"Mas sudah pulang?" tanya Anggraini dengan senyum yang entah mengapa kali ini Teguh merasa seperti berbeda.
Teguh tak langsung menjawab."Apa ada yang salah? Apa mas melakukan suatu kesalahan?" tanya Teguh sembari menatap Anggraini dengan mata penuh selidik.Anggraini tersenyum mencibir sambil geleng-geleng kepala."Apa sih, Mas? Kesalahan apa maksudnya?" tanya Anggraini sembari melingkarkan tangannya di leher Teguh."Senyummu sedikit berbeda," jawab Teguh apa adanya.Anggraini semakin mengembangkan senyumnya. Lelaki yang hebat, sadar juga ternyata dia pada perubahan sikap Anggraini. Kebalikan dari Anggraini yang bahkan tak menyadari pengkhianatan Teguh selama ini."Berubah apanya?" tanya Anggraini semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Teguh dengan cara menggoda."Ehmm, ehmm. Apa istriku ini sedang ada maunya?" tebak Teguh sembari berdehem.Anggraini tersenyum."Kok tahu sih kamu, Mas?" tanyanya dengan nada merajuk."Ya, taulah. Masa nggak? Kenal kamu sudah berapa lama?"Anggraini melepaskan pelukannya."Benar juga sih. Kita sudah kenal hampir sepuluh tahun harusnya sudah saling mengenal luar dalam masing-masing." Anggraini manggut-manggut."Itu kamu tau.""Jadi gimana nih? Bisa minta nggak?""Minta apa dulu?"Anggraini menyunggingkan senyum."Minta anak boleh?" ucapnya spontan seperti menggoda.Teguh mengernyitkan keningnya. Reaksinya di luar dugaan."Apaan?" protesnya terlihat tak suka.Hal itu membuat Anggraini bertanya-tanya dalam hati. Tadinya dia berpikir jika dia menanyakan hal ini mungkin saja Teguh akan menunjukkan sikap seperti menyambut dengan bahagia godaannya."Astaga, reaksimu ?kok gitu amat, Mas. Biasa aja dong mukanya. Jangan ditekuk gitu. Aku cuma becanda," kata Anggraini seolah apa yang dia lakukan hanya untuk menggoda Teguh semata.Teguh geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Anggraini itu. Sambil berjalan ke kamar mandi dia mengomel pada Anggraini."Becanda itu yang benar-benar lucu, bikin orang lain ketawa. Bukannya sebaliknya bikin orang lain kesal," tukasnya ketus seolah apa yang dilakukan oleh Anggraini itu adalah sebuah kesalahan besar."Iya, iya. Mas ada masalah apa sih dikerjaan? Kok kayaknya sensi banget. Padahal seriusan loh aku cuma becanda aja. Suer!" Anggraini mengangkat jarinya membentuk huruf V.Teguh berhenti sejenak di depan kamar mandi. Ia membalikkan tubuhnya untuk berbicara dengan Anggraini yang berdiri di dekat tempat tidur."Kayaknya kamu deh yang punya masalah. Biasanya kamu nggak pernah bercanda seperti itu. Kamu kan tahu betapa seriusnya masalah kelahiran seorang anak dan dampak lahirnya manusia baru yang menambah padatnya populasi manusia di dunia. Kita kan sudah sepakat untuk tidak menjadi salah satu penyumbang penyebab over populasi tersebut. Ya kan?" omel Teguh menceramahi Anggraini.Anggraini terdiam terpaku. Dalam hatinya ia menyahut omelan Teguh itu.Aku sampai kemarin masih berpegang teguh dengan prinsip itu, Mas. Tapi kamu sudah berapa tahun ini melupakan prinsip itu dan memiliki anak dengan wanita lain di belakangku? Lalu maksudmu apa tidak ingin memliki anak denganku sementara dengan perempuan lain boleh? batinnya."Apalagi dengan sikapmu yang childish selama ini. Aku bahkan yakin kalau kamu punya innerchild yang bahkan mungkin tidak kamu sadari selama ini. Kamu yakin bisa membesarkan dan mendidik anak-anak itu dengan layak? Coba pikir ke arah sana!"Anggraini tersinggung akan kata-kata Teguh kali ini. Dia kekanakan? Dan apa-apaan dia itu menyinggung masalah tentang innerchild segala? Harusnya Teguh tahu itu adalah isu sensitif yang tak seharusnya ia katakan kepada Anggraini."Apa maksud Mas mengatakan hal seperti itu? Aku meminta maaf, tapi Mas sudah melebar kemana-mana. Baiklah, biar aku perjelas. Aku tidak ingin memiliki anak. Jadi tidak perlu mengatakan hal apa pun yang membuatku tersinggung, apalagi itu sampai menyinggung masa laluku!" kecam Anggraini menunjukkan ketidaksukaannya.Usai mengatakan itu Anggraini langsung berbalik badan meninggalkan Teguh.Anggraini tahu dia memang punya innerchild yang sulit sembuh dalam dirinya. Omongan Teguh tak salah tentang itu. Ada jiwa seorang anak kecil yang terperangkap dalam tubuh dewasanya. Sesuatu yang menjadi penyebab kenapa ia menjadi antipati terhadap makhluk mungil bernama anak-anak.Saat Teguh selesai mandi, Anggraini benar-benar tak ada lagi di kamarnya. Wanita itu benar-benar merajuk sekarang. Ck, sangat merepotkan.Ia menemukan Anggraini sedang berada di lantai bawah."Sayang, kamu masih marah karena aku membahas innerchild?" sapa Teguh dari atas tangga.Anggraini berdecak."Maafkan aku karena sudah dengan lancang mengatakan hal itu tanpa memikirkan perasaanmu. Tapi harusnya kamu juga jangan terlalu sensitif seperti itu dong. Yang punya innerchild bukan hanya kamu, aku juga punya. Itu sebabnya kita tidak bisa punya anak. Kita tidak boleh melukai manusia baru yang tidak berdosa itu karena keegoisan kita. Kamu pun pasti mengerti tentang hal itu. Benar?"Dalam hatinya Anggraini mengumpat meski ia mengulas senyum di bibirnya.Ya, bagimu hanya aku yang tidak boleh punya anak. Sementara kau bisa, batin Anggraini dalam hati."Ya, aku tentu saja mengerti," jawab Anggraini dengan full senyum."Jadi kita baikan?" tanya Teguh to the point."Yap!""Kalau gitu sini donk, peluk dulu!"Dari tangga, Teguh yang masing mengenakan handuk mandi itu melambaikan tangannya memanggil Anggraini.Anggraini berjalan mendekat dengan gaya menggoda. Dia tahu pasti tak lama akan ada pertarungan yang panas di antara mereka. Seperti biasa yang selalu mereka lakukan selama ini sesaat setelah mereka baru saja berbaikan."Maafin aku, Mas. Sepertinya aku memang terlalu sensitif akhir-akhir ini," aku Anggraini sembari meletakkan tangannya melingkar dari perut hingga punggung pria itu.Teguh membalas pelukan itu dan mengelus leher hingga punggung istrinya itu."Mau di atas atau di bawah?" tanyanya nakal."Atas saja. Di kamar lebih aman," bisik Anggraini."Ahsyiaaap!"Teguh bak seorang pengantin baru segera membopong tubuh istrinya itu menaiki tangga menuju ke kamar mereka. Dia siap melakukan misi mulia menghapus kesalahan Anggraini.Sesampainya mereka di kamar, Teguh pun segera meletakkan tubuh Anggraini di ranjang.Percintaan mereka berlangsung sangat panas hingga saat semua akan tuntas, Teguh teringat sesuatu. Ia meninggalkan Anggraini yang polos menuju lemari hias dan mencari sesuatu di sana."Perasaan masih ada," gerutunya.Anggraini di belakangnya menyunggingkan senyumnya. Sepertinya semua berjalan persis seperti apa yang diinginkannya."Nyari apaan sih?" tanya Anggraini pura-pura tidak tahu."Alat kontrasepsilah. Apa lagi?!" jawab Teguh masih sambil mencari."Nggak usah kali Mas. Aku juga udah pasang IUD kok," kata Anggraini lagi."Hah, masa? Kapan?" tanya Teguh kaget. "Perasaan kamu nggak pernah pakai IUD deh? Sejak kapan?" tanya Teguh dengan tatapan curiga.Yang Teguh tahu selama ini untuk mencegah kehamilan pada Anggraini, istrinya itu selalu menggunakan kontrasepsi suntik progestin setiap tiga bulan sekali. Anggraini tidak punya keberanian melakukan pemasangan kontrasepsi IUD.Anggraini duduk dan menatap Teguh dengan senyum."Sejak dua hari lalu. Aku temani Tiara ke klinik buat cek kandungan, terus kepikiran aja tanya-tanya tentang pasang IUD ke dokternya. Dokternya berhasil ngeyakinin aku, terus langsung pasang deh," jawab Anggraini.Teguh mengernyitkan kening masih tak percaya."Sudah nggak usah ragu. Amaaan sekarang. Lanjut yuk!" ajak Anggraini sembari mengedipkan matanya nakal pada Teguh.Teguh membatalkan niatnya mencari alat pengaman pria dari laci. Kemudian ia berbalik badan siap mendekati lagi Anggraini yang masih menunggu dengan manis di ranjang.Anggraini sudah siap dengan semua rencananya dan hampir ia menang, namun ia terkejut saat Teguh menarik diri darinya."Kenapa?" tanya Anggraini tak suka.Teguh menggelengkan kepala. Dia ragu pada istrinya ini."Maaf, Anggre. Tiba-tiba aku pusing dan merasa mual. Ah, jetlag ini benar-benar mengganggu moment manisku …huegghh!!"Teguh berjalan cepat menuju ke kamar mandi seolah ia sedang menahan sesuatu keluar dari perutnya. Sementar itu Anggraini menatap tajam punggung Teguh yang hilang di balik pintu kamar mandi."Jetlag? Atau kau tidak percaya padaku?" gumam Anggraini kesal.Sungguh alasan yang tidak masuk akal. Bahkan selama ini perjalanan 12 jam dalam pesawat pun mereka pernah tapi tak pernah sekalipun Anggraini melihat Teguh jetlag sampai ingin muntah seperti itu.Mas, kau menguji kesabaranku dan membuat aku muak! umpat Anggraini dalam hati.***Bersambung…Anggraini menggeleng mendengar usul Asyif."Sebaiknya jangan, Syif. Aku nggak enak sama Ummi. Walaupun Ummi baik Tapi sebaiknya tidak merepotkan dan melibatkan Ummi dalam hal ini. Selain itu aku nggak bisa ke Jakarta juga karena kerjaan aku kan di sini. Mondar-mandir Jakarta-Bandung akan sangat melelahkan buat aku dan itu pastinya akan mengurangi quality time aku bersama anak-anak. Ini adalah situasi yang berbeda dengan waktu dulu ketika belum ada mereka," kata Anggraini menolak usul dari Asyif."Itu hanya perasaan kamu saja, Anggre. Aku berani bertaruh Kalau Ummi sama sekali tidak akan keberatan Kalau kamu dan anak-anak tinggal bersama mereka di Jakarta. Nenek juga pasti akan senang. Percaya deh sama aku," kata Asyif mencoba menenangkan Anggraini. "Iya aku tau, tapi ...""Begini saja," sela Asyif. "Kita telepon Ummi sekarang dan kita coba tanya pendapat Ummi bagaimana baiknya solusi Ummi terhadap masalah ini."Anggraini tidak setuju. "Aku tidak setuju, Asyif. Bagaimanapun Ummi tidak
Puspa tergagap mendengar pertanyaan memojokkan dari Asyif. “A-apa maksudmu? Saya datang sendiri ke sini. Saya saja tidak tahu di mana Teguh saat ini. Kok bisa-bisanya kalian memojokkan saya seperti ini?” jawab Puspa mencoba membantah tuduhan Asyif padanya.Sementara itu Anggraini melihat pada Asyif dengan pandangan bertanya apakah yang dikatakan oleh Asyif itu benar.“Benarkah? Mas Teguh ada di sini?” Kini Anggraini ganti mengalihkan perhatian kepada Puspa.“Aku sudah bilang kalau aku ke sini sendiri. Kenapa kalian tidak percaya?” bantah Puspa.“Setahuku Mama tidak tahu menyetir mobil. Jadi mana mungkin bisa datang ke sini sendiri,” kata Anggraini tak percaya.“Aku datang ke sini dengan angkutan umum,” jawab Puspa lagi mencari-cari alasan.Anggraini semakin tidak percaya karena lokasi rumahnya tidak dilewati oleh angkutan umum. Dan lagi pula, seorang Puspa tidak mungkin mau menaiki transportasi umum. Anggraini sangat tahu persis hal itu.Anggraini tertawa kecil. Setelah itu ia gegas
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya. “Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya. Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar. “Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!” “Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini. “Hah! Izin dari p
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba