ANAK YANG KUBENCI 6
Anak yang baikHuh, bosen klumbrak klumbruk di rumah. Mana di kampung, sepi. Beda dengan Jakarta, selalu ramai setiap hari. Kalau libur aku jalan-jalan ke mall, belanja, atau nggak nonton bioskop, atau nggak berenang. Kangen sama temen-temen.Pagi ini aku bangun agak siang karena semalam chat-chatan sama temenku sampai larut malam. Cutiku masih seminggu lagi, tapi aku tidak akan menghabiskan di sini, paling dua hari lagi aku balik ke Jakarta.Keluar rumah, aku duduk di teras. Ibu tidak ada, kalau Kayla mungkin sekolah. Anak sialan itu sudah kelas empat SD. Nggak terasa, cepat besar dia. Wajahnya lebih mirip Richard dari pada aku. Kulit putihnya, garis wajahnya bila tersenyum, hidung, bibir, mata, semuanya mirip bapaknya. Hanya rambut dan alis matanya yang tebal, mirip denganku.Masih untung cantik, kalau jelek udah aku buang ke laut tu anak. Mau ngapain ya? Sekarang kok, aku merasa asing di rumahku sendiri. Saat mau kembali masuk rumah, seseorang memanggilku."Rita!"Aku menoleh. Seorang perempuan paruh baya mendekat, dia Lek Mulyati, adik ibuku. Ibu tiga bersaudara yaitu Pakdhe Mulyono, ibuku namanya Mulyasari dan adiknya ini Mulyati. Untungnya, aku tidak diberi nama Mulyadi, biar kembaran hehehe."Napa, Lek?" Aku berjalan ke halaman, Lek Mulyati membuka pagar bambu rumahku dan masuk."Makasih oleh-olehnya, Rita," lek Mul menyalami aku. Perempuan itu tersenyum semringah. Iya lah, udah aku kasih oleh-oleh baju mahal dari Jakarta, nggak ada yang jual di pasar sini. Baik to, aku?"Oh itu, biasa aja, Lek hehe,"Tanganku bergerak-gerak melakukan gerakan senam. Udara pagi di desaku ini sangat segar dan bebas dari polusi. Gunung Merbabu tampak menjulang gagah terlihat dari kejauhan."Lek, Ibu ke mana, sih?" Tanyaku."Belum pulang, ya?" Lek Mul malah bertanya sembari melongok ke dalam rumahku."Kalau ada aku nggak nanya!" Dahiku mengerut. Aneh ni orang."Ke pasar biasanya. Mbak Sari kan jualan sayuran kalau pagi. Bentar lagi pulang, jawab Lek Mulyati.Jual sayuran? Ibuku jual sayuran di pasar? Baru tahu ..."Sudah ya, Rit, Bulik mau pulang dulu," Lek Mulyati keluar pagar dan berjalan ke barat, padahal arah rumahnya ke timur.Habis mandi, aku duduk di ruang tamu mungil rumah. Nggak ada yang berubah, kursi kayu atos, karpet hijau digelar di lantai ubin, dan hiasan sudut di sana. Ibuku seorang yang rajin bersih-bersih sehingga biar pun kecil, rumahku ini bersih, rapi dan asri."Assalamualaikum," itu suara ibu, beliau sudah datang. Dengan tersenyum, Ibu muncul dari luar. Memakai kerudung besar warna hitam dan daster gamis batik. Di tangannya menenteng tas kresek hitam. Ibu duduk di sampingku, lalu membuka tas kresek."Ketan serundeng, Rit, kesukaanmu," diberikan satu bungkusan daun pisang padaku, aku mengangguk. Dulu aku suka banget ketan serundeng, sekarang makanan kesukaanku pizza sama burger.Kuusap usap rambut basah ini dengan handuk. Ibu membuka bungkus daun pisang dan mulai memakan ketan serundeng."Ibu jualan sayur, ya?" Tanyaku."Iya, Rit, lumayan bisa buat sangu sekolah Kayla," jawab ibu. Kulirik ibu yang sedang menikmati ketan serundeng, jadi pingin. Kuambil ketan milikku dan membukanya. Aroma ketan anget bercampur daun pisang layu menggugah selera. Memakai tangan, aku segera menyantap. Hmm nikmatnya ... Sampai lupa rasanya pizza."Ibu tu jangan manjain