Share

Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri
Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri
Author: Ria Abdullah

1. pulang

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-03 09:41:04

Bismillah, mengangkat fenomena dan kisah nyata yang kerap terjadi di dalam masyarakat. Mohon dukungan ya. Semoga saya bisa kembali dengan karya terbaik.

❤️❤️🙏🙏

Ketika pesawat akan mulai turun dan bandara Soekarno-Hatta sudah terlihat dari dari jendela dekat tempat dudukku, hati ini berbunga-bunga, riang tidak terkira, setelah lima tahun bekerja di luar negeri akhirnya aku bisa kembali ke tanah air. Kembali ke pelukan suami dan pangkuan keluarga tercinta yang aku rindukan.

Semakin dekat jarak antara kaki pesawat dan landasan, semakin membuncah perasaan rindu, semakin bergejolak rasa hati untuk segera sampai ke rumah, berjumpa terutama keluarga dengan Kang Agus dan kedua anakku, Tari dan Dimas.

Terbayang-bayang di pelupuk mata bagaimana bahagianya Mereka melihat kedatanganku, sengaja tidak kuberi tahu tanggal dan hari kedatangan untuk memberikan mereka kejutan, Aku ingin melihat ekspresi bahagia dan haru di mata mereka. Mungkin akan terjadi pertemuan yang emosional yang penuh air mata dan tawa bahagia.

Diam-diam membayangkan itupun membuat air mataku menggenang di pelupuk mata.

Setelah masuk ke ruang kedatangan bandara, kami lantas didata dan dibawa ke terminal khusus kedatangan tenaga kerja dari luar negeri untuk kemudian diproses dan diantar ke daerah masing-masing. Itu saja itu atas biaya sendiri, kupilih naik mobil saja karena jarak antara Jakarta dan kota tempat tinggalku tidak begitu jauh.

Pukul 2 siang mobil kami--aku dan tiga orang teman yang satu jurusan--meluncur ditemani oleh hujan gerimis yang mulai membasahi jalan. Sepanjang perjalanan kami bercerita dan berbagi pengalaman bagaimana suka dukanya mencari nafkah di negeri orang.

Ada cerita bahagia karena majikan baik dan diberi perlakuan yang manusiawi, ada pula yang sedih, tidak diberi gaji, disiksa, dipukuli bahkan sampai trauma. Dan diantara cerita cerita itu aku sedikit bersyukur karena masih diberi majikan yang baik adalah Alhamdulillah aku pun tidak terlalu lelah selama bekerja di luar negeri.

Setelah mengantar beberapa TKW tadi, mobil kami kemudian memutar arah dan menuju ke desaku, karena desaku adalah desa paling ujung, maka akulah yang terakhir.

Hampir pukul 9 malam ketika aku sampai di gerbang desa, rasa hati ini membuncah karena sebentar lagi akan memeluk keluarga, tak tahan rasanya untuk segera tiba.

Akhirnya mobil minivan tersebut berhenti tempat di depan rumahku, sedikit agak berubah yang dulunya terbuat dari bilik bambu, kini sudah di tembok dengan batu bata yang belum diplester. Jendelanya pun terbuat dari kaca dan pintunya juga sudah diganti.

"Alhamdulillah meski perubahan kecil setidaknya aku bisa merubah sedikit kehidupan kami," gumamku sebelum turun dari mobil.

"Ini ya Bu rumahnya?" tanya Pak sopir.

"Iya Pak, Ayo turun kita mampir dulu Pak ngopi ngopi dulu," ucapnya yang merasa berterima kasih kepada pria yang telah mengantarku dengan selamat sampai di rumah.

"Enggak usah Teh, saya masih banyak tugas, saya saya akan kembali ke Jakarta, tapi mohon izin untuk minta keluarganya agar menandatangani surat ini, bahwa saya telah benar-benar mengantarkan teteh ke alamat Teteh yang benar."

