Share

3. kaget

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-03 09:41:58

Bismillah 

Melihatku berdiri dengan mata berapi-api wajah Kang Agus langsung pucat,  wanitanya menatap kami bergantian, melihat ekspresi Kang Agus dan aku lalu menyentuh bahu suamiku dengan lembut. Kukunya yang panjang berwarna merah oleh cat kuku mencengkeram lengan kokoh suamiku dengan sedikit godaan.

"Kang ... kenapa diam aja?"

"Karena dia gak tahu mau bilang apa, dan aku entah harus mulai marah dari mana? Ayao Kang, jelaskan sesuatu!"

"Uhm, ayo kuantar nanti kita bicara," ucapnya sambil tersenyum-senyum tanpa dosa, di saat dia menyentuh lenganku.

Di momen itulah emosi diri memuncak ke ubun-ubun, dengan tas yang kupakai, kuhantam pipinya.

Plak!

Pria itu tersungkur dan kaget, dia menatapku nanar, hendak marah tapi kemudian roman mukanya berubah, takut atau tak enak, entahlah.

"Hei, kamu pelakor, begitu banyak hal yang sudah kau rampok dari kehidupan kami, kau manfaatkan si bodoh ini untuk memperkaya diri dan menyamankan hidupmu, padahal itu semua uangku!" tudingku dengan emosi. Sampai di situ warga sana belum menyadari keributan.

"Enak saja. Semua yang kudapatkan ini adalah hasil usaha kami sendiri, kenapa dari uangmu, kau pikir aku tak punya usaha?!"

Mendengar itu, kepalaku serasa ingin pecah, akan kupukul wanita ini, tapi itu kurang tepat, maka pelampiasannya adalah sekali lagi,

Plak!

Tas kulit milikku terbuat dari kulit premium yang cukup berat, ada gagang besi yang sukses membuat kening kang Agus lebam, dia melenguh dan mengadu sakit.

"Katakan pada gundikmu, uang dari mana yang kau berikan padanya!"

"A-aku tentu tidak pake uangmu,  uangmu untuk memperbaiki rumah dan bayar tukang, dimakan orang tuamu dan anak-anak, juga biaya sekolah mereka," jawab Kang Agus menyeka darah yang mengucur dari hidungnya.

Sampai di situ, aku masih berusaha tidak menghajar orang, masih berdiri mesih lututku sudah gemetar dan tenggorokan ini sudah gondok oleh kemurkaan.

"Meski aku TKW dan lulusan SD, tapi aku tak bodoh Mas, bayangkan tiap dua bulan kukirim uang delapan juta, mengapa rumah masih bobrok, bahkan tidak ada isinya, anak anak tidak terurus bahkan sangat menyedihkan, sementara kamu asyik indehoy dengan simpananmu!"

"Maaf ya, saya bukan simpanan, saya istri sah!" ucap wanita itu sambil memperlihatkan  sebuah foto pernikahan besar yang memperlihatkan betapa megah dan meriahnya pelaminan pesta, di wanita memakai gaun dengan siger merak yang spektakuler di atas kepalanya.

"Kang Agus, katakan padaku, apa kau gunakan jerih payahku untuk menikah dan memperkaya wanita ini?!"

Kang Agus tak berani menjawab, dia meringkuk di sudut teras, tak berani pula melawan dan bangkit memukul karena segan pada ke empat laki laki yang turut serta denganku.

"A-aku tidak pegang uangmu, melainkan ibumu," balasnya.

"Ibuku mengaju hanya di beri seratus ribu, jangan berdusta Kang! Total uang yag kukirim itu ratusan juta Kang! Kataya beli sawah dan traktor mana buktinya! Katanya bikin kios kelontong, mana buktinya! Apa buktinya kau realisasikan pada wanita obralan ini?!"

"Hei, jangan sembarangan kamu, dia melamarku dengan baik baik, lagi pula ya, kasar banget masuk rumah orang tanpa izin, langsung mencak-mencak, gak sopan!" hardiknya sambil membangunkan Kang Agus.

"Beraninya kalian menikmati hasil kerjaku, berani sekali!"

