Share

Bab 6

"Cuma dicas? Gak rusak?" Aku mengulangi.

Suami mengangguk dengan tatapan serius.

"Tapi kata Sarah hape nya rusak Pak, makanya gak dipake dari dulu."

"Ya ini hape nya baik-baik aja, tadi Bapak cuma disuruh ke conter aja sama Pak Tomo, katanya suruh beli kartu baru dan pasang di sana, nih kalau gak percaya Bapak mau telepon Mila, tadi Bapak juga udah diajarin gimana caranya nelepon sama Pak Sutomo di kantor bale desa," ujarnya lagi.

Ia mulai memencet beberapa tombol hingga ponsel itu pun berbunyi menunggu telepon diangkat.

"Mana, Pak? Mila mana?" Aku tak sabar.

"Sabar dulu, tadi kata Pak Tomo sebelum ada bunyi hallo berarti belum diangkat, Bu."

Akhirnya kami pun menunggu beberapa detik.

"Hallo." Suara Mila pun mulai terdengar di jauh sana. Aku dan suami sampai melonjak kegirangan.

"Ha-hallo, hallo hallo hallo Mila."

"Ibu? Ini Ibu?"

"Iya, Nak ini Ibu, Ibu sama Bapak khawatir banget sama kamu, kamu masih di mana sekarang?" Aku langsung mencecaer karena sudah tak sabar lagi rasanya.

"Maksud Ibu apa? Ini Mila lagi di tempat kerja, Bu," jawabnya terheran-heran.

Sontak aku beregming lalu melirik ke arah suami, ia sekarang juga sama bingungnya denganku.

"Di tempat kerja?" Aku memastikan.

"Iya Bu, ini lagi di tempat kerja, ada apa? Kenapa? Dan Ini nomor siapa? Tumben Ibu nelepon duluan? Biasanya walaupun Mila yang nelepon duluan Ibu sibuk terus di sawah," cecar anak itu tanpa jeda.

Apa maksud Miila? Dia bilang aku sibuk dan tidak mau bicara dengannya di telepon?

Selama ini bahkan aku dan bapaknya selalu menunggu terus kapan anak-anakku menelepon tapi kata Sarah tak ada telepon dari Mila atau pun Nila berapa bulan ini.

Terus apa katanya tadi? Mila masih di tempat kerja? Maksudnya gimana? Sarah bilang Mila sedang di perjalanan pulang.

Aku bingung sendiri jadinya.

"Bu, Halo, Bu." Mila bersuara lagi.

Aku mengerjap.

"Mila masih di tempat kerja Bu, kenapa? Ada apa " Mila mencecar lagi, sementara aku mendadak bingung apa yang harus kukatakan.

Tanpa babibu suami pun merebut ponsel itu dari tanganku.

"Halo Mila, ini, Bapak."

"Ya, Pak, Ada apa? Kenapa?" Mila terdengar begitu cemas.

"Kamu enggak pulang, Nak?"

"Pulang? Emangnya kenapa? Ada apa?" Mila balik bertanya?

"Apa kemarin Sarah gak nelepon kamu, Nak?" tanya suamiku lagi.

"Enggak Pak, emangnya ada apa? Bapak sama Ibu butuh uang? Apa kalian sakit?"

"Enggak, bukan begitu Nak, tapi kata Sarah kamu sedang dalam perjalanan pulang ."

Mila diam sebentar.

"Pulang? Tapi Mila enggak lagi pulang, Pak, Mia lagi sibuk ini di kantor. Ada apa?" Mila memastikan lagi.

Ya Tuhan, kalau sekarang Mila enggak lagi di perjalanan pulang, kenapa kemarin Sarah bilang Mila sedang pulang? Kenapa anak itu berbohong? Apa maksudnya?

"Mila, sebetulnya ...." Suamiku mulai bicara lagi, tapi tampaknya ia sangat berat untuk mengatakan tentang semua yang terjadi pada Nila.

"Ada apa, Pak?"

Suamiku tetap diam, segera kuambil lagi ponsel itu dari tangannya.

"Halo, Nak."

"Ya, Bu, kenapa? Bapak kenapa?" Mila terdengar makin cemas.

"Mil, kamu bisa pulang 'kan malam ini juga?" tanyaku.

"Pulang? Tapi kenapa memangnya? Bu?" Lagi-lagi Mila balik bertanya dengan nada suara yang makin kebingungan.

Ya Allah bagaimana caraku mengatakannya? Jangankan Mila yang jauh di sana, aku saja merasa tak sanggup untuk mengatakan kabar soal Nila.

Aku pikir kemarin Sarah sudah mengatakan soal kepergian Nila tapi ternyata tidak, anak itu sudah berbohong entah apa alasannya.

"Halo, Bu." Mila memanggil lagi.

"Mila, Nak, sebetulnya adikmu ... sudah meninggal sayang."

"Apa?" Mila terkejut, suaranya mendadak bergetar.

"Iya, Nak, adikmu sudah pergi." Aku memperjelas sampai tak terasa mili ku kembali rembes.

"Tap-i kapan Nila meninggal, Bu?"

"Kemarin lusa, Nak, adikmu meninggal kemarin lusa," jawabku terisak-isak.

Perih sekali rasanya jika kuingat lagi soal Nila yang datang tanpa nyawa.

"Kemarin lusa? Terus kenapa Ibu baru kabari Mila sekarang? Kenapa gak dari kemarin lusa juga?" Mila terus mencecar meski suaranya sudah terdengar berat dan serak.

Aku menarik napas dalam.

"Ibu pikir Sarah sudah mengabarimu kemarin, Nak."

"Tapi enggak ada Sarah nelepon, Bu, dari kemarin bahkan dari beberapa bulan lebih gak ada panggilan masuk dari Sarah, Mila justru sedang menunggu kapan nomor nya aktif karena saat Sarah coba telepon nomornya selalu tak bisa dihubungi, padahal Mila kangen banget sama Ibu dan Bapak," ujarnya panjang lebar.

Lagi-lagi aku terkejut mendengar ucapan Mila.

Selama ini Sarah bilang anak-anakku tak pernah ada yang menelepon, tapi sekarang Mila bilang ia malah sering menelepon tapi nomor Sarah memang tidak aktif.

Aneh, ada apa ini sebetulnya Mungkinkah si Sarah sudah berbohong? Tapi untuk apa juga? Apa mungkin selama ini anak itu keberatan saat aku menumpang telepon? Tapi 'kan dia sendiri yang bilang kalau ponselku mati dan tak bisa digunakan lagi.

Aku juga masih ingat dengan jelas, Sarah selalu menawarkan ponselnya untuk kupakai kapan saja jika anak-anakku menelepon.

Ada apa ini sebetulnya?

"Bu, sekarang gimana?" Mila bicara lagi.

Aku mengerjap.

"Ya sudah sekarang 'kan kamu udah tahu kabar soal Nila, Ibu minta kamu pulang ya, Nak. Ibu membutuhkanmu, Ibu ingin cerita sesuatu padamu soal Nila."

"Baik, Bu, Mila segera pulang," tutup Mila .

Sambungan telepon dimatikan, aku pun kembali menatap suamiku.

"Pak, apa Bapak gak merasa ada yang aneh?"

"Aneh?" Ia mengulangi.

"Iya, soal Sarah, kenapa anak itu bohong sama kita? Kemarin dia bilang, dia sudah mengabari Mila soal kepergian Nila, tapi hari ini Mila bilang katanya ia bahkan belum mendapat telepon dari Sarah sejak beberapa bulan lebih," ujarku panjang lebar seraya mengigit bibirku sedikit.

"Apa mungkin Sarah terpaksa bohong, Bu? Dia ingin membuat kita tenang saja."

Aku kembali berpikir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status