"Oh iya, siap," jawabku sambil tersenyum dan mengambil secarik kertas tersebut dari tangan supir itu.

Dengan jantung yang sudah berdegup kencang aku segera mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.

Ketika membuka pintu ternyata itu adalah anakku tari, dia terlihat kaget dan bingung, sementara aku langsung memeluknya dengan perasaan yang tidak bisa kugambarkan.

"Ini Ibu Nak," bisikku.

Dia terlihat ketakutan dan mundur, seakan-akan anakku linglung dan terguncang, tubuhku kurus dan roman mukanya mengisyaratkan sebuah kesusahan yang panjang. Kuraba tangannya dan terlihat di sana banyak bekas koreng yang tidak terurus, ada bekas lebam dan cambukan panjang.

Galau rasanya perasaan ini menatap keadaan putriku, namun aku tetap berpikir positif mungkin saja bahwa dia terlalu banyak main dan dimarahi oleh neneknya.

Namun logika juga berlomba bahwa mana mungkin wanita lembut yang bahkan tidak pernah memarahiku akan melakukan penyiksaan kepada anakku yang notabene adalah cucunya sendiri.

"Ataukah mungkin itu adalah perbuatan Kang Agus? Tapi apa mungkin? Bukankah Dia sangat menyayangi anakku dan bahkan jika aku marahi mereka sosok ayahnyalah yang akan lebih dulu membela mereka."

Di dalam kebingungan itu aku masih mengucapkan salam dan menanti Kang Agus atau salah satu anggota keluarga lain untuk keluar dari dalam rumah. Kebetulan kebiasaan keluarga kami adalah sering menonton TV bersama, ditambah rumah ibu dan bapak berada di belakang rumahku, tapi anehnya hari itu suasana sangat lengang dan sepi.

"Mana Bapak?" tanyaku pada Tari.

"Engg ... enggak tahu," balasnya pelan, suaranya sedikit bergetar dan takut.

"Lalu siapa yang ada di dalam rumah? Dimas mana?"

Kuedarkan diriku di ruang tamu dan ruang tv sambil mengintip ke dalam kamar anak-anak yang kebetulan berada di dekat ruang tamu.

"Mana Dimas? Apa dia di rumah nenek?"

"Gak ada, Bu, Dimas dibawa pergi." Tiba-tiba saja air mata anakku tumpah, dia menangis dan aku melihat sekali bahwa putriku sedang berada dalam tekanan.

Aku langsung terkejut dan heran selalu menghampiri dan jongkok sambil memeluk tubuh ringkih putriku.

"Adik dibawa kemana?"

"Dibawa pergi sama Bapak, disuruh tinggal ke rumah ibunya Tante Rina."

"Tante Rina? Rina siapa?"

Lama putriku menjawab, Dia terlihat takut tubuhnya gemetar dan mulai menangis, aku berusaha mengulang pertanyaan sambil memeluknya dan meyakinkan bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan, hingga akhirnya jawaban dia meluncur.

"I-Istri baru Bapak."

"Hah? Sungguh?"

Jantungku seakan akan dihantam oleh palu godam yang begitu besar, mendadak aliran nafasku seakan berhenti, aku membeku.

"Sungguhkah?" ulangku.

"Iya, Bu, Dimas dibawah disuruh tinggal di rumah ibunya tante Rina agar bisa menjaga monyet di perkebunan mangga."

"Apa? Anak sekecil itu disuruh menjaga kebun?!" Tiba-tiba kemarahanku timbul, emosiku naik seakan-akan ada yang membakar di dalam dada, kepalaku panas dan telinga ini terasa berdenging.

Jantungku kini berdebar begitu cepat dan tanganku mulai berkeringat dingin, rasanya aku ingin sekali segera mencari Kang Agus dan memberinya pelajaran.

"Sekarang Bapak di mana?"

"Nggak tahu," jawabnya galau.

"Kamu tahu alamatnya rumah tante Rina?"