Tanpa banyak bicara lagi, aku langsung, menarik rambut wanita itu dari belakang, dia yang tersungkur langsung kutangkis dengan  melayangkan pukulan di wajahnya, dia terjatuh dan mengadu tapi aku tak memberinya ruang untuk membalas, kujambak lagi dan menarik tubuhnya dengan kasar, lalu  kucekik wanita itu, sampai bola matanya nyaris memutar h kehabisan napas.

"Wanita mura***! Sungguhkah? ayo bersumpah  bahwa semua itu bukan hasil kerjaku di HK, ayo katakan, uang dari mana? Apa suamiku melakukan pesugihan?! Apa kau menjual dirimu?!"

"Ahg ... Ah ... le-lepaskan," ucapnya tersengal-sengal sekuat tenaga ingin melepaskan diri.

Kang Agus tentu tak tinggal diam, dia beruaha menyelamatkan istri cantiknya, dia memisahkan kami, memeluk wanita itu dan menjatuhkan diri ini ke lantai dengan kasar. Aku terbelalak, atas sikap kurang ajar yang demikian lancang ini. Aku nyaris tak percaya bahwa ini kenyataan, dia lebih mengutamakan wanitaitu dibanding aku, ibu dari anak-anaknya.

Mendengar kegaduhan tiba tiba seorang gadis kecil keluar ke teras, dia terlihat cantik dan terurus, kulitnya bersih dan memakai perhiasan emas di leher dan tangannya.

"Pak, ayo dong, Pak, kita main lagi," ujar gadis yang kutaksir seumuran Dimas, lima tahun.

"Lihat anak ini, padahal anak tiri dia lebih manja dan kau urus, sementara anak kita terlantar seperti anak gembel yang hidup di kolong jembatan, bahkan tangan anakku tak semulus anak ini, banyak bekas lebam dan cambukan! Demi Allah katakan, kau apakan tari Kang Agus?!" Kali ini aku kalap, berteriak dan tak lama berkumpullah warga, gaduh dan ramai jadinya.

"Hei ada apa?!"

"Wanita ini dan suami saya sudha menipu, dia memeras hasil keringat saya dari kerja di luar negeri untuk memperkaya istri barunya, saya tak terima, sementar rumah kami masih jelek dan belum rampung! Anak anak tak terurus." Aku mengucapkan kata kata itu sambil tak mampu menahan air mata.

"Begini aja, bawa ke rumah Pak RT, agar tak mengganggu warga lain, Teh, gak enak!"

"Saya hanya minta penjelasan terkahir dari Kang Agus, selama ini aku sudah mengirim hampir 500 juta ke tangannya dan itu pun ada bukti resi dan nama dia, sekarang aku ingin dia kembalikan uang itu!"

"Mana bisa dikembalikan kalo sudah di makan!" ucapnya melengos santai.

"Aku oadti punya nota pembslian dan bukti pengeluaran,. Ayo, sekarang list semuanya dan berikan padaku,  disertai bukti barang yang kau beli!"

"Man beli apa apa, Teh, orang boros dan suka main perempuan dan berjudi kayak dia itu sudah memeras uang Teteh," timpal sepupu jauhku.

"Apa, judi?"

"Iya, teh, dulu dia  suka judi rolet di pasar, terus suka mabuk dan mukul angota keluarga kalo diberi pengertian, anak anak tetah ditelantarkan," jawab yang lain memberi saksi.

"Hei, kamu jangan bohong ya, anakku baik baik saja," tudingnya sambil menunjuk saudara jauhku.

Pak RT setempat dan warga yang tadinya tak suka dan ingin mengusir kami langsung bungkam mendengar kata kataku.

"Kalo begitu mana buktinya, ayo ke kantor polisi, aku ingin kau bersaksi di hadapan petugas, aku ingin uangku kembali, aku ingin daftar barang apa saja yang kau beli selama aku di luar negeri, aku bisa tunjukkan bukti kirim uang ke rekeningmu, dan kau sekarang harus buktikan bahwa tidak menggelapkan uangku!"

"M-me-memang tidak kok!" ucapnya gugup.

"Berarti uangnya masih ada kan ya? Secara kamu tidak terlihat membeli apa apa di rumah kita! Dan ya ... Mana Dimas, kau kemanakan putraku?!" ucapku dengan napas yang sudah memburu.

Tiba tiba mendengar kata Dimas, wajah Kang Agus langsung berubah makin pucat, bibirnya gemetar, mulutnya menganga dan dia terus menatap istrinya yang juga tak kalah paniknya.

Diam diam firasatku buruk tentang ini, 

"Apa anakku dibunuh? Ya Allah ... Dadaku langsung sakit dan aku menangis di hadapan semua orang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   12

    Setelah adzan berkumandang, aku langsung menunaikan salat Subuh dan memeriksa sisa infus anakku. Fajar mulai menyingsing ketika seorang suster datang dan memeriksa Dimas."Suster apa anak saya sudah bisa dikeluarkan hari ini?""Kita tunggu dokternya ya, Bu," jawab suster itu sambil tersenyum."Ok, sus, terima kasih."Akhirnya pukul 9 pagi dokter dokter datang dan langsung memeriksa Dimas. Dia mematikan keadaan anakku sebelum benar-benar dikeluarkan dari Rumah sakit."Nantinya setelah sampai di rumah mohon agar diperhatikan kebersihannya, minum obat yang teratur dan oleskan salep sehabis mandi," uca dokter dengan ramah padaku."Iya, Dok, siap.""Dijaga dengan baik ya Bu anaknya.""Insya Allah, Dok, Terima kasih telah merawat dan membuat keadaan anak saya menjadi lebih baik," balasku."Sama sama, Mbak, kami senang membantu."*Tepat pukul 10 kami menaiki motor dan pulang ke rumah. Tiba-tiba terbersit niat dalam benakku untuk mampir di kantor polisi dan memperlihatkan kepada para petu

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   11

    Setelah kumpulan pria-pria itu pergi dari rumah aku dan pamanku langsung berangkat ke rumah sakit untuk menjaga Dimas.Sepanjang hari ini aku telah begitu sibuk sehingga belum bertemu dengannkua sejak pagi tadi.Ketika sampai di pertigaan dekat rumah sakit, ada sebuah toko kue yang memajang aneka kue tart dan manisan menggiurkan di dalam etalasenya. Kupikir untuk menyenangkan hati Dimas, aku berencana untuk membeli sepotong, dia mungkin akan menyukainya."Mang, ke pinggir bentar, aku mau beli kue untuk Dimas," ungkapku."Oh iya," jawab si Mamang."Tunggu ya, Mang, sebentar."Kususuri trotoar lalu masuk dan membeli kue untuk Dimas dan sepupu yang kebetulan datang juga ke rumah sakit. Usai dari sana kulanjutkan perjalanan masuk ke rumah sakit.Ketika sampai kudapati anak tengah duduk dan bercanda bersama tante dan omnya, terlihat Dimas sudah mulai mau tersenyum dan terbuka."Gimana kabarnya sekarang, Nak?" tanyaku sambil mengecup keningnya."Baik," jawabnya masih menunduk malu.Waj

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   10

    Malam hari aku dan keluargaku berkumpul, menggelar tikar lalu makan bersama habis salat isya. Banyak hal yang menjadi pokok bahasan dan cerita tentang peristiwa yang terjadi selama aku tidak berada di rumah.Cerita tentang Emak yang pernah kepepet meminjam uang Kang Agus untuk membayar obat bapak, atau penuturan bapak yang suatu ketika hampir dibacok menantunya sendiri karena pernah melarang Kang Agus untuk menikah lagi.Bapak menentang dengan keras hubungan suamiku dengan Rina karena beliau tahu bahwa di luar negeri aku bekerja sekuat tenaga demi kehidupan rumah tanggaku yang lebih baik. Bapak mencegah semua itu terjadi karena dia tahu bahwa itu akan melukaiku dan anak-anak."Sebenarnya kami semua ingin menghubungi kamu tapi sudah beberapa kali ditelusuri kami tidak mendapatkan nomor teleponmu," ucap Mamangku."Iya, kami geram sekali dengan tingkah Agus ingin mengadukan hal itu padamu tapi sayang mungkin Tuhan tidak mengizinkannya," timpal si Bibi."Mungkin Tuhan merancang kejadian

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   9

    Di saat yang sama aku melihat polisi menggiring Rina menuju ruang pemeriksaan. Ingin rasanya mengintip atau menguping interogasi polisi namun ruang itu tertutup, pun jendelanya juga diberi gorden yang tak bisa dilihat dari luar."Mungkin wanita itu meminta diperiksa secara pribadi atau entahlah ... aku tak tahu," gumamku sambil berlalu.Kuajak Tari kembali, kugenggam tangannya keluar dari kantor polisi, hati ini berdoa dengan penuh harapan semoga polisi tidak akan melepaskan ketiga manusia laknat itu.Ketika menunggu Eman mengambil motor, aku berpapasan dengan ibunya Rina yang dibawa oleh dua orang polwan menuju ruang pemeriksaan yang berhadapan dengan ruangan Rina tadi."Ini semua gara gara kamu ya, andai kamu bisa mengendalikan mulut dan tingkahmu, keadaan kami tidak akan sesulit ini," desisnya mendelik, langkahnya terpaksa berhenti karena dia sedang bicara padaku."Maaf, Bu, saya bersikap sesuai dengan apa yang saya lihat di kenyataan. Andai ibu telah memperlakukan anak saya deng

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   8

    Kupanggil tari yang sejak tadi bersama Eman, dan menunjukkan pada polisi bekas luka dan cambukan panjang di tangan dan punggung putriku yang serupa bekas luka gosong."Halo Dik, namanya siapa?""T-tari, Om," jawabnya lirih."Kelas berapa Adik?""Mau naik kelas empat, Om," jawab anakku menunduk."Kamu tinggal sama siapa di rumah?""Sama Nenek," balasnya."Ayah kamu gak di rumah?"Kelihatannya anakku ragu menjawab, namun polisi itu tersenyum ramah dan meyakinkan bahwa apapun yang dikatakan Tari tidak akan membahayakannya."Ja-jarang, Om.""Boleh tahu, luka di tangan adik bekas apa?""Anu ... uhm, ja-jatuh, Om."Mendapati bahwa anakku tengah berbohong, aku langsung membisikinya agar dia jujur dan mengatakan yang sebenarnya."Ayo Sayang, katakan pada Om itu siapa pelakunya."Tiba tiba bola mata anakku berkaca-kaca, bibirnya gemetar dan air mata itu meleleh dari mata kecilnya yang penuh derita, dia menggigil, takut dan terlihat ngeri."Apa kamu diancam, agar tak memberi tahu siapa-siapa?"

  • Anakku Disakiti Selama Aku Merantau di Luar Negeri   7

    Aku pulang kerumah dengan berboncengan bersama Eman. Baju yang kukenakan masih baju yang kupakai di bandara kemarin dan sudah berubah aroma, tubuhku juga gerah dan lengket, ditingkahi pula oleh rasa lapar sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi pada anakku yang sulung.Ucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah dan anakku terlihat sedang menyapu,"Assalamualaikum Tari ini Ibu," ucapku ramah.Anakku yang disapa tiba tiba seperti itu terlihat langsung kaget dan terkesiap, dia nyaris terlonjak dan jatuh, pun gagang sapu yang dia pegang langsung terlontar ke lantai."Astaga ada apa Nak?""A-aku gak apa apa," jawabnya gugup."Kok takut?" Kuraih bahu anakku dan kulihat dia menggigil ngeri, kutangkap anakku seakan-akan memiliki trauma berkepanjangan."Saya kaget," jawabnya."Kenapa kamu takut?""Eng-enggak ada," jawabku gugup lantas beranjak ke dalam rumah."Dengar, Nak, ini Ibu, ibu yang sayang sama kamu, kamu bebas utarakan isi hati dan bebanmu selama ini, ada ibu, Insya Allah ibu ak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status