Share

Bab 10

Usai mengakhiri panggilan video itu, Anggraini pun segera menerima panggilan suara yang belum berhenti berdering sedari tadi.

"Ya, Pak? Selamat Siang!" sapa Anggraini pada si penelepon yang berada beda kota dengannya itu.

"Ini dengan Mbak Lestari Anggraini ya?" tanya si penelepon itu.

"Ya, Pak. Saya sendiri, Pak," sahut Anggraini dengan antusias.

Bagaimana bisa Anggraini tidak antusias mendapat telepon dari Handoko? Memang telepon dari HRD D'Goal Gym dan Fitness Center itulah yang telah dia tunggu selama beberapa hari ini. 

Meski Anggraini merasa sedikit harap-harap cemas akan maksud Handoko meneleponnya, namun Anggraini optimis hingga 100% kalau pria itu menghubunginya pastilah karena ingin memberitahukan kabar baik padanya. 

Anggraini tahu, kebanyakan HRD tidak akan mau berepot-repot menelepon calon pekerja yang mengajukan lamaran kerja di perusahaan mereka jika mereka tidak berniat untuk menerimanya.

"Mbak Tari? Ini saya Handoko dari D'goal Gym and Fitness Center," kata pria di ujung telepon membuka percakapan.

"Oh iya, Pak."

"Saya menelepon ingin memberitahukan  sesuatu pada Mbak Tari terkait lamaran kerja Mbak Tari beberapa hari yang lalu. Ngomong-ngomong apa saya mengganggu?" tanya Handoko di telepon.

Anggraini tahu pertanyaan Handoko itu pastilah hanya sekedar basa-basi. Atau bisa juga karena tadi ketika Handoko pertama kali menelepon ia sedang berada di panggilan lain saat saat menelepon dengan Teguh.

"Tidak, Pak! Tentu saja Bapak tidak menggangu. Emm ada kabar apa ya, Pak?" Anggraini bertanya balik.

"Begini, Mbak Tari. Saya ingin memberitahukan kabar baik. setelah sebelumnya bos saya mempertimbangkan resume dan CV mbak, kami memutuskan untuk menerima mbak bergabung sebagai instruktur senam di DGFC," jawab Handoko.

Dalam hati Anggraini pun langsung bersorak. Seperti pelamar kerja pada umumnya yang akan sangat bersyukur saat lamaran kerja mereka diterima, Anggraini pun sama. Dia merasa sangat-sangat bersyukur dan bahagia mendengar kabar itu. 

Bedanya pelamar kerja lain mungkin senang karena mereka akhirnya akan bekerja dan akan menerima upah dari hasil jerih payah mereka. Anggraini tidak sama, dia senang diterima bekerja karena akhirnya dia punya satu lagi batu loncatan untuk memuluskan rencananya.

"Beneran ini, Pak? Benar saya diterima kerja sebagai instruktur senam di D'Gol?" Anggraini bertanya untuk memastikan sekali lagi apa yang dia dengar.

"Ya, benar. Eheem, tapi saya harap Mbak Tari tidak lupa dengan apa yang telah Mbak Tari janjikan tempo hari," dehem Handoko mengingatkan.

Anggraini paham apa maksud pria itu.

"Tentu, Pak. Tentu saya tidak akan lupa dengan apa yang saya janjikan tempo hari. Saya pasti akan menepati janji saya memberikan tiga bulan …"

"Ehemm, sebaiknya jangan bahas itu sekarang," cegah Handoko mengantisipasi hal-hal yang tidak dia inginkan. Misalnya, ada orang lain yang menguping.

"Ba-baik, Pak. Kita akan membicarakan itu nanti saja saat saya ke sana," ucap Anggraini lagi-lagi sangat paham.

"Jadi jika Mbak Tari berkenan, mulai besok mbak bisa datang untuk langsung bekerja. Untuk hal-hal lain yang perlu diperhatikan seperti jadwal dan lain-lainnya, besok bisa langsung datang dan menanyakan langsung pada saudari Alissa. Jadi gitu ya, Mbak Tari? Besok bisa langsung datang kan?" tanya Handoko di seberang telepon sana.

Anggraini menyunggingkan senyumnya. Tinggal selangkah lagi akhirnya dia akan bisa melakukan rencananya.

"Ya, Pak. Saya bisa. Pagi kan, Pak?"

***

"Shakila dengar ya, nanti pas Bunda tinggal senam sebentar, Shakila harus anteng di TPA ya. Bunda nggak lama kok, sebentaaaar aja," kata seorang perempuan pada putri kecilnya.

Mereka saat ini masih berada di area parkir dengan posisi anak itu berada di atas sepeda motor ibunya.

Shakila cemberut.

"Kenapa Qila nda itut Bunda cenam aja cih? Shakila bica kok," jawab bocah imut itu.

"Anak-anak nggak boleh ikut, soalnya di dalam cuma ada ibu-ibu yang perutnya gede-gede kayak bunda. Nanti bisa-bisa Qila kedorong-dorong sama perut ibu-ibunya, gimana?" bujuk wanita itu.

"Yaaah, tapi iya deh. Tapi nanti pulangnya Bunda beliin Qila es kyim. Oke?" tuntutnya dengan bahasa yang cadel.

"Oke, Bunda janji! Tapi Qila main yang anteng dulu sama teman-teman di TPA, oke? Bunda masuk ke dalam buat senam dulu," bujuk sang mama lagi.

Shakila mengacungkan jari kelingkingnya yang disambut ibunya dengan mengaitkan jari kelingkingnya pula.

"Oke! Janji!" 

Dari lantai dua gymnasium itu seseorang tampak melihat dengan tatap tajam ke arah keduanya yang sedang berada di parkiran.

"Wah, kamu terlihat sangat bahagia dengan anak itu dan anak yang masih dalam kandunganmu itu. Ck! Aku jadi iri. Tunggu sebentar lagi, aku mau lihat apa kau masih bisa tersenyum selebar itu jika aku mulai masuk dalam kehidupanmu," kekeh orang itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status