"Ta-tahu, ta-tapi aku, ta-takut, Bu." Ini anakku menggigil sambil jatuh terduduk lalu memeluk lututnya. Dia menangis tersedu-sedu seolah telah mendapatkan penyiksaan fisik dan mental.

Andai benar itu terjadi maka aku benar-benar akan membuat hidup Kang Agus berada di dalam neraka.

"Ayo kita cari!"

Kutarik tangan putriku meski saat ini aku belum sempat beristirahat atau bahkan meneguk setetes air dari rumah sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   35

    Tahun demi tahun bergulir, anak anak sudah makin besar, keadaan kami membaik dan makin makmur. Usaha sudah cukup berkembang pesat, malah aku sudah pindahkan lokasi tokonya ke depan jalan agar mudah diakses semua orang. Pembeli makin berdatangan, membuat pundi rupiah mengalir deras, kedua orang tuaku juga makin nyaman karena hidup mereka sedikit kutanggung menanggung dan rumah bilik mereka sudah kuubah menjadi rumah petak berdinding tembok yang lebih aman.Semuanya berjalan lancar hingga satu pagi yang mengejutkan. Kang Agus datang!Aku yang sedang sibuk menyapu toko tiba-tiba dikejutkan oleh panggilannya dari belakangku,Entah dia telah bebas lebih cepat karena sikap baiknya selama di penjara atau dia telah menjamin dirinya sendiri, aku tak paham. Yang pasti dia berdiri di depanku sementara diri ini terpana."Ka-kamu?"Hampir saja jantungku terlepas dari rongga dada menatapnya yang tersenyum, mengenakan topi dan jaket hitam yang tebal.Kami saling menatap untuk beberapa saat dia t

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   34

    Salah seorang warga desaku yang adiknya tertahan di penjara karena kasus pencurian datang, dia berkunjung dan mengutarakan niat untuk bertemu. Saat itu aku sedang di toko mengurusi pembeli dan memasang label harga pada barang."Permisi punten, apa boleh saya ketemu Teh Ratna," sapa wanita itu dengan sopan."Ya, ini saya," balasku."Boleh kita bicara sebentar?""Oh, baik, mari masuk, silakan duduk," ajakku masuk ke dalam toko. Wanita itu tersenyum menanggapi, dia memperkenalkan diri sambil berbasa-basi tentang harga bibit sayur."Jadi gimana Teh, ada apa?""Begini? Saya kemarin dari lapas menjenguk adik saya, kebetulan saya melihat Kang Agus," ujarnya dengan mimik serius."Terus kenapa, Teh?""Dia berantem, Teh, melawan empat orang bertato yang mirip preman, Kang Agus babak belur dan dibawah ke kantor lapas, mungkin mau dikasih obat atau dihukum gak tahu juga," imbuhnya."Mungkin sebaiknya Teteh beritahu masalah ini ke Rina, istri barunya di Mekarsari, kalo sama saya gak ada hubung

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   33

    Tahukah, bahwa perkara cerai adalah hal yang dibenci Allah meski diperbolehkan, dalam beberapa kajian Islam, kita yang sudah menikah disarankan untuk selalu berpikir dua kali, menimbang bahwa setiap orang pasti punya sisi baik meski sisi buruk lebih menonjol. Memang kita tak direkomendasikan untuk selalu membawa masalah rumah tangga ke jalur perceraian, tapi jika kebersamaan lebih banyak membawa mudharat, maka hidup ini terlalu singkat demi hanya dibawa makan hati dan menderita. Aku menghargai setiap pendapat dan prinsip yang coba dipaparkan oleh sebagian orang, mereka menasehatiku agar tak bercerai demi anak, agar aku tak sendirian, tapi mayoritas dari mereka yang memberi wejangan adalah mereka yang rumah tangganya dari dulu hingga sekarang bahagia, tak pernah dibohongi, dipukuli, bahkan dikhianati. Timbul pertanyaan dalam hatiku, jika salah satu masalah di atas menimpa mereka, atau serupa dengan yang kualami, sungguh sanggupkah mereka menahan dan bersabar? Kurasa ... tidak.Namun