Kayla, kesenengen dia," kataku di sela-sela mulut yang sibuk mengunyah."Manjain pakai apa? Kayla itu anak paling nerimo sedunia. Nggak pernah iri, nggak pernah minta ini itu. Rajin bersih-bersih, ngaji, puasa Senin Kamis, anak yang baik," jawab Ibu santai."Tapi, Ibu jualan sayur, malu-maluin Rita dong!" Aku cemberut. Mosok anaknya moncer, kerja di kota, penampilannya kek artis FTV, emaknya jualan sayur sih?"Kenapa harus malu, yang penting halal. Ibu juga tidak capek, sayuran Ibu jam segini sudah habis," ibuku ngeyel."Apa kiriman Rita setiap bulan kurang, Bu?" Tembakku. Akutu ngirimin uang, kecuali aku ini pelit nggak ngasih uang, Ibu boleh rekoso jualan sayur. Ibu terdengar membuang nafas."Cukup, Rita, kapan Ibu bilang kurang? Sayuran Ibu berlebih jadi Ibu menjualnya murah buat mereka yang membutuhkan," sahut Ibu."Jangan capek-capek di kebun, Bu, nanti ibu sakit. Suruh aja anak sialan itu mencangkul," bibirku mencebik."Iya, iya."Ibu berdiri dan pergi ke belakang. Salah ibu sendiri, nggak nurut sama aku. Sudah kubilang, sekolahin Kayla di negeri yang gratis, malah di sekolahin di SDIT. Ya mahal! Belum sangunya, transport lagi kan sekolahnya lumayan jauh. Masih harus bayar bulanan, tetek bengek! Hidup kok dibuat susah sendiri to, Bu ... Bu.**Langkah kaki memasuki rumah, itu Ibu dan Kayla pulang dari Langgar, habis sholat Maghrib. Aku asyik bergulung di kamar, mainan HP.Tak lama, terdengar suara Ibu dan Kayla memasuki kamar sebelah, kamarnya Ibu. Bilik di rumah ini terbuat dari papan sehingga kalau orang ngomong kedengaran."Kayla, ngaji dulu," suara Ibu."Iya, Mbah."Tubuhku beringsut menghadap dinding. Suara dari sebelah masih terdengar, kali ini suara Kayla mengaji. Merdu juga. Tak sadar, aku ikut melantunkan surat yang dibaca Kayla. Teringat saat masa kecilku, aku juga mengaji dan sholat di Langgar. Tapi, ketika menginjak masa remaja, aku mulai nakal dan sembunyi-sembunyi meninggalkan sholat. Bahkan, aku sering sengaja batal puasa Ramadhan.Dulu, Ibu dan Bapak juga sholat, tapi saat itu, mungkin masih hanya sekedar menjalankan perintahNya saja. Didikan agamaku juga tidak begitu diperhatikan. Aku belajar mengaji sendiri dengan teman-temanku sama Pak haji Tarmudzi di Langgar, seusai sholat Maghrib.Tapi sekarang lain. Ibu lebih intens belajar agama, mengaji, baca Alquran, sholat Sunnah dan lain-lain. Bersama Ibu, Kayla mendapat kesempatan belajar agama lebih dalam dari pada aku."Shodaqollahul 'azhim." Kayla menutup ngajinya."Sayang, dia anak haram, nggak punya nasab," gumamku.BersambungANAK YANG KUBENCI 7Dimarahin Embah "Ibu pergi dulu, Rita," Memakai seragam ngaji, Ibu berpamitan padaku. Hari ini Kamis pasaran Pahing jatahnya Ibu mengaji kampung. "Iya, hati-hati, Bu," Masih jam setengah dua siang. Aku yang tidak terbiasa tidur siang merasa bosan bermain HP melulu. "Assalamualaikum," Kudengar suara Kayla mengucap salam, anak itu baru pulang sekolah rupanya. Kulihat jam lagi di HP, jam dua kurang sepuluh. Aku bergegas keluar kamar. Kayla sedang mengambil minum. "Heh! Jam segini baru pulang, dari mana?" Tanyaku. "Dari sekolah," gadis kecil berseragam SD itu menjawab. Satu gelas penuh air putih dia teguk sampai tandas. Wajah Kayla berkeringat seperti habis berolahraga. "Pasti kamu habis main, anak SD itu pulangnya jam satu. Ini sudah jam dua!" Mataku mendelik. Anak bandel ini pasti habis bermain dan menghabiskan uang saku dari embahnya. "Beneran pulang sekolah, Mah, kan sekolahnya lumayan jauh, Kayla jalan kaki," jawabnya sembari mengusap keringat di dahiny
ANAK YANG KUBENCI 8ARIA"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku. "Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe," Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya. Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku. Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya. **Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai. "Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku. "40 persen sudah di
ANAK YANG KUBENCI 9Jatuh Cinta Lagi?Keluar dari mobil, aku berlari kecil menerjang rintik hujan. Memasuki pagar, aku merasa mobil Aria belum bergerak. Tak sengaja, aku menoleh ke belakang. Benar, mobilnya masih diam di sana. Nunggu apa, sih? Atau dia sedang mengawasiku?"Sampai malam, Rit?" Wina, teman sebelah kamarku menyapa, di tangannya membawa semangkuk mie instan rebus yang masih mengepul. "Eh, iya, tadi mampir dulu ke supermarket terus kehujanan," jawabku sambil tengak-tengok ke jalan. Untung saja sudah pergi mobilnya. Males aku kalau ditanya-tanya sama Wina. Dia itu kepo. Menaruh belanjaan di meja, aku duduk di tepi tempat tidur. Kok rasanya berdebar dan gugup begini sih? Padahal aku sudah bukan anak muda lagi. Bibirku senyum sendiri. Apa karena sudah lama aku tidak bergaul dengan laki-laki? Maksudku jatuh cinta lagi gitu ... hmm.Jujur saja, selama tinggal di Jakarta aku belum pernah mempunyai teman dekat. Semua teman biasa aja, kalau jalan juga ramai-ramai. Aku sendiri ju
ANAK YANG KUBENCI 10Gimana dong Kuketik nomor rekening ibuku, lalu kukirim uang sebesar lima ratus ribu. Setiap bulan, aku rutin mengirim uang untuk Ibu, meski beliau tidak pernah meminta. Ibu tahu, aku akan marah dan mengomel bila Ibu meminta uang untuk Kayla. Terakhir, Ibu meminta kiriman uang untuk biaya masuk SMP Kayla, tapi aku tidak memberinya. Dari saat itu, Ibu tidak pernah lagi meminta uang untuk Kayla. Memang Kayla anakku, anak yang tidak kuharap kehadirannya di muka bumi ini. Tidak kewajibanku untuk membiayai dia. Hidupku sudah susah dari saat hamil hingga melahirkan dia. Yang aku heran, apakah Richard tidak ingat dengan anaknya ini, ya? Dulu dia pergi meninggalkan aku dalam keadaan hamil dan dia tahu itu. Kalau seorang laki-laki bisa dengan santainya meninggalkan tanggung jawab, kenapa aku tidak? Bikinnya berdua, suka sama suka tapi, kenapa hanya aku sendiri yang menanggung malu dan susah? Seandainya aku tahu di mana Richard, akan kukirim Kayla bersamanya. Biar Richar
ANAK YANG KUBENCI 11Tidak Jujur Ini baju yang ke tujuh yang aku coba, semuanya salah. Aku merasa nervous hingga gonta-ganti baju. Aku bingung harus pakai baju apa untuk bertemu dengan Pak Aria? Duh Gusti, kenapa aku jadi seperti ini?Ponselku berdenting, pesan WA baru masuk. Cepat kuraih benda pipih dari kasur. Astaga! Pak Aria sudah sampai dan dia menunggu di depan gerbang. Bagaimana ini, sedangkan aku belum selesai juga memilih baju! Emang mau ke mana sih, kok aku nggak nanya. Akhirnya, aku memilih memakai rok dengan bawahan model payung. Sepatu flat warna putih membalut kakiku. Rambut yang panjang sebahu kubiarkan tergerai. Insha Allah sudah cantik.Meski usiaku sudah kepala tiga, tapi body aku masih tetap langsing lho, nggak kalah sama yang umur dua puluhan. Walau aku sudah pernah punya anak, tapi tidak ada yang berubah dari bentuk tubuhku. Tidak ada yang tahu aku punya anak di kampung. Latifah, temanku yang tahu rahasiaku juga sudah resign dari pabrik. Latifah pulang kampung k
ANAK YANG KUBENCI 12Kabar dari Kampung Aku tidak tahu, hubungan seperti apa yang kini tengah aku jalani bersama Pak Aria. Kami semakin akrab, aku tidak sungkan lagi menegurnya bila dia berkunjung ke pabrik. Nggak pernah ke line sekarang, Pak Aria lebih sering di office. Kupikir, gedung 1 ~di sini ada beberapa gedung dan disebut dengan menggunakan angka~ dengan penghuni sekitar seribu orang ini sudah tahu semua tentang gossip aku dan Pak Aria. Gimana nggak, aku karyawan lama di sini, hampir semuanya dari Satpam sampai OB, dari penjahit sampai ke bagian packing, tahu semua tentang aku. Itu menurutku sih, hehehe. Mimpi indahku untuk membina rumah tangga kembali hadir. Aku layak bahagia setelah perjalanan panjang penuh tekanan dan kesialan. Deritaku saat hamil Kayla masih terasa perih hingga kini. Sendiri dengan perut yang semakin membesar, takut, khawatir, bingung, semua jadi satu. Tak ada orang yang kuajak bicara saking takutnya. Apalagi saat Richard dan keluarganya pindah entah ke
ANAK YANG KUBENCI 13PoV AuthorYang tidak diketahui Rita "Kayla, ini sangunya, Nduk," Gadis kecil yang sudah mengenakan seragam sekolah itu mendekat dan mengambil uang sejumlah lima belas ribu di meja makan. "Terima kasih, Mbah," ucapnya tersenyum, dimasukkannya uang itu ke dalam saku. Setelah itu, tangan mungilnya dengan cekatan menutup tepak makan berwarna pink dan mengambil botol minuman. Menutup resleting tas, Kayla lalu menggendongnya di punggung. "Kayla berangkat dulu, Mbah," Meraih tangan keriput sang nenek, Kayla kecil menciumnya. Selalu begitu setiap pagi. Embah mendesah pelan, diamati seragam rok Kayla yang sudah cingkrang. Bukan maksud sang nenek membiarkan cucunya memakai rok yang sudah kecil itu, tapi dia memang belum punya uang buat membeli kain dan menjahitkan yang baru. Sepatu Kayla juga hanya satu-satunya, tapi masih agak bagus karena nenek membelinya saat Kayla naik kelas enam. "Kay, bajunya udah mau selutut ya? Embah menunjuk kaki Kayla. Dengan baju lengan pa
ANAK YANG KUBENCI 14Amanah IbuBerlari menyusur koridor rumah sakit, aku tak bisa menahan tangis. Air mata ini semakin deras mengalir saat mendekati kamar ibu. Perasaanku sangat cemas, aku khawatir dengan ibuku. Sampai di kamar rawat, aku menghambur masuk. "Ibuu,"Kupeluk perempuan yang terbaring lemah dengan selang infus di tangannya. Tangisku mereda setelah bertemu dengan ibu, paling tidak aku sudah lega ibuku masih bisa merespon dengan senyum tipis. Wajah pucat ibu terlihat jelas, juga nafasnya yang cepat. "Ibu, kenapa bisa sakit, Ibu kecapaian ya, Kayla tidak pernah membantu ibu?" Pertanyaan beruntun aku lontarkan pada ibu. Perempuan tua itu tersenyum dan menggeleng lemah. "Tidak, Rita, Ibu memang sakit sendiri mungkin karena sudah tua badan Ibu ringkih," jelas Ibu. Kuseka air mataku. "Nggak usah nangis, Ibu gapapa," kata Ibu seakan tahu kesedihanku. Aku mengangguk. "Ma ..." Kayla berdiri di sampingku, dari tadi anak itu ada di sini ternyata, sampai tidak aku perhatikan. L