Tetesan air hujan terus membasahi wajahku yang sedang mendongak, menatap Zico dengan raut wajah yang penuh dengan tanda tanya. Kenapa dia bisa ada di sini? Terlebih lagi tangannya masih melekat dikedua pundakku dan perlahan mendekapnya dengan hangat.
Dia menarik tubuhku agar berjalan menuju sebuah warung kopi yang terletak dipinggir jalan, aku bahkan tidak sadar jika hujan sudah turun dengan sangat deras. Kilatan putih juga saling menyambar membuat gemuruh yang menggetarkan jiwa. Zico masih diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun, dan aku juga tidak berminat untuk bertanya terlebih dahulu."Sepertinya kau sedang tidak baik-baik saja," ujarnya yang sama sekali tidak aku tanggapi.Entah ini kebetulan atau memang takdir, tapi kenapa harus Zico yang datang dan memberiku pertolongan. Dengan bibir terbuka aku mulai menggigil karena kedinginan, tapi mataku tetap saja menatap jalanan basah itu dengan tatapan kosong."Ingin minum sesuatu?"DiKetika hari menjelang siang, ada seseorang yang memesan banyak bunga untuk diantarkan sekarang juga. Orang tersebut hanya mencantumkan alamat tanpa pesan tersirat lain. Andre sedang bersiap menata sekitar sepuluh buket bunga dengan aneka warna ke atas ranjang, sedangkan aku masih merapihkan serpihan kelopak bunga yang berceceran di lantai toko. Aku berencana untuk ikut mengantarkan pesanan itu, karena tidak mungkin Andre bisa mengantarkan bunga itu sekaligus jika sendirian. Meskipun awalnya dia sempat menolak bantuanku, pada akhirnya Andre hanya bisa menghela napas karena aku yang keras kepala ini. "Sudah siap?" tanyanya. Tangan lelaki itu sudah membopong ranjang berisi bunga. "Sudah, kita antar sekarang saja." "Let's go .... " Aku menggelengkan kepala melihat dia yang berjalan sambil mengehentakkan kaki, persis seperti anak kecil yang bahagia karena hendak berlibur. Langkah ini mengikutinya keluar menuju pintu, sebelum berangkat aku
Seberkas cahaya masuk ke netra mataku yang perlahan mulai terbuka, aku meringis kecil kala merasakan sakit dibagian kepala. Ada apa ini? Sepertinya sudah terjadi sesuatu padaku dan juga... Andre, dimana lelaki itu? Lekas aku langsung terjaga dengan degub jantung yang tak beraturan, aku menoleh ke sekitar dan menyadari bahwa kini aku sedang berada di sebuah kamar mewah. Itu terbukti dari barang-barang yang ada di sini, semua ini jelas merek terkenal dan harganya tidak main-main. Sejenak aku kembali memejamkan mata untuk mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu, siang tadi aku dan Andre sedang mengantarkan pesanan bunga disebuah perusahaan. Tapi saat hendak pulang, seseorang membekap mulutku hingga aku tidak sadarkan diri. Oh Tuhan ... lalu bagaimana nasib Andre sekarang? Kenapa dia tidak ada di sini. Juga, apa yang harus aku lakukan di tempat ini. Sepertinya seseorang dengan sengaja membawaku kemari dan berniat buruk. Karena aku baru sadar j
Melewati jalanan yang sepi, aku mendorong sepeda dengan terseok-seok karena kondisi kaki ku yang sedang terluka. Saat sedang merapikan jejeran vas bunga, aku tidak sengaja menyenggolnya. Lalu vas bunga itu jatuh dan pecah. Karena kurang berhati-hati saat membersihkannya, serpihan kaca itu malah melukai kakiku sampai berdarah.Untung saja pemilik toko tidak marah, dia malah berbaik hati menawarkan diri untuk mengantarku pulang, tentu saja aku langsung menolak. Aku tidak ingin merepotkan dirinya. Sungguh aku sangat beruntung bertemu dengan pemilik toko Bunga itu, namanya Bu Syifa. Dia sangat baik dan mau memberikan pekerjaan untukku. Karena setatusku masih bersekolah, aku tidak bisa bekerja full satu hari. Jadi, dari pagi sampai siang aku akan menjalankan tugas sebagai seorang siswa, setelah pulang sekolah sampai tengah malam aku akan pergi ke toko Bunga dimana tempatku bekerja.Sekarang sudah hampir tengah malam, suasananya terasa sunyi dan gelap. Hanya ada suara
Aku yang tadinya sedang berjongkok kini terhuyung ke belakang lalu jatuh dengan posisi duduk. Dia masih menatapku, dia seorang laki-laki.Dia memiliki bola mata berwarna biru muda dan bulu matanya lentik, juga bibirnya yang kecil berwarna merah marun dan hidung yang mancung. Wajahnya benar-benar mirip dengan manusia."Tolong aku..." Rintihan keluar dari mulutnya.Aku langsung tersadar."Kau bisa bicara? Ah baiklah, aku akan menolongmu. Tapi, apa yang harus aku lakukan?" Karena bingung aku malah berbalik tanya kepadanya.Keberadaannya disini sangat berbahaya, bagaimana jika ada warga atau Ibu dan Ayah yang melihatnya bisa-bisa besok pagi aku diserbu wartawan karena akulah yang pertama kali menemukannya."Bagaimana ini! Kemana aku akan membawanya pergi!"Kenapa aku malah jadi panik, seharusnya aku bisa mencari jalan keluar. Saat sedang menggerutu aku teringat jika di samping rumah ada gudang yang sudah tidak terp
"Apa kau gila? Huh! Sayap besar seperti apa sampai kau berteriak melihatnya?" Dari suaranya saja sangat jelas jika Ibuku sangat marah.Lalu, bagaimana jika mereka tahu bahwa aku yang membawa mahluk itu ke gudang kemarin malam. Oh Tuhan! Matilah aku."S-saya juga tidak tahu Bu, tapi sayap itu benar-benar besar. Sepertinya itu bukan sayap hewan."Mataku membelalak. Ibuku berjalan menuju pintu gudang, lalu menyuruh Mbok Iyem untuk menyingkir dari depan pintu."Minggir! Biar aku yang melihatnya!" ucap Ibuku sambil berusaha membuka pintu.Brak!Pintu terbuka dengan lebar, menampakkan semua isi gudang. Ibuku dan Mbok Iyem masuk kedalam, disusul olehku dan Ayah. Aku langsung merasa lega karena ternyata mahluk itu sudah tidak disini. Tapi, kemana dia pergi?"Lihat! Mana? Dimana sayap itu?" tanya Ibuku karena gudang ini hanya berisi barang bekas.Mbok Iyem terlihat bingung, dia terus menelusuri gudang ini sampai ke dalam lemari.
Aku terbangun. Kepalaku terasa pusing akibat hantaman benda tumpul tadi, sekarang dalam keadaan setengah sadar aku mencoba mengamati sekeliling. Dimana ini? Kenapa gelap sekali, tempat ini sangat minim cahaya.Aku menggeliat menggerakkan tubuhku. Tapi, sekarang rasanya begitu sesak karena tangan dan kaki ku diikat oleh tali. Kenapa aku diikat, sebenarnya aku dibawa kemana.Menghembuskan nafas panjang, aku putus asa. Pikiranku kembali pada kejadian tadi, saat dimana Mea dengan tega menukarku demi uang. Tak terasa air mataku kembali menetes kala mengingatnya.Rasanya sakit.Saat aku sedang melamun, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar. Menampakkan tiga laki-laki yang berbadan tinggi dan besar, aku tidak bisa melihat wajah mereka karena ruangan ini terlalu gelap, tapi aku menduga kalau itu Zico dan teman-temannya. Satu diantara mereka beranjak menyalakan lampu, seketika ruangan ini jadi bercahaya.Mataku beredar menatap sekeliling dengan ragu, t
Aku langsung membalikkan badan saat mendengar suara itu. Ternyata mahluk itu ada disini, ah maksudku Gentara. Dia tampak baik-baik saja dan sayapnya pun sudah menyatu kembali. Wajahnya terlihat berseri dengan senyuman yang merekah. Kenapa para peri memiliki wajah yang mempesona seperti ini?"Apa kau baik-baik saja?" Gentara bertanya padaku saat kami sudah saling berhadapan."Aku baik-baik saja, terimakasih atas bantuannya," jawabku sambil tersenyum lebar.Gentara hanya tersenyum menanggapi."Oh, tadi pagi kau bersembunyi di mana? Hampir saja ketahuan oleh orang-orang rumah," ujarku.Gentara berjalan melewati ku lalu berdiri di samping peri Altara."Sebenarnya aku tidak bersembunyi, kakakku lah yang datang menolongku sebelum kalian datang ke gudang,""Huh? Kalian kakak beradik?"Keduanya mengangguk bersamaan.Pantas saja, wajah mereka seperti pinang dibelah dua. Bahkan
Aku menengok ke kanan dan kiri seperti orang hilang, apa-apaan ini? Kenapa aku ada di pemakaman. Bukankah tadi aku membayangkan toko bunga Bu Syifa, tapi kenapa malah tersesat kemari. Apa portal itu sedang rusak.Seketika aku langsung merinding ketakutan, jangan-jangan aku benar-benar sudah mati lalu sekarang hidup kembali. Tapi apa kedua peri itu juga hanya khayalanku. Mana mungkin hal seperti ini bisa terjadi."Sebenarnya apa yang terjadi padaku." gumanku frustasi sambil mengacak rambutku.Tapi aku menyadari sesuatu seperti ada benda yang menyelip ditelinga kanan. Aku langsung mengambilnya dan mendapati bunga cantik yang diberikan oleh Gentara. Ya, bunga Lilala. Yang konon bisa mendatangkan kebahagiaan."Huh? Bunga ini ikut bersamaku? Jadi, ini bukan mimpi? Ini kenyataan?" Aku bertanya-tanya masih tidak percaya.Jika bunga ini nyata, berarti Gentara dan peri Altara juga nyata. Semoga saja semua keanehan ini segera berakhir.