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   32

    Aku kembali dengan hatiKali ini aku dipertemukan lagi dengan Kang Agus di pengadilan, dia duduk di sampingku, tapi dalam keadaan diborgol, dia mengenakan kemeja putih dengan peci, nampak diam tanpa mengatakan apapun yang duduk berjarak dua meter darinya. Keluargaku dan keluarga istrinya duduk di kursi pengunjung dan menyimak, begitu juga Ratna yang nampak diam di sudut depan, mengenakan dress panjang dan cardigan, menutup perutnya yang mulai membuncit.Tak banyak aku menyimak karena sibuk dalam pikiran sendiri. Sibuk membayangkan episode baru dalam hidupku, lebih berharap aku akan menjalani hidup tentram tanpa gangguan siapa pun, hingga menit demi menit berlalu.Putusannya sama, sama seperti cerita cerita perceraian lain, palu diketuk dan selesai, aku bangun, membungkuk terima kasih pada orang orang di sekitar, menyalami hakim dan bergegas pergi. Kang Agus nampak ingin bicara, tapi tak berkesempatan karena aku sudah pergi meninggalkannya. Hanya wajah bingung dan kecewa yang terl

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   31

    Assalamualaikum, maaf sebelumnya.Mungkin ini pesan terakhir, aku menjamin tak akan ada lagi gangguan atau hal yang membuat kita tak nyaman. Aku akan bercerai dengan Kang Agus, semoga kabar ini melegakan hatimu.Kalimat yang kutulis dengan format pesan singkat itu, terkirim ke nomor Rina. Aku berharap semoga wanita itu membuka dan membacanya sehingga dia tak lagi menjadikan aku atau anak-anakku sebagai penghalang kebahagiaannya. Dia tak perlu mengkhawatirkan hal tak penting, membesarkan kecemasan sehingga selalu berpikir untuk memusuhi kami.Mengapa bercerai? Aku tak menuntut perceraian kalian, aku hanya minta Kang Agus dibebaskan agar dia bisa mendampingi kehamilanku. Tentang berbagi suami dan waktu itu tak masalah untukku.Itu balasan yang masuk lima menit berikutnya.Aku tak tahu jalan pikiran wanita itu, mengapa dia bisa memiliki gagasan untuk mempertahankan cinta segitiga yang tidak akan nyaman untuk kami semua? Tak mengapa bagimu, tapi masalah bagiku, aku tak mau makan hati.

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   30

    "Mengapa kau terlihat sebal sekali dari tadi anakku?""Aku dapat telepon dari petugas kepolisian bahwa, Agus ingin bertemu," jawabku."Apa yang dia inginkan?" tenya Emak mendekatiku, lalu diduk di sebelahku."Tidak tahu.""Mungkinkah, dia ingin minta maaf?""Tidak tahu, juga, Mak.""Jadi, Apa kau mau menemuinya?""Tidak akan?""Biasanya seseorang yang sudah dipenjara mulai merasakan sedih dan penyesalan. Mungkin suamimu juga sedang merasakan hal yang sama, jadi dia ingin mengaku, dan minta pengampuan.""Buat apa? Pengampunan tidak akan mengubah segalanya. Aku sudah rugi dan anak-anakku ... mereka harus mendapatkan bimbingan konseling untuk mengobati mental mereka yang terluka," jawabku."Sebelum menggugat perceraian sebaiknya kau bertemu dengannya," saran Emak dengan belaian lembut di bahuku."Kalau begitu aku akan pergi besok, Mak.""Jaraknya tidak terlalu jauh dan Eman akan menemanimu.""Iya, benar."Ke rumah kan diri lalu menarik selimut dan tidur berharap bahwa besok pagi adalah h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status