Share

Bab 9

Author: Ema Ahman
last update Huling Na-update: 2023-06-10 11:50:19

"Bu, HP ibu bunyi. Kayaknya itu telepon dari bapak deh," kata Bik Asih pada majikannya yang sedang sibuk olahraga di atas matras.

Bik Asih adalah asisten rumah tangga pulang pergi yang membantu Anggraini melakkukan pekerjaan rumah tangga di rumah ini. 

"Bibik angkat saja teleponnya, Bik dan tolong taruh saja HP saya di tripod," kata Anggraini yang masih sibuk dengan olahraga senamnya.

Beberapa hari ini ia memang banyak berolahraga. Bukan dengan tujuan utama agar bugar, melainkan ingin melatih kembali otot-otot tubuhnya dan melenturkannya agar tidak terlaku kaku jika ia diterima kerja di gymnasium itu nantinya.

Dulu ketika masih berada di Tokyo, Anggraini rajin ikut senam. Bukan hanya menjadi member, tapi ia bahkan sering ikut perlombaan di tingkat internasional hingga mendapat banyak sertifikat penghargaan dari kegiatan positifnya itu.

Namun setelah berada di Indonesia, Anggraini tidak lagi serutin dulu dalam kegiatan olah tubuhnya itu. Ia sesekali memang masih pergi fitness dan nge-gym, namun selama ini dia lebih banyak menghabiskan waktunya menjadi content creator di bidang kecantikan di beberapa aplikasi yang sedang hits.

"Gini, Bu?" Bik Asih sudah selesai dengan memasang ponsel pada tripod Anggrani. "Bibik terima ya panggilan vidionya?"

Anggraini mengiyakan, masih dengan ia sibuk melakukan gerakan-gerakan senam.

"Lama amat sih diangkat HP-nya?" omel Teguh begitu Bik Asih berhasil menyambungkan panggilan vidio itu.

"Aku lagi olahraga, Mas. Hitung-hitung latihan tipis-tipis sebelum aku mulai bekerja," jawab Anggraini.

Anggraini saat ini sedang melakukan gerakan senam forward lunges yang cocok untuk ibu hamil trimester kedua. 

"Oh, memang belum mulai? Mas kira hanya tinggal masuk aja," tanya Teguh.

Anggraini menggeleng.

"Gymnasiumnya masih baru, Mas. Jadi ada beberapa hal lagi yang masih harus dipersiapkan. Jadi aku belum mulai kerja ini. Mungkin minggu depan," dusta Anggraini sambil menebak-nebak juga dalam hatinya kapan pengelola gymnasium itu akan mengabarinya.

Ini sudah hari ketiga ia belum mendapat kabar juga tentang kepastian diterima atau tidaknya ia di sanggar senam itu. Padahal Anggraini pikir gaji utuh selama masa training tiga bulan itu harusnya cukup menggiurkan. Dengan kisaran gaji empat jutaan setiap bulannya, dengan total tiga bulan gajian berturut-turut, bukankah pengelola gymnasium itu sudah diuntungkan kurang lebih sebesar dua belas juta?

Anggraini bukannya tidak bisa memberikan uang lebih banyak agar tujuannya bisa segera terpenuhi, tapi jika ia terlalu agresif dan terkesan tidak sabara dan memaksa untuk masuk ke sana dengan iming-iming segepok uang, bukankah tindakannya itu malah akan membuat curiga pengelola itu? 

Huff, jadi mau tidak mau Anggreni terpaksa harus memiliki kesabaran sedikit lagi untuk menunggu.

"Memang letak gymnasium barunya dimana sih? Terus yang punya siapa? Temanmu yang mana?" tanya Teguh.

Seperti biasa, Teguh selalu menyempatkan untuk vidio call atau melakukan panggilan telepon biasa untuk berkomunikasi dengan Anggraini. Pria itu selama ini selalu nge-treat Anggraini like a queen, sebelum Anggraini tahu kalau ini semua hanya salah satu trik Teguh untuk memanipulasi dirinya sehingga Anggraini selalu berpikir bahwa ini adalah bentuk cinta dan kasih sayang suaminya itu terhadapnya.

"Temanku waktu SMP, Mas. Kita kebetulan nggak sengaja ketemu di pesta pernikahan teman kita yang lain. Ngobrol panjang lebar dan ternyata dia sedang merencanakan pembangunan gymnasium dan butuh beberapa instruktur untuk join di tempatnya itu. Dan aku pikir-pikir nggak ada salahnya juga donk aku coba, ya kan? Secara sejak dulu Mas kan tahu aku suka ikut kegiatan senam, fitness dan yoga," papar Anggraini.

"Ooo, temanmu yang mana itu? Terus letak gymnasiumnya dimana?" tanya Teguh sambil ia menyuap makan siangnya.

"Mas nggak akan kenal sih. Adalah orangnya, kapan-kapan aku kasih kenal sama Mas ya," jawab Anggraini. 

Ia enggan menjawab di mana letak gymnasium yang dipertanyakan oleh Teguh mengingat gymnasium itu sebenarnya ada di Bandung, di kota yanv sama dengan tempat tinggal istri simpanan suaminya itu.

"Tempatnya?" 

Rupanya Teguh masih kekeuh menanyakan alamat gymnasium itu.

"Di barat, emang kenapa sih nanya-nanya?" Anggraini mulai sewot.

"Barat mana? Jakarta Barat? Jawa Barat? Sumatera Barat?"

"Jakarta baratlah. Mas nih banyak benar pertanyaannya, ihh. Mas emang nggak kerja?" omel Anggraini.

"Lagi makan sianglah. Kamu sudah makan belum?" 

Lagi-lagi perhatian yang diberikan oleh Teguh seperti dia sangat mencintai Anggraini. Padahal jika benar cinta tak mungkin pria itu akan menghadirkan wanita lain lagi di kehidupan mereka, bukan? Apalagi wanita itu adalah masa lalunya.

Damn it!

"Sebentar lagi, oh iya mas. Matiin aja dulu teleponnya ya. Soalnya ini ada panggilan telepon dari admin gymnasium temanku itu," kata Anggraini.

Ia gak sepenuhnya berdusta karena nyata saat ini ada panggilan lain dari pengelola gymnasium yang masuk ke dalam ponselnya.

"Oke, oke. Mas juga udah mau selesai juga nih. Harus balik kerja. Matiin aja teleponnya. Entar malam kita teleponan lagi ya?"

"Iya, Mas."

"See you, istriku," ucapnya.

Anggraini harus akui betapa pintarnya suaminya ini melakukan love bombing terhadapnya hanya untuk menutupi semua kebusukan di belakangnya.

"See you, Mas!" ucap Anggraini sebelum ia memutuskan sambungan vidio call itu.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   162

    Anggraini menggeleng mendengar usul Asyif."Sebaiknya jangan, Syif. Aku nggak enak sama Ummi. Walaupun Ummi baik Tapi sebaiknya tidak merepotkan dan melibatkan Ummi dalam hal ini. Selain itu aku nggak bisa ke Jakarta juga karena kerjaan aku kan di sini. Mondar-mandir Jakarta-Bandung akan sangat melelahkan buat aku dan itu pastinya akan mengurangi quality time aku bersama anak-anak. Ini adalah situasi yang berbeda dengan waktu dulu ketika belum ada mereka," kata Anggraini menolak usul dari Asyif."Itu hanya perasaan kamu saja, Anggre. Aku berani bertaruh Kalau Ummi sama sekali tidak akan keberatan Kalau kamu dan anak-anak tinggal bersama mereka di Jakarta. Nenek juga pasti akan senang. Percaya deh sama aku," kata Asyif mencoba menenangkan Anggraini. "Iya aku tau, tapi ...""Begini saja," sela Asyif. "Kita telepon Ummi sekarang dan kita coba tanya pendapat Ummi bagaimana baiknya solusi Ummi terhadap masalah ini."Anggraini tidak setuju. "Aku tidak setuju, Asyif. Bagaimanapun Ummi tidak

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 161

    Puspa tergagap mendengar pertanyaan memojokkan dari Asyif. “A-apa maksudmu? Saya datang sendiri ke sini. Saya saja tidak tahu di mana Teguh saat ini. Kok bisa-bisanya kalian memojokkan saya seperti ini?” jawab Puspa mencoba membantah tuduhan Asyif padanya.Sementara itu Anggraini melihat pada Asyif dengan pandangan bertanya apakah yang dikatakan oleh Asyif itu benar.“Benarkah? Mas Teguh ada di sini?” Kini Anggraini ganti mengalihkan perhatian kepada Puspa.“Aku sudah bilang kalau aku ke sini sendiri. Kenapa kalian tidak percaya?” bantah Puspa.“Setahuku Mama tidak tahu menyetir mobil. Jadi mana mungkin bisa datang ke sini sendiri,” kata Anggraini tak percaya.“Aku datang ke sini dengan angkutan umum,” jawab Puspa lagi mencari-cari alasan.Anggraini semakin tidak percaya karena lokasi rumahnya tidak dilewati oleh angkutan umum. Dan lagi pula, seorang Puspa tidak mungkin mau menaiki transportasi umum. Anggraini sangat tahu persis hal itu.Anggraini tertawa kecil. Setelah itu ia gegas

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 160

    Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya. “Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya. Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar. “Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!” “Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini. “Hah! Izin dari p

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 159

    Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 158

    “Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 157

    “Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status