Share

Antara Cinta dan Pertalian Darah
Antara Cinta dan Pertalian Darah
Penulis: kupukupukertas

Sebuah Rahasia

“Maafkan ayah, Ai. Ayah menolak lamaran ini!” Agus Winarko, ayah Airin menggantungkan kalimatnya.

"Ma-maksud Ayah?” Airin menatap lelaki di hadapannya dengan gamang.

Keadaan menjadi tegang, karena aura semua yang hadir mendadak berubah. Ketika, ayah dan ibu duduk berhadapan dengan Aiman dan ibunya.

Bulir bening jatuh tidak tertahankan dari mata coklat milik Airin, Rasa percaya dirinya runtuh seketika, saat mendengar penolakan dari ayahnya.

Airin sangat yakin dengan pilihan hatinya, karena Airin tahu siapa yang jadi lelaki idamannya. Bahkan, Airin tidak ragu memperkenalkan pada ayahnya dengan rasa bangga.

***

“Namanya Aiman, Ayah. Aiman Khalid. Beliau dosen statistik di kampus Ai. Beliau juga dosen pembimbing Ai. Sejak semester empat, beliau menjadi pengajar di kelas Ai. Awalnya, beliau menggantikan dosen yang sedang melahirkan. Ai suka deh, cara beliau ngajar. Asyik banget.” Airin bercerita dengan mata yang berbinar, saat itu.

Sang ayah tersenyum menatap Airin. Meski sempat terkejut dengan nama yang disebutkan Airin, ia mencoba menetralisir perasaannya. Mungkin hanya kesamaan nama saja. pikirnya.

"Ayah hanya ingin memastikan, Ai mendapatkan pendamping hidup yang terbaik," ujar ayahnya.

"Tenang, Ayah. Insyaa Allah, Ai yakin, Aiman lelaki yang terbaik buat Ai," ujarnya dengan senyum mengembang dan ayahnya membalas dengan pandangan penuh kasih.

"Semoga, lelaki itu benar-benar lelaki terbaik buat putri ayah yang soleha ini, ya, Nak," suara ayahnya terdengar begitu gamang. Entah apa yang dipikirkan.

Airin sempat menangkap keraguan sang ayah. Namun, ia berpikir, ayahnya pasti akan menerima Aiman, jika sudah bertemu dengannya. Hingga di malam itu, kehadiran Aiman dan ibunya benar-benar membuat keterkejutan.

Ayah dan Ibu Airin, menatap tidak percaya pada tamu istimewa sang putri. Napas Vina, ibu Airin memburu dengan cepat.

Wanita itu, ibu dari Aiman, adalah wanita yang sempat menjadi duri dalam rumah tangganya. Hera, ibu Aiman, menundukkan kepalanya dalam. Ia tak pernah menyangka, putranya harus kembali berurusan dengan keluarga Agus Winarko, ayah kandungnya.

"Kamu sengaja membawa anakmu kembali ke dalam rumah tangga kami, hah?!" Vina menahan suaranya agar gejolak di dadanya bisa ia kendalikan.

"Ti-tidak! Sama sekali tidak, Mbak. Saya tidak pernah tahu, kalau mas Agus punya seorang putri, dan lagi, saya tidak tahu kalau putra saya memiliki hubungan khusus dengan putri mas Agus," Hera terus menunduk.

“Jangan bohong, kamu! Kamu pasti sengaja membawa putramu kembali ke rumah ini, kan? Jawab! Ke mana saja kamu selama ini, hah?!” Vina mulai meninggikan suaranya.

“Ma, tolong dengarkan penjelasannya dulu.” Agus mengelus lengan Vina, tapi ditepis secara kasar.

Aiman dan Airin saling beradu pandang. Mereka tampak begitu bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Bunda, Tolong jelaskan baik-baik. Ai tidak paham apa yang terjadi. Kak Aiman dan Ibunya ke sini hendak melamar Ai, Bunda!” Airin menatap sang ibu dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Airin, Aiman ini adalah anak lelaki ayahmu! Dan Hera, ibunya, adalah istri siri ayahmu yang pergi dua puluh lima tahun lalu!" terang Vina dengan suara bergetar.

Airin terkejut. “Ayah, apa itu benar? Bagaimana bisa? Ayah menikah di belakang bunda? Ayah selingkuh, maksudnya? Tapi...” Dia memberondong ayahnya dengan banyak pertanyaan. Namun, dia menghentikan kata terakhirnya.

Airin menatap ayahnya. Ia tak ingin percaya, ayahnya yang tampak begitu family man, bisa selingkuh di belakang ibunya. Ayahnya menunduk sambil menghela nafas. "Airin. Ayah minta maaf telah menyembunyikan hal ini, Nak. Tapi, ayah akan menjelaskan semuanya." Ia lalu menoleh ke arah Aiman.

“Aiman, ternyata, kamu memang Aiman-ku." Mata Agus berkaca-kaca menatap pemuda di depannya yang sangat mirip dengannya. Ia hendak merengkuh Aiman saat lengan Hera menahan Aiman yang memang menahan rindu sejak lama.

"Maaf, Kak. Dia Aiman-ku! Dia bukan lagi Aiman-mu sejak malam kepergianmu malam itu." Hera menatap Agus nanar.

"Cih! Aiman-ku, Aiman-mu! Sudah cukup drama ini!" kesal Vina. Masih tampak rasa benci di matanya. "Kamu sekarang sudah paham, kan. Lamaran kalian ditolak!" sambung Vina tegas.

Airin masih berusaha mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Vina. Otaknya seketika membeku saat Vina berkata bahwa Aiman adalah putra dari Agus, ayahnya.

"Tidak akan pernah ada pernikahan antara kalian, karena dia kakakmu. Bagaimanapun dia adalah anak dari ayahmu, sekarang masuklah ke kamar, Ai!" perintah Vina sambil beranjak menuju kamarnya. Terlihat bulir bening jatuh dari kedua mata indah Airin.

Ada gejolak dalam dada Vina yang ingin ia tumpahkan. Namun, ia tahu betul, semua hanya sia-sia. Ia akan membiarkan suaminya bernostalgia dengan putranya. Ia menekan smartphone miliknya. Menghubungi Arman, putra pertamanya. Sedangkan Agus, menatap Aiman penuh haru.

"Nak, ini bapakmu," ujar Agus lirih. "Maafkan bapak, Nak." Sambung Agus dengan pandangan yang tidak beralih.

Aiman menatap Hera haru. Ia menepis tangan sang ibu perlahan. Sebuah kenyataan menampar dirinya. Ia mengalihkan pandangan ke arah Agus dengan tatapan yang entah.

Aiman masih tidak percaya, tapi ia mengalami kekecewaan yang besar dengan penolakan atas lamarannya kepada wanita yang telah mencuri hatinya. Sekilas, Aiman melirik ke arah Airin yang sejak tadi tidak meninggalkan tempat duduknya.

"Ibu selalu bercerita kalau bapak sudah meninggal dunia. Sebenarnya hati Aiman menolak ucapan ibu, tapi Aiman tidak ada bukti. Jika saja ibu mengatakan sebenarnya sejak dulu, mungkin Aiman akan lebih dulu mencari bapak, dari pada mencari jodoh." Terdengar hembusan napas berat dari Airin saat Aiman berbicara.

"Maafkan ibu, Nak." Air mata membasahi jilbab putih yang Hera kenakan. Nafasnya tercekat. Ribuan kata uang hendak ia ucap, tertahan oleh isaknya.

Aiman meraih tubuh ibunya yang bergetar, memeluknya erat. Merasakan perih, ibunya menangis karena dirinya.

"Maafkan, Aiman, Bu, jika kata-kata Aiman menyakiti ibu," ujar Aiman, sekilas matanya menatap Agus yang terus menatapnya penuh harap. Ia melepaskan pelukannya.

"Seperti yang sudah disampaikan tadi, Pak, kami tidak akan melanjutkan lamaran ini, terima kasih." Aiman membungkuk memohon maaf. Agus langsung menghambur memeluk lelaki tinggi itu. Anak yang selama ini ia cari, ada di hadapannya.

"Maafkan, maafkan bapak, Nak. Maafkan bapak," tangis Agus pecah. Aiman menepuk punggung sang ayah canggung.

Airin menghembus nafasnya pelan. Sejuta pertanyaan beranak pinak di pikirannya. Ia tak pernah menyangka, keharmonisan rumah tangga ayah-bundanya yang menjadi panutan, kini tampak memiliki lubang menganga di matanya.

Aiman menatap Airin dari balik punggung sang ayah. Wajah sedihnya menyiratkan luka yang mendalam. Aiman juga larut dalam pikiran yang dalam. Hingga tak menyadari bahwa Airin juga menatapnya.

“Ka-kami permisi pamit, Kak. Kami rasa, sudah tak ada lagi yang harus kita bicarakan," Hera memecah keheningan.

“Dek, tolong dengarkan penjelasan Kakak.” Agus menahan lengan Hera.

Langkah Hera terhenti, cekalan tangan Agus di lengannya mengalirkan gejolak asing di dadanya. Matanya terpejam sesaat. Aiman menatap sang ibu gusar, mencoba mencari cara untuk menengahi, namun pikirannya buntu.

“Maaf, Kak. Saat ini, kami sedang dalam pikiran yang kacau. Tidak akan ada perbincangan yang baik dalam kondisi saat ini," ujarnya tegas, dengan menepis tangan lelaki yang telah meninggalkannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status