Share

Bab 9

"Bu, HP ibu bunyi. Kayaknya itu telepon dari bapak deh," kata Bik Asih pada majikannya yang sedang sibuk olahraga di atas matras.

Bik Asih adalah asisten rumah tangga pulang pergi yang membantu Anggraini melakkukan pekerjaan rumah tangga di rumah ini. 

"Bibik angkat saja teleponnya, Bik dan tolong taruh saja HP saya di tripod," kata Anggraini yang masih sibuk dengan olahraga senamnya.

Beberapa hari ini ia memang banyak berolahraga. Bukan dengan tujuan utama agar bugar, melainkan ingin melatih kembali otot-otot tubuhnya dan melenturkannya agar tidak terlaku kaku jika ia diterima kerja di gymnasium itu nantinya.

Dulu ketika masih berada di Tokyo, Anggraini rajin ikut senam. Bukan hanya menjadi member, tapi ia bahkan sering ikut perlombaan di tingkat internasional hingga mendapat banyak sertifikat penghargaan dari kegiatan positifnya itu.

Namun setelah berada di Indonesia, Anggraini tidak lagi serutin dulu dalam kegiatan olah tubuhnya itu. Ia sesekali memang masih pergi fitness dan nge-gym, namun selama ini dia lebih banyak menghabiskan waktunya menjadi content creator di bidang kecantikan di beberapa aplikasi yang sedang hits.

"Gini, Bu?" Bik Asih sudah selesai dengan memasang ponsel pada tripod Anggrani. "Bibik terima ya panggilan vidionya?"

Anggraini mengiyakan, masih dengan ia sibuk melakukan gerakan-gerakan senam.

"Lama amat sih diangkat HP-nya?" omel Teguh begitu Bik Asih berhasil menyambungkan panggilan vidio itu.

"Aku lagi olahraga, Mas. Hitung-hitung latihan tipis-tipis sebelum aku mulai bekerja," jawab Anggraini.

Anggraini saat ini sedang melakukan gerakan senam forward lunges yang cocok untuk ibu hamil trimester kedua. 

"Oh, memang belum mulai? Mas kira hanya tinggal masuk aja," tanya Teguh.

Anggraini menggeleng.

"Gymnasiumnya masih baru, Mas. Jadi ada beberapa hal lagi yang masih harus dipersiapkan. Jadi aku belum mulai kerja ini. Mungkin minggu depan," dusta Anggraini sambil menebak-nebak juga dalam hatinya kapan pengelola gymnasium itu akan mengabarinya.

Ini sudah hari ketiga ia belum mendapat kabar juga tentang kepastian diterima atau tidaknya ia di sanggar senam itu. Padahal Anggraini pikir gaji utuh selama masa training tiga bulan itu harusnya cukup menggiurkan. Dengan kisaran gaji empat jutaan setiap bulannya, dengan total tiga bulan gajian berturut-turut, bukankah pengelola gymnasium itu sudah diuntungkan kurang lebih sebesar dua belas juta?

Anggraini bukannya tidak bisa memberikan uang lebih banyak agar tujuannya bisa segera terpenuhi, tapi jika ia terlalu agresif dan terkesan tidak sabara dan memaksa untuk masuk ke sana dengan iming-iming segepok uang, bukankah tindakannya itu malah akan membuat curiga pengelola itu? 

Huff, jadi mau tidak mau Anggreni terpaksa harus memiliki kesabaran sedikit lagi untuk menunggu.

"Memang letak gymnasium barunya dimana sih? Terus yang punya siapa? Temanmu yang mana?" tanya Teguh.

Seperti biasa, Teguh selalu menyempatkan untuk vidio call atau melakukan panggilan telepon biasa untuk berkomunikasi dengan Anggraini. Pria itu selama ini selalu nge-treat Anggraini like a queen, sebelum Anggraini tahu kalau ini semua hanya salah satu trik Teguh untuk memanipulasi dirinya sehingga Anggraini selalu berpikir bahwa ini adalah bentuk cinta dan kasih sayang suaminya itu terhadapnya.

"Temanku waktu SMP, Mas. Kita kebetulan nggak sengaja ketemu di pesta pernikahan teman kita yang lain. Ngobrol panjang lebar dan ternyata dia sedang merencanakan pembangunan gymnasium dan butuh beberapa instruktur untuk join di tempatnya itu. Dan aku pikir-pikir nggak ada salahnya juga donk aku coba, ya kan? Secara sejak dulu Mas kan tahu aku suka ikut kegiatan senam, fitness dan yoga," papar Anggraini.

"Ooo, temanmu yang mana itu? Terus letak gymnasiumnya dimana?" tanya Teguh sambil ia menyuap makan siangnya.

"Mas nggak akan kenal sih. Adalah orangnya, kapan-kapan aku kasih kenal sama Mas ya," jawab Anggraini. 

Ia enggan menjawab di mana letak gymnasium yang dipertanyakan oleh Teguh mengingat gymnasium itu sebenarnya ada di Bandung, di kota yanv sama dengan tempat tinggal istri simpanan suaminya itu.

"Tempatnya?" 

Rupanya Teguh masih kekeuh menanyakan alamat gymnasium itu.

"Di barat, emang kenapa sih nanya-nanya?" Anggraini mulai sewot.

"Barat mana? Jakarta Barat? Jawa Barat? Sumatera Barat?"

"Jakarta baratlah. Mas nih banyak benar pertanyaannya, ihh. Mas emang nggak kerja?" omel Anggraini.

"Lagi makan sianglah. Kamu sudah makan belum?" 

Lagi-lagi perhatian yang diberikan oleh Teguh seperti dia sangat mencintai Anggraini. Padahal jika benar cinta tak mungkin pria itu akan menghadirkan wanita lain lagi di kehidupan mereka, bukan? Apalagi wanita itu adalah masa lalunya.

Damn it!

"Sebentar lagi, oh iya mas. Matiin aja dulu teleponnya ya. Soalnya ini ada panggilan telepon dari admin gymnasium temanku itu," kata Anggraini.

Ia gak sepenuhnya berdusta karena nyata saat ini ada panggilan lain dari pengelola gymnasium yang masuk ke dalam ponselnya.

"Oke, oke. Mas juga udah mau selesai juga nih. Harus balik kerja. Matiin aja teleponnya. Entar malam kita teleponan lagi ya?"

"Iya, Mas."

"See you, istriku," ucapnya.

Anggraini harus akui betapa pintarnya suaminya ini melakukan love bombing terhadapnya hanya untuk menutupi semua kebusukan di belakangnya.

"See you, Mas!" ucap Anggraini sebelum ia memutuskan sambungan vidio call itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status