastian kalau benih dalam kandungan Hillary benar-benar adalah milik sang suami. Sekarang dia tak tahu harus turut merasa senang atau kecewa karena anak pertama Kevin bukan dilahirkan olehnya. “Baik! Kalau begitu kau tinggal memilih, aku atau calon anakmu di dalam rahim wanita ini!” Pilihan yang diberikan Jeceline jelas membuat Kevin bingung sebab kedua hal ini sangat penting dan berarti bagi kehidupannya. Ada istri yang sangat dia cintai dan ada calon bayi yang selama ini dinanti-nantikannya. “Tak perlu aku jawab, kau pasti sudah tahu pilihanku. Tapi Selin, bagaimana pun anak yang akan lahir ini bukan hanya anakku melainkan anakmu juga—” “Aku tidak akan per
Keputusan Jeceline jelas ditolak oleh Kevin, sebab dia sangat mencintai sang istri. Masalah perselingkuhannya hanya kekhilafan dan sekedar rasa kekaguman akan sosok Hillary. Meski setelah mengetahui kehamilan itu ada sedikit rasa bahagia di hati Kevin, tapi dia jelas mengerti bagaimana perasaan Jeceline. “Aku tahu aku salah, Selin. Tapi jika kau meminta cerai, aku tidak akan menyetujuinya! Jadi, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku begitu saja!” “Kau egois! Sejak dulu aku selalu mematuhi dan memaklumimu, rasa cintaku padamu begitu besar, tapi apa yang kau balas?!” bentak Jeceline dengan suara lantang. Dalam pikirannya mulai timbul bayangan-bayangan tentang kedekatan dan kemesraan Kevin bersama Hillary. Terasa nyeri di pelipisnya karena menahan rasa yang bercampur aduk di dalam hati. Bahkan mata kini mulai membengkak dan terasa panas ketika memikirkan hubungan Kevin dan Hillary sehingga bisa menghasilkan buah dari perselingkuhan mereka. Jeceline terduduk k
Kevin terbungkam sejenak, begitu merasakan telapak tangan menyentuh perut Hillary yang mulai membesar. Rasa kesal di dalam hati perlahan mulai luntur begitu mengingat kalau saat ini Hillary sedang mengandung anaknya sendiri. Meski dalam hati tak terima jika anak pertama harus dilahirkan oleh kekasih gelap, tapi kerinduan yang sudah begitu lama ditunggu berhasil menyingkirkan semua pemikirannya. Sudut bibir Kevin perlahan melengkung. Bahkan telapak tangannya juga merespon cepat dengan mengelus pelan perut Hillary. Suasana saat ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Terasa berbeda dengan tawaran kebahagiaan yang telah lama dinantikan. “Kev, maaf sudah merusak hubunganmu dengan Bu Selin. Aku juga sebenarnya tidak bermaksud melakukannya, tapi karena kau kehilangan kontak dan tidak meladeniku jadi....” Hillary menghentikan perkataannya dengan memasang wajah bersalah lalu menundukkan kepala. Kevin masih terdiam, mengingat bagaimana dia berusaha menghindari Hillary bebe
Biip ... bip ... bip.... Bunyi alat elektrokardiograf mengisi keheningan ruangan kamar. Jeceline terbaring tak sadarkan diri dengan perban putih yang melingkar di dahinya. Beberapa jam lalu seorang lelaki datang membawa dia ke rumah sakit dengan kondisi kecelakaan ringan yang melukai dahi, lalu pergi setelah Jeceline mendapatkan perawatan. Di luar gedung rumah sakit Kevin berlari cepat ke tempat informasi untuk menanyakan dimana Jeceline dirawat. Pagi ini saat dia bangun, sepuluh panggilan tak terjawab terpampang di layar ponsel. Di waktu yang sama, Julius menghubunginya dan memberitahukan tentang kecelakaan Jeceline tadi malam. Tanpa menunggu lama, Kevin segera pergi dan meninggalkan Hillary yang masih tertidur. Setelah berhasil mengetahui ruang kamar rawat Jeceline dari petugas rumah sakit, Kevin segera pergi ke tempat tujuannya. Begitu membuka pintu, sorot matanya memaku pada Jeceline yang saat itu terbaring tak sadarkan diri. Langkah kaki Kevin menjadi kaku.
Sudut bibir Kevin melengkung cepat begitu melihat anggukkan kepala dari dokter di hadapannya. Kebahagiaan besar ini membuat manik Kevin sampai berkaca-kaca karena mengetahui sebentar lagi dia akan mendapatkan anak dari istri yang sangat dia cintai. Penantian mereka tidak sia-sia, dan tentu saja kabar baik ini pasti akan menghilangkan kemarahan Jeceline terhadapnya serta membuat perasaan masing-masing bahagia. “Pak Kevin, aku ingin meminta maaf. Kami para dokter spesialis sudah berusaha sebaik mungkin, bahkan melakukan segala upaya untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan Bu Selin, tapi semuanya sia-sia. Janin di dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan.” Mata Kevin terpaku memelototi sang dokter. Lengkungan di sudut bibirnya perlahan mendatar. Kebahagiaan yang baru saja didengarkan hilang dalam beberapa menit. “Dok, a-aku akan membayar berapa pun biaya yang harus dikeluarkan untuk keselamatan janin dalam kandungan istriku,” ucap Kevin dengan wajah serius dan tatapan teg
“Katakan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian berdua? Kenapa Selin seperti membencimu?” “Ibu, tidak ada masalah apa-apa, hanya kesalahpahaman saja.” Kevin terpasa menyembunyikan masalah penyebab pertengkaran dia dan Jeceline, sebab hal ini sama sekali tidak boleh diketahui Leanora karena pasti hanya akan membuat masalah lebih besar lagi bagi Jeceline. Leanora masih menatap Kevin, mencoba mencari celah kesalahan di manik hitam anaknya. “Ini sudah tujuh tahun Kevin, kalian belum memberikan Ibu seorang Cucu.” “Ibu! Bukan hanya Ibu yang menginginkannya, kami berdua justru lebih besar keinginan untuk memiliki seorang anak. Kalau Ibu kembali hanya untuk mempermasalahkan hal ini, lebih baik Ibu kembali saja!” “Kau juga tahu alasan Ibu begitu antusias ingin menimang Cucu.” Raut wajah Leanora berubah menjadi serius bercampur pasrah, “selain karena kerinduan, ada masa depan kalian berdua yang aku pikirkan!” Kevin yang hendak membantah kembali terdiam samb
“I-ini....” Julius menjeda perkataannya dengan menatap bingung ke arah Kevin setelah melihat buket bunga yang hancur, “apa yang harus aku lakukan dengan bunga yang hancur ini?” “Selidiki siapa pengirimnya! Lakukan secara diam-diam tanpa melibatkan banyak orang.” Dari ekspresi Kevin, Julius mengangguk serius. Dia melihat kembali nama toko bunga yang terpampang di kartu ucapan lalu pergi dari sana. *** Beberapa jam kemudian Kevin telah mendapatkan kabar dari Julius tentang identitas pengirim bunga. Meskipun sudah mengetahui melalui rekaman CCTV di rumah sakit bahwa pengirim bunga itu adalah seorang lelaki yang menolong dan membawa Jeceline ke rumah sakit, tapi Kevin belum bisa tenang sebelum bertemu langsung serta menanyakan maksud dari lelaki penolong itu. Kevin pergi dari rumah sakit saat Leanora tiba. Dia meminta Leanora untuk menemani Jeceline dan menghiburnya beberapa hari ini karena ada kegiatan penting yang harus dia hadiri. Dengan begini tak ada lagi r