Aksa menjadi geram ketika melihat istrinya menangis dan pergi meninggalkannya. Dia menatap para wartawan yang ada di depannya ini dengan tajam.
"Minggu depani aku akan mengadakan konferensi pers, sebelum itu jangan datang ke sini atau kalian akan berurusan dengan hukum karena mengganggu ketenangan dan privasi seseorang," ucap Aksa langsung pergi tak memperdulikan teriakan mereka yang masih penasaran.
Di sepanjang jalan menuju lift, Aksa juga menatap para karyawannya dengan tajam. Akan diingat wajah-wajah yang menghina istrinya itu, tunggu saja, pikir Aksa.
Dia masuk ke dalam lift, tak menunggu lama dia pun sampai di lantai atas di ruangannya. Dia masuk ke dalam tapi tak menemukan Aletha sama sekali. Aksa menjadi panik, dia mencari ke sana ke sini tapi tetap saja Leta tak ada.
"Sial," makinya.
Dia segera berlari, hendak menuju ke lift agar dia bisa menuju tempat cctv. Tapi handphonemya berdering membuat langkah Aksa terhenti. Dia melihat nama istrinya di
Aksa berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, sudah satu jam dan dokter belum keluar dari ruangan tersebut. Beberapa orang yang lewat tampak memperhatikan Aksa karena noda darah yang menempel di kemeja putihnya itu. Tapi Aksa mengabaikannya, baginya saat ini adalah Leta yang terpenting."Tuan, saya membawakan anda baju ganti. Lebih baik anda berganti baju dulu agar nanti jika bertemu dengan nona Leta sudah terlihat rapi, nona juga tidak akan suka jika melihat anda seperti ini," ucap Vino yang datang membawa sebuah bingkisan berisi baju.Aksa menoleh ke arah Vino, dia lalu mendudukan dirinya di salah satu kursi di sana, dia menunduk dan memegang kepalanya. "Nanti saja." ucapnya."Jika nanti pun nona sudah sadar, anda juga tak akan dibiarkan masuk oleh dokter ketika melihat keadaan anda. Lihatlah, baju anda ada banyak noda darah," ucap Vino membujuk lagi.Aksa mengangkat kepalanya, benar yang dikatakan Vino. Dokter pun nanti pasti akan melarangnya melihat
Aletha membuka matanya perlahan, cahaya matahari menyambutnya, membuat silau mata indahnya. Dia mencoba mengenali ruangan ini, dan seketika dia mengingat hal yang terjadi padanya.Dia panik, menoleh ke kanan kiri takut jika dia dikejar seseorang lagi. Tubuhnya pun tak bisa diam, bergerak tak beraturan membuat Aksa yang terlelap di sampingnya terbangun.Aksa yang melihat istrinya langsung panik, dia berusaha menggoncang tubuh Leta."Sayang, hei...hei tenanglah aku di sini," ucapnya."Hei lihat aku, lihat aku di sini. Sudah tidak apa-apa, tatap aku," ucap Aksa lagi. Dia menahan kepala Leta agar tidak menoleh dan menatap ke arahnya."Akk...sa," Leta melihat suaminya di depannya. Dia seketika memeluk suaminya, menangis dengan histeris. "Aku takut," ucapnya.Aksa mengelus lembut punggung istrinya itu, dia juga mengecup kepala Leta. "Sstt.. Tenanglah, tidak akan ada yang mengejarmu lagi," ucapnya berbisik lembut di telinga Leta.Leta melepask
Zeline tak menduga mendapat kabar mengejutkan dari kakaknya. Tadi dia sedang bersantai dengan ibunya di apartement Tommy. Tapi kakanya yang pulang dengan lesu itu menarik perhatian ibunya. Akhirnya kakaknya menceritakan semuanya, dan yang paling membuat Zeline terkejut bukanlah berita yang meliput hubungannya dengan Aksa, tapi karena orang-rang kakaknya yang telah menyelakai Leta.Bukan itu saja ternyata Leta mengalami keguguran. Darimana Tommy tahu? Karena Tommy juga menyisipkan orang di sekitar Aksa yang membantunya melihat pergerakan Aksa.Zeline merasa sangat bahagia, dia seperti orang yang mendapatkan jackpot. Ah, ini bahkan lebih menyenangkan daripada jackpot, pikirnya.Zeline juga tahu kalau Leta saat ini sedang dirawat, dan dia akan mengunjunginya besok. Dia akan melihat betapa menyedihkannya perempuan itu.Keesokan paginya, Zeline benar-benar pergi ke rumah sakit. Dia sendirian, tanpa mengandalkan ibunya lagi. Dari jauh, dia melihat ruangan kamar
Aksa terbangun dari tidurnya dan melihat istrinya yang sudah membuka mata juga. Dia membelai kepala Leta dan tersenyum."Hai sayang, kau sudah bangun. Maaf aku ketiduran, apa masih ada yang sakit?" tanya Aksa lembut.Leta diam tak menjawab pertanyaan Aksa, dia juga tak menoleh ke arah Aksa. Menatap ke arah depan, air matanya turun seketika ketika mengingat omongan Zeline tadi."Kau kenapa, apa sakit lagi? Aku akan panggilkan dokter," ucap Aksa yang melihat Leta menangis. Dia berdiri hendak keluar, tapi tangannya ditahan Leta.Pandangan matanya menyiratkan kesedihan, masih dengan meneteskan air matanya dia berusaha berucap pada suaminya."Apa aku benar-benar kehilangan anakku?" suara Leta terdengar pelan, tapi pendengaran Aksa masih berfungsi dengan baik, dia mendengar ucapan istrinya. Hal itu membuat dia tegang seketika."Aksa jawab aku?" ucap Leta lebih terdengar mendesak. Dia melepaskan pegangan tangannya pada Aksa, menangis histeris
Hari masih menjelang pagi ketika Jelita bersiap-siap untuk pergi dari apartemen anaknya itu. Tadi dia diberitahu Tommy bahwa anak buahnya yang berada di sekeliling Aksa mengabarkan bahwa dia sedang bergerak. Aksa sudah menyiapkan berkas untuk menjebloskan Jelita ke penjara.Jelita juga harus bertindak sendiri karena Tommy juga berada dalam masalah. Aksa tengah mencari bukti tentang keterlibatannya mencelakai istrinya. Maka dari itu Tommy harus bergerak juga untuk menghapus semua bukti yang ada. Sedangkan Zeline, dia tidak mau diajak ibunya karena memang Zeline tidak ada kaitannya dengan masalah ibunya. Dia bersikeras untuk tinggal dan akan mencoba mendekati Aksa lagi dengan caranya sendiri.Setelah semua siap, Jelita keluar dari apartemen. Dia berjalan turun untuk sampai lantai bawah, menunggu taksi yang akan membawanya pergi dari sini. Jelita harus segera bersembunyi karena dia tidak ingin di penjara.Taksi datang dan Jelita segera memasukkan semua barang-baran
Pagi ini dokter kembali memeriksa keadaan Leta. Dokter juga banyak berpesan agar Leta tidak banyak pikiran. Dokter juga memberitahukan jika ingin program kehamilan bisa dilakukan 3 bulan pasca keguguran. Tapi sebulan kedepan mereka harus menunda berhubungan badan terlebih dulu.Ya Leta memang sudah mengetahui semuanya dan dia menerimanya dengan hati yang lapang. Meskipun dia masih merasakan sakit karena kehilangan calon anak pertamanya."Kapan istri saya boleh pulang dok?" tanya Aksa yang berada di sisi ranjang Leta."Nanti sore sudah boleh pulang, dan tolong jangan beraktifitas yang berat dulu ya. Saya akan buatkan resep dan harus diminum teratur ketika di rumah." ucap Dokter itu.Aksa mengangguk dan Leta tersenyum senang. Akhirnya dia bisa pulang ke rumah. Dia sudah bosan mencium bau obat di rumah sakit ini. Lagi pula dia juga tidak diperbolehkan Aksa keluar kamar sedikit pun, hal itu membuat Leta sangat merasa bosan."Kalau begitu saya permisi d
"Sial," ucap Tommy membanting handphonenya ke ranjang. Dia memegangi kepalanya dan berjalan mondar-mandir. Baru saja dia mendapatkan kabar jika ibunya sudah tertangkap oleh anak buahnya Aksa. Apa yang harus dilakukannya? Jika begini dia tidak bisa membantu ibunya sepenuhnya.Tommy menghela nafas kasar, merebahkan dirinya di ranjang king size itu. Mencoba berfikir bagaimana caranya, tetapi seakan otaknya sedang buntu. Dia malah bertambah pusing karena memikirkan ini.Tommy bangun dari posisi tidurnya, mengambil jaket dari lemari dan memakainya. Dia butuh refresing otaknya, mungkin dengan minuman dan wanita semua bisa terkendali. Akhirnya Tommy melajukan mobilnya ke tempat bar langganannya.~"Aksa," ucap Leta kaget karena di gendong oleh Aksa. Dia baru saja sampai di rumah setelah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit.Aksa tersenyum, tak menanggapi wajah protes kesal sang istri. Dia lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mama," teriak ny
Hari yang dinanti pun tiba. Setelah Aksa menyelesaikan urusannya dengan orang tua itu, kini giliran dia menghibur hati istrinya yang masih pilu akibat kepergian calon anak mereka.Mereka akan pergi ke kampung halaman sang istri, untuk menjenguk makam orang tua Aletha.Tapi mereka hanya pergi berdua, Kyra tidak ikut karena dia harus Home Scholling, sudah banyak pelajaran yang tertinggal karena kemarin sempat ada kejadian penculikan itu.Pagi ini Leta berpamitan pada semua penghuni rumah, Kyra masih terlihat menangis karena tidak bisa ikut. Tapi dia adalah anak yang pintar dan mudah untuk diberi pengertian.Leta berjongkok dan memeluk tubuh Kyra, dia menenangkan anak tirinya itu dan akan mengajaknya lain kali. Kyra hanya bisa mengangguk dan pasrah melepaskan kepergian papa dan mamanya.Aksa menggandeng tangan Leta untuk masuk ke dalam mobil. Kali ini dia mengajak Farrel juga, karena perjalanan ke sana memakan waktu seharian. Bukannya Aksa tidak